Pemerintah dinilai harus lebih aktif menetapkan berbagai kebijakan untuk menjaga para spekulan bersedia menggelontorkan kepemilikan dolarnya sehingga nilai tukar mata uang rupiah bisa menguat.
Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN), Aviliani mengungkapkan kebijakan pemerintah yang kurang jelas mengakibatkan para spekulan ragu menaruh uang di Indonesia.
"Banyak orang bertanya pada saya, ini arah pemerintah kemana. Nah berarti direction harus jelas, begitu direction jelas misalnya arah suku bunga, kalau inflasi sekian, bunga akan seperti apa. Itukan harus diberikan statement tentang itu, ini harus ada kepastian soal itu, sehingga ada kepastian berarti tidak akan berubah kalau kita taruh uang. Itu yang menurut saya kendala utama saat ini," ujar dia saat ditemui usai menjadi pembicara di seminar Kongres Diaspora II di Jakarta Convention Centre (JCC), Jakarta, Selasa (20/8/2013).
Aviliani menambahkan faktor kedua yang mempengaruhi ragunya para spekulan untuk kembali memiliki rupiah adalah kurangnya informasi mengenai kondisi perbankan di Indonesia.
"Yang kedua orang takut dengan kinerja bank-bank kita karena bank-bank juga mulai sudah bermasalah di berbagai negara," kata dia.
Dia berpendapat dengansuku bunga 75 basis point saat ini belum terjadi peningkatan NPL, jadi relatif basis kuat. Basis yang cukup kuat dinilai perlu dan Bank Indonesia diminta menyampaikan bagaimana kondisi perbankan nasional, untuk menghilangkan kekhawatiran tersebut.
Kata dia, selama ini sentimen ekonomi di Indonesia lebih banyak diperankan para pelaku pengamat ekonomi ketimbang pemerintah. Untuk itu Pemerintah dan BI perlu lebih memberikan peran terlebih dahulu.
"Sentimen positif ini harus bukan dari pelaku ekonomi tapi dari pemerintahnya dulu dan BI baru akan diikuti oleh para pelaku. Jadi sekarang lebih butuh psikologis dibandingin dengan itu tadi,"pungkasnya. (Yas/Nur)
Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN), Aviliani mengungkapkan kebijakan pemerintah yang kurang jelas mengakibatkan para spekulan ragu menaruh uang di Indonesia.
"Banyak orang bertanya pada saya, ini arah pemerintah kemana. Nah berarti direction harus jelas, begitu direction jelas misalnya arah suku bunga, kalau inflasi sekian, bunga akan seperti apa. Itukan harus diberikan statement tentang itu, ini harus ada kepastian soal itu, sehingga ada kepastian berarti tidak akan berubah kalau kita taruh uang. Itu yang menurut saya kendala utama saat ini," ujar dia saat ditemui usai menjadi pembicara di seminar Kongres Diaspora II di Jakarta Convention Centre (JCC), Jakarta, Selasa (20/8/2013).
Aviliani menambahkan faktor kedua yang mempengaruhi ragunya para spekulan untuk kembali memiliki rupiah adalah kurangnya informasi mengenai kondisi perbankan di Indonesia.
"Yang kedua orang takut dengan kinerja bank-bank kita karena bank-bank juga mulai sudah bermasalah di berbagai negara," kata dia.
Dia berpendapat dengansuku bunga 75 basis point saat ini belum terjadi peningkatan NPL, jadi relatif basis kuat. Basis yang cukup kuat dinilai perlu dan Bank Indonesia diminta menyampaikan bagaimana kondisi perbankan nasional, untuk menghilangkan kekhawatiran tersebut.
Kata dia, selama ini sentimen ekonomi di Indonesia lebih banyak diperankan para pelaku pengamat ekonomi ketimbang pemerintah. Untuk itu Pemerintah dan BI perlu lebih memberikan peran terlebih dahulu.
"Sentimen positif ini harus bukan dari pelaku ekonomi tapi dari pemerintahnya dulu dan BI baru akan diikuti oleh para pelaku. Jadi sekarang lebih butuh psikologis dibandingin dengan itu tadi,"pungkasnya. (Yas/Nur)