Utang Sering Jadi Barang Dagangan Partai Politik

Isu utang sering digunakan partai politik sebagai barang dagangan menjelang pemilihan umum.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 25 Nov 2013, 19:01 WIB
Diterbitkan 25 Nov 2013, 19:01 WIB
hutang130116b.jpg
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) menilai utang Indonesia sering menjadi "barang dagangan" partai politik (parpol) menjelang pemilihan umum (pemilu). Hal ini menjadi tantangan terberat dalam pengelolaan Surat Berharga Negara (SBN) 2014.

"Parpol biasanya mengambil isu utang sebagai barang dagangan. Ini yang merepotkan," ujar Direktur Strategis dan Portofolio DJPU Kementerian Keuangan, Schneider Siahaan di Jakarta, Senin (25/11/2013).

Parpol, menurut dia, kerap menjelek-jelekkan utang Indonesia menjelang ataupun saat pemilu. Sikap tersebut mampu menanamkan persepsi buruk terhadap Indonesia secara keseluruhan, maupun utang negara ini pada khususnya.

"Investor kan bisa ketakutan. Karena pernah ada yang bilang utang begini begitu, makanya tidak usah ngutang lagi, kita ngemplang saja. Bayangkan kalau mereka (parpol) itu menang, jadi kacau kita," tutur Schneider

Diakui Schneider, Indonesia sangat bergantung pada utang dalam memenuhi pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sehingga perlu adanya sikap dewasa dari parpol untuk tidak mengganggu gugat kebijakan pemerintah.

"Itulah bedanya negara maju dan negara seperti kita. Kalau negara maju yang sudah dewasa berpolitiknya, jadi mereka tidak akan ganggu gugat kebijakan pemerintah yang sudah ada. Jika tidak, bisa kacau balau," ujar Schneider.

Pada dasarnya, dia mengatakan, utang perlu untuk sesuatu yang produktif misalnya seperti sekarang ini kondisi belanja lebih besar dari penerimaan.

 "Kita butuh buat bangun sekolah, bayar gaji guru dan lainnya. Ini kan dampaknya ke generasi sekarang dan masa depan. Jadi pembangunan itu tidak boleh ditunda atau listrik misalnya masa harus ditunda karena tidak punya duit, nanti ekonomi tidak bisa jalan. Harus lihat untuk sesuatu yang produktif atau tidak," tandas dia.

Tantangan pembiayaan SBN 2014 lain, tambah Schneider antara lain, faktor fiskal akibat pengaruh nilai tukar rupiah yang bisa meningkatkan beban subsidi.

"Faktor eksternalnya adalah treasury Amerika Serikat akan meningkat akibat tapering off dan isu Eropa yang belum terselesaikan," kata dia. (Fik/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya