Nama dai kondang, Ustad Yusuf Mansur kian melejit lantaran dituding menjalankan bisnis ilegal yang menghimpun dana masyarakat sejak tahun lalu. Uang yang dikumpulkan tak sedikit, dikabarkan mencapai ratusan miliar rupiah.
Dana itu terkumpul dari dua program yaitu Patungan Usaha dan Patungan Aset. Masalah muncul, karena bisnis yang dijalankan Yusuf tidak memiliki izin alias ilegal.
Pria kelahiran Jakarta, 19 Desember 1976 itu pun disarankan untuk menutup sementara bisnisnya sampai mendapatkan izin. Dia juga sempat dipanggil Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menjelaskan soal bisnis yang dijalankannya tersebut. Yusuf bahkan sempat merasa sakit hati karena patungan usaha yang dijalaninya disebut-sebut investasi bodong.
Kembali mengingatkan Anda, berikut lika liku bisnis patungan Yusuf yang diangkat dalam serial Kaleidoskop Bisnis 2013 Edisi Juli seperti ditulis Jumat (20/12/2013).
Dana itu terkumpul dari dua program yaitu Patungan Usaha dan Patungan Aset. Masalah muncul, karena bisnis yang dijalankan Yusuf tidak memiliki izin alias ilegal.
Pria kelahiran Jakarta, 19 Desember 1976 itu pun disarankan untuk menutup sementara bisnisnya sampai mendapatkan izin. Dia juga sempat dipanggil Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menjelaskan soal bisnis yang dijalankannya tersebut. Yusuf bahkan sempat merasa sakit hati karena patungan usaha yang dijalaninya disebut-sebut investasi bodong.
Kembali mengingatkan Anda, berikut lika liku bisnis patungan Yusuf yang diangkat dalam serial Kaleidoskop Bisnis 2013 Edisi Juli seperti ditulis Jumat (20/12/2013).
Awal Mula Bisnis
Ingin punya hotel, perusahaan asuransi, bank bahkan lapangan minyak, itu sepertinya hanya akan menjadi sebuah impian jika harus merogoh kocek sendiri. Tapi kalau dibangun atau dibeli dari uang hasil patungan, tentu hal itu bukanlah hal yang mustahil.
Berawal dari ide sederhana itu, Yusuf mengajak jamaahnya untuk berpatungan demi merealisasikan impian bersama sejak tahun lalu. Pria berusia 37 tahun itu menyebut filosofi patungan adalah dengan 'duit kecil beli barang besar'. Lagipula masyarakat Indonesia juga sudah terbiasa dengan patungan, misalnya patungan naik taksi atau patungan beli makan.
Seperti dikutip dari situs patunganusaha.com, ada dua bentuk investasi yang dirintis Yusuf yaitu Patungan Usaha dan Patungan Aset.
Yusuf menjelaskan, patungan usaha merupakan bisnis yang langsung mendapatkan return (imbal balik atau bagi hasil) karena dana yang dihimpun diinvestasikan ke bisnis yang langsung jalan. Proyek pertama yang dibidik yaitu Hotel dan Apartemen Haji dan Umrah, dengan lokasi yang strategis dekat dengan Bandara Soekarno-Hatta.
Para peserta patungan harus menyetor uang Rp 12 juta dan akan mendapatkan keuntungan berupa bagi hasil sebesar 8 % per tahun dari modal yang di investasikan. Peserta akan mendapatkan pengembalian dana investasi setelah 10 Tahun, selanjutnya peserta tetap mendapatkan bagi hasil usaha.
Sementara patungan aset yaitu bisnis membeli aset besar dengan uang kecil, misalnya lahan kosong, ruko atau aset lainnya. Keuntungannya adalah, ketika aset itu menjadi produktif baik disewakan atau terjual kembali dengan mendapatkan hasil selisih dari harga beli, maka keuntungan tersebut nantinya akan diberikan kepada peserta patungan sesuai dengan jumlah investasi yang di tanam.
Ide ini disambut baik. Yusuf pun memberikan nomor rekening bagi jamaahnya yang ingin ikut dalam program yang ditawarkan. Dalam waktu singkat, uang ratusan juta masuk ke rekening milik dai kondang tersebut.
Advertisement
Mimpi-mimpi bisnis Yusuf Mansur
Uang yang ke rekening program Patungan Usaha dan Patungan Aset kian besar. Dengan memutar uang yang masuk, Yusuf sukses mengakuisisi sebuah hotel bernama Topas senilai Rp 150 miliar. Setelah dibeli nama hotel yang berada di Soekarno Hatta itu berganti nama dengan Hotel Siti.
Tak hanya berhenti di situ, Yusuf juga bahkan membidik sejumlah proyek lain. Tak tanggung-tanggung, dua stasiun TV, lahan 4,7 hektare, sawah di Sukabumi sampai blok minyak di Khazakstan jadi incaran dai kondang itu.
Terakhir dua bank yaitu Bank Mualamat dan Bank Mutiara. Niat itu muncul untuk membebaskan Bank Muamalat dari kepemilikan investor asing. Niat untuk akuisisi itu didasarkan posisi Bank Muamalat sebagai pelopor sistem perbankan syariah di Indonesia namun justru saham mayoritasnya adalah asing.
Sekadar informasi, saat ini sebanyak 32,7% saham Bank Muamalat dikuasai Islamic Development Bank, sedangkan 19% dan 17% lainnya dipegang oleh Atwill Holdings Limited dan National Bank of Kuwait.
Jika niat mengambil alih Bank Muamalat tak bisa terealisasi, Bank Mutiara jadi incaran selanjutnya. Hingga kini Lembaga Penjamin Simpanan yang menguasai Bank Mutiara belum menemukan investor baru untuk membeli eks Bank Century itu. Kalau tidak diambilalih, Bank Mutiara dikhawatirkan akan kembali jatuh ke tangan asing. Sama seperti hotel, nama bank ini nantinya diubah menjadi Bank Syariah Indonesia.
Tutup sementara atas saran Dahlan Iskan
Kabar mengejutkan muncul. Yusuf ditahan Bea Cukai Pelabuhan Batam karena membawa uang tunai 2 koper bernilai RM 1,5 juta atau sekitar Rp 4 miliar. Saat itu, Yusuf mengaku tak tahu adanya pembatasan pemasukanan uang sebesar Rp 100 juta. Dia juga memastikan uang tunai yang dibawanya bukan hasil tindak pidana pencucian.
"Ini mah duit jamaah, saya lebih suka minta sama jamaah, saya lebih suka minta langsung dari jamaah, duitnya adem, enak, enak tidur," kata Yusuf Mansyur, Kamis 23 Mei 2013.
Yusuf pun menjadi perhatian karena uang yang dibawanya tidak sedikit. Bisnis yang dijalankan Yusuf menjadi perhatian dan dituding sebagai bisnis ilegal. Yusuf kemudian menutup sementara pendaftaran program Patungan Usaha yang digembar-gemborkannya.
Dia menjelaskan, langkah itu diambil berdasarkan sarang dari para ahli keuangan, administrasi, dan manajemen, terkait dengan legalitas Patungan Usaha, dan juga saran dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan.
"Usaha ini dihentikan sementara, karena Anda tidak mau kan lihat ustadz salah terus. Nanti kalau sudah ketemu sistemnya saya akan buka lagi," pungkas Yusuf.
Saat dikonfirmasi, Dahlan membenarkan hal tersebut. Dia menceritakan saran itu disampaikannya saat menginap di Pondok Pesantren Darul Qur’an milik Ustad Yusuf di Tangerang, Banten.
Dahlan menjelaskan sebagai dai kondang tentu Ustad Yusuf memiliki banyak jamaah. "Kemudian banyak pengikut yang pengen sedekah lewat ustad itu. Misalnya saya pengen sedekah Rp 1 juta lewat Ustad Yusuf Mansyur, saya kan percaya penuh terserah uang ini seperti apa, yang begini banyak sekali," ungkap Dahlan pada 18 Juli 2013.
Dari hasil sedekah para pengikutnya itu, dia berniat untuk memutarkan uang sedekah tersebut dalam sebuah proyek. Di sinilah potensi permasalahan bisa muncul karena sumber dana investasi harus jelas legalitasnya.
"Biarpun namanya sedekah tapi menurut aturan pemerintah yang seperti itu harus tetap legal, saya belum tau atuarannya apa, karena menurut OJK itu juga harus dikontrol," cerita Dahlan.
Dengan pertimbangan tersebut, Dahlan menyarankan agar Ustad Yusuf Mansyur menggunakan dana sedekah dalam bentuk investasi yang dikelola oleh sebuah lembaga khusus layaknya lembaga Amir Zakat.
Bahkan bila perlu dibuat public non listed company sehingga masih bisa menampung dana masyarakat yang ingin bersedekah sekaligus menjadikan perusahaan dimiliki publik. Dahlan juga memastikan Yusuf bukan penipu.
Advertisement
Sakit hati bisnis disebut investasi bodong
Ustad Yusuf Mansur mengaku sakit hati bisnis patungan usaha yang dijalaninya disamakan dengan investasi bodong. "Jangan menyamakan patungan usaha dengan investasi bodong. Itu menyakitkan saya," ucap Yusuf Mansur saat ditemui di Jakarta, Kamis, 18 Juli 2013.
Yusuf beralasan, bisnis patungan dibentuk untuk mendorong masyarakat lebih bersatu membuat sebuah bisnis yang bermanfaat bagi masyarakat.
"Contohnya saja sewaktu kita kecil patungan uang buat sewa bus, tujuannya mau jalan-jalan. Nah kalau semua orang mengeluarkan uang yang sama, bisa saja kita membeli perusahaan bus tersebut. Itu yang saya ajarkan," tukasnya.
Yusuf menegaskan, pendirian usaha patungan tidak menganut unsur kepentingan pribadi alias bukan milik pribadi sehingga tak ada pembentukan lembaga maupun nama ustadz kondang tersebut di dalam struktur bisnis itu.
"Inikan milik jamaah karena awalnya ada yang menjawab tweet saya untuk membuat patungan usaha. Karena saling percaya, saya langsung buka rekening dan langsung masuk uang dari 700 orang," cetus dia.
Berbekal modal tersebut, Yusuf akhirnya mengambilalih hotel dengan 2 tower di kawasan Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng untuk melayani para jamaah haji dan umrah. Rencananya, bisnis patungan tersebut akan diperluas ke sektor lain, seperti perkebunan kelapa sawit dan lainnya.
"Jangan saya disanding-sandingkan dengan investasi bodong. Kalau mau belajar patungan usaha, nanti saya ajarkan," imbuhnya.
Bertemu OJK
Ustad Yusuf Mansur berniat melegalkan bisnisnya. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Nurhaida saat itu mengatakan, Yusuf sudah memberikan klarifikasi mengenai pengumpulan dana yang selama ini dihimpunnya. Penceramah ternama ini juga telah memberitahukan semua aksi penghimpunan dana yang dilakukannya.
"Beliau sudah kami panggil, dan beliau bersedia untuk memenuhi semua undang-undang yang ada," ujar Nurhaida ketika ditemui di Jakarta, Senin, 22 Juli 2013.
Mengutip jawaban Yusuf Mansyur, Nurhaida memastikan kegiatan penghimpunan dana masyarakat telah diberhentikan terhitung sejak pertengahan Juli tahun ini.
OJK menilai, kegiatan yang dijalankan Yusuf masuk dalam kategori Penawaran Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pasar Modal (UUPM). Dengan demikian, Yusuf harus dan wajib tunduk kepada UUPM.
Ditegaskan OJK, bisnis penghimpunan dana yang dilakukan Yusuf dijalankannya tanpa mengantongi payung hukum yang jelas. Bisnis yang dijalankan Yusuf hanya berdasarkan sistem kepercayaan saja sehingga jika terjadi kejadian yang tidak terduga, seperti hilangnya dana investasi, dana nasabah tidak bisa dapat perlindungan.
Tak hanya itu, Yusuf juga tidak mendirikan badan hukum untuk mengelola dana jemaah dan tidak memiliki izin usaha. Pasalnya, berdasarkan UUPM, penghimpunana dengan investor lebih dari 50 pihak tergolong kegiatan penawaran umum dan hanya boleh dilakukan perusahaan publik, berbentuk perseroan terbatas.
Advertisement
Lahir Koperasi Daqu
Setelah program Patungan Usaha menciptakan kehebohan, Ustad Yusuf Mansur mengalihkan aset anggota PU ke dalam usahanya yang lain. Penceramah muda Yusuf telah mendirikan koperasi simpan pinjam berbadan hukum pada 3 September 2013 dengan nama koperasi Daarul Qur'an (Daqu).
Deputi I OJK Bidang Pasar Modal, Robinson Simbolon mengungkapkan, sejak kasus usaha patungan Yusuf muncul ke permukaan, Satgas Waspada Investasi langsung memanggil dan melakukan pertemuan dengan Yusuf.
Ustad muda itu dikenakan kwwajiban untuk melaporkan informasi terkait dengan pola usahanya tersebut kepada OJK setiap 2 minggu sekali.
"Mau pilih pola yang mana, koperasi atau yayasan atau sedekah. Kalau sedekah tidak masalah tapi kan ada imbal hasilnya. Jadi ini yang dipertanyakan," ucapnya.
OJK berpesan pengurus koperasi harus memutuskan apakah dana yang terhimpun akan dimasukkan seluruhnya ke koperasi Daqu.
"Apakah akan tetapkan simpanan di koperasi. Anggotanya dijanjikan simpanan pokok dan wajib, sedangkan koperasinya yang akan melakukan investasi. Dan sisa hasil usaha koperasi dibagikan setiap tahun layaknya dividen di Perusahaan Terbuka," pungkas dia. (Ndw/Igw)
Setelah program Patungan Usaha menciptakan kehebohan, Ustad Yusuf Mansur mengalihkan aset anggota PU ke dalam usahanya yang lain. Penceramah muda Yusuf telah mendirikan koperasi simpan pinjam berbadan hukum pada 3 September 2013 dengan nama koperasi Daarul Qur'an (Daqu).
Deputi I OJK Bidang Pasar Modal, Robinson Simbolon mengungkapkan, sejak kasus usaha patungan Yusuf muncul ke permukaan, Satgas Waspada Investasi langsung memanggil dan melakukan pertemuan dengan Yusuf.
Ustad muda itu dikenakan kwwajiban untuk melaporkan informasi terkait dengan pola usahanya tersebut kepada OJK setiap 2 minggu sekali.
"Mau pilih pola yang mana, koperasi atau yayasan atau sedekah. Kalau sedekah tidak masalah tapi kan ada imbal hasilnya. Jadi ini yang dipertanyakan," ucapnya.
OJK berpesan pengurus koperasi harus memutuskan apakah dana yang terhimpun akan dimasukkan seluruhnya ke koperasi Daqu.
"Apakah akan tetapkan simpanan di koperasi. Anggotanya dijanjikan simpanan pokok dan wajib, sedangkan koperasinya yang akan melakukan investasi. Dan sisa hasil usaha koperasi dibagikan setiap tahun layaknya dividen di Perusahaan Terbuka," pungkas dia. (Ndw/Igw)
Lanjutkan Membaca ↓