Daftar Lengkap Bea Keluar Mineral yang Masih Bisa Diekspor

Pemerintah meniru kebijakan pengenaan setoran bea keluar pada komoditas kakao yang dinaikkan supaya terjadi peningkatan investasi.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 13 Jan 2014, 17:20 WIB
Diterbitkan 13 Jan 2014, 17:20 WIB
mineral-ekspor-bea-140113c.jpg
Pemerintah merilis enam kategori bahan mineral mentah tanpa pemurnian (konsentrat) yang dikenakan bea keluar tinggi (BK) sampai dengan 60%. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.011/2014.

Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Andin Hadiyanto, pengenaan BK hingga 60% berlaku terhadap enam kategori konsentrat, antara lain :

1. Konsentrat tembaga dengan kadar minimum di atas 15%
2. Konsentrat besi, terdiri kategori konsentrat dengan kadar 10% dan 62%
3. Konsentrat mangan dengan kadar 49%
4. Konsentrat timbal dengan kadar 57%
5. Konsentrat seng dengan kadar 52%
6. Konsentrat besi, terdiri atas kategori konsentrat ilmenit dengan kadar 58% dan konsentrat titanium di atas 58%.

"Di bawah kadar kategori itu tidak boleh lagi diekspor sejak 12 Januari 2014," tegas dia kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Senin (13/1/2014).

Andin menjelaskan, tarif BK nantinya akan mengalami kenaikan secara bertahap setiap semesternya dari semula 20% menjadi 60% di akhir 2016. Dia menyebut, tarif BK untuk konsentrat tembaga dikenakan 25% pada semester I dan II-2014.

"Lalu konsentrat kategori tembaga kembali naik setiap tahun menjadi 35% di semester I 2015, meningkat lagi menjadi 40% di semester II 2015. Dan di semester I 2016, tarif BK-nya menjadi 50% dan 60% pada semester II 2016," paparnya.

Sedangkan untuk kategori konsentrat yang lain, tambah dia, dikenakan tarif flat sebesar 20% untuk semester I dan II 2014. Dan akan mengalami kenaikan 10% setiap semester sampai 60% hingga 2016.

"Jadi 2017 tidak boleh lagi ekspor mineral mentah dan pengolahan, karena sudah masuk pemurnian," ujar Andin.

Dia menggambarkan, tarif BK mineral sama seperti pengenaan setoran BK pada komoditas kakao yang dinaikkan supaya terjadi peningkatkan iklim investasi di Indonesia.

"Tadinya cuma ada 15 perusahaan pengolahan kakao di Indonesia, kemudian pada mati dan tinggal tiga perusahaan. Kini naik lagi jadi 20 perusahaan. Tujuannya ke arah sana ingin mengundang investor datang," tandas Andin.(Fik/Shd)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya