KOLOM: Ada Apa dengan Barcelona?

Barcelona tampak aneh belakangan ini baik dalam hal permainan maupun kebijakan transfer.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Sep 2017, 08:00 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2017, 08:00 WIB
 Kolom Bola Asep Ginanjar
Kolom Bola Asep Ginanjar (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Barcelona - Ada sebuah fakta menarik yang tersisa dari El Clasico antara Barcelona vs Real Madrid  beberapa waktu lalu. Pada laga kedua yang berlangsung di Santiago Bernabeu, Real Madrid bukan hanya menang 2-0,  melainkan juga unggul dalam penguasaan bola. Sungguh janggal karena dalam 31 edisi El Clasico terakhir, termasuk pada laga pertama Piala Super Spanyol tiga hari sebelumnya, Barcelona selalu digdaya dalam hal yang satu ini.

Fakta itu memang kecil saja sehingga mungkin dengan mudah dilupakan dan terlupakan. Namun, bagi mereka yang jeli, ini adalah fakta penting. Fakta tentang pergeseran identitas Barcelona, terutama dalam persaingan dengan Madrid, sang seteru utama.

Memang belum terlihat begitu nyata, tapi perubahan identitas itu mulai terasa. Saat ini, Barcelona seperti kakek-kakek pikun yang cerewet minta ampun. Tengok saja Presiden Josep Maria Bartomeu yang tak henti berbicara soal Neymar dan Paris Saint-Germain. Dia seolah tak pernah rela bintang Brasil itu hengkang dari Camp Nou.

Kehilangan Neymar memang sangat besar artinya bagi Barcelona. Namun, kepergiannya bukan semata karena keinginan sang pemain dan kuasa uang PSG. Itu juga karena Barcelona sendiri. Lagi pula, proses transfer tak melanggar aturan yang berlaku. Maka tak heran bila Neymar menyebut Bartomeu sebagai lelucon.

Ini bukan kali pertama Barcelona ditinggal pemain bintang. Ronaldo, Ronaldinho, dan Luis Figo pernah meninggalkan Camp Nou saat masih dalam performa apik. Namun, tak satu pun yang begitu diratapi oleh manajemen El Barca seperti Neymar saat ini.

Dalam kasus kepergian Neymar, Barcelona dan Bartomeu seolah ingin cuci tangan. Mereka, terutama sang presiden klub, tak henti memosisikan sang pemain dan PSG sebagai pihak yang bersalah dan patut dipersalahkan. Padahal, semakin rajin mereka membangun opini itu, semakin besar kecurigaan terhadap mereka. Ada apa sebenarnya dengan Barcelona?

Presiden Barcelona, Josep Maria Bartomeu, mengumumkan pelatih baru La Blaugrana di Barcelona, Selasa (29/5/2017). Ernesto Valverde ditunjuk sebagai pelatih Barcelona menggantikan Luis Enrique. (EPA/Alejandro Garcia)

Ya, ada apa dengan Barcelona? Apa sebenarnya yang membuat Neymar tak lagi betah di Camp Nou? Ini pertanyaan mendasar. Apalagi ketika Lionel Messi tak segera membubuhkan tanda tangan di kontrak yang disodorkan Barcelona kepadanya. Juga ketika ada rumor Andres Iniesta akan merapat ke Juventus saat kontraknya usai pada Juni tahun depan.

Berputar Haluan

Manchester City merekrut pemain jebolan akademi La Masia, Eric Garcia
Pemain jebolan akademi La Masia, Eric Garcia (kanan) akhirnya diboyong Manchester City (Twitter)

Bila ditelisik, Barcelona saat ini seperti tengah berputar haluan. Bukan hanya musim ini, gejala itu sudah terlihat pada musim-musim sebelumnya. Paling kentara, tentu saja perlakuan terhadap jebolan La Masia. Kian sulit bagi anak-anak akademi El Barca itu untuk mendapatkan kepercayaan di tim utama. Malah, kian mudah saja El Barca melepas mereka.

Masalah ini sempat disinggung Xavi Hernandez. Menurut dia, tidak seharusnya Barcelona berpaling dari La Masia. Itu sebuah kesalahan besar. Namun, Bartomeu malah balik menyalahkan Xavi, juga Messi, Iniesta, dan Sergio Busquest. Menurut dia, Xavi cs. yang memblokir jalan bagi lulusan La Masia.

Sekilas tangkisan Bartomeu terdengar logis. Namun, ketika musim ini El Barca mendatangkan Paulinho dan meminjamkan Sergi Samper, dalih sang presiden jadi patut dipertanyakan. Samper bukan diblokade Iniesta atau Busquets, melainkan dikorbankan demi Paulinho. Lalu, ketika musim lalu Daniel Alves pergi ke Juventus, mengapa tak ada bek kanan La Masia yang dipromosikan?

Pembelian Paulinho pun sesungguhnya indikasi lain dari perubahan haluan El Barca. Selama bertahun-tahun, Barcelona hanya merekrut pemain bintang dan atau talenta luar biasa. Itu pun umumnya tanpa harga sensasional. Namun, belakangan, setelah Luis Suarez dan Neymar, El Barca justru rajin mendatangkan pemain-pemain semenjana. Mereka membeli pemain-pemain yang tidak diproyeksikan untuk jadi pemain utama.

Penyerang Barcelona, Paco Alcacer (kiri) hanya mampu menjadi pelapis Lionel Messi, Neymar dan Suarez. Bersama Barcelona Paco telah mencetak delapan gol dari 28 penampilan. (AFP/Lluis Gene)

Sebut saja Arda Turan, Andre Gomes, Jeremy Mathieu, Alex Song, Paco Alcacer, Lucas Digne, Aleix Vidal, hingga yang paling aneh, Thomas Vermaelen. Bagaimana bisa El Barca mendatangkan seorang pemain yang mengidap cedera akut seperti Vermaelen?

Adakah nama-nama itu direkrut untuk mengisi tim utama? Rasanya tidak. Mereka datang hanya sebagai back up. Mereka memang bagus di klub-klub sebelumnya, tapi tidak cukup bagus untuk menjadi pemain andalan di Barcelona.

Dalam hal transfer ini, Barcelona seolah melawan arus. Ketika klub-klub teras Eropa setidaknya memburu dua bintang baru, El Barca cukup puas dengan mendatangkan pemain-pemain semenjana.

Bertukar dengan Madrid?

Ousmane Dembele-Barcelona
Penyerang baru Barcelona, Ousmane Dembele mengontrol bola saat perkenalan dirinya di Stadion Camp Nou, Barcelona, Spanyol, (28/8). Dembele dibeli Barcelona dari Borussia Dortmund. (AP Photo / Manu Fernandez)

Musim ini, Barcelona baru serius memburu pemain bintang setelah mendapat uang 222 juta euro dari penjualan Neynar. Menariknya, mereka mau menggelontorkan uang 105 juta euro untuk Ousmane Dembele. Sementara itu, dalam perburuan Philippe Coutinho dari Liverpool, mereka malah mundur.

Dembele memang bukan pemain muda biasa. Namun, tingkahnya tidak terpuji. Demi pindah ke Barcelona, dia mogok latihan di Borussia Dortmund. Sebelumnya, dia sempat mengancam tak akan bermain sepak bola lagi hanya agar dilepas oleh Stade Rennes. Ironisnya, seolah menyetujui tingkah negatif itu, manajemen El Barca tak mengeluarkan komentar apa pun. Pertanyaannya, adakah figur Dembele sesuai dengan citra El Barca?

Kembali ke soal uang 105 juta euro yang dikeluarkan Barcelona untuk Dembele. Sejak 2013-14, inilah kali ketiga El Barca membeli pemain dengan harga lebih dari 80 juta euro. Sebelum Dembele, dua pemain lainnya adalah Neymar (88,2 juta euro) dan Suarez (81,72 juta euro). Pada periode yang sama, hanya satu pemain dengan banderol di atas 80 juta euro yang dibeli Madrid. Dia adalah Gareth Bale yang diboyong pada 2013-14 dengan dana 101 juta euro.

Ini seolah dunia terbalik. Bukankah biasanya Los Blancos yang jorjoran di bursa transfer dan doyan mendatangkan bintang berharga mahal dari luar Spanyol? Dalam lima musim terakhir, Barcelona menggelontorkan 634,17 juta euro. Itu 171,17 juta euro lebih banyak dari pengeluaran Los Blancos.

Pemain muda Real Madrid, Marco Asensio, sedang menjadi topik pembicaraan hangat saat ini. Pasalnya pria berusia 21 tahun itu mampu bermain apik dan mencetak gol di laga penting Real Madrid. (AFP/Javier Soriano)

Di bawah arahan Zinedine Zidane, kebijakan transfer Madrid memang berubah drastis. Dari doyan membeli bintang berharga mahal, mereka lebih fokus pada bintang-bintang muda lokal Spanyol dan mereka yang ada di cantera. Ini mirip-mirip kebijakan Barcelona pada era Pep Guardiola.

Musim ini, ketika El Barca mengeluarkan 105 juta euro untuk Dembele yang asal Prancis, Los Blancos justru berhasil mendatangkan dua penggawa timnas U-21 Spanyol, Dani Ceballos dan Theo Hernandez. Harga keduanya cuma 46,5 juta euro. Dari cantera, Zidane mengorbitkan Achraf Hakimi.

Pemain Real Madrid, Gareth Bale (tengah) melahap sesi latihan bersama Raphal Varane (kiri) dan Marcelo, pada Sabtu (12/8/2017).. (AFP/Javier Soriano)

Madrid memang sempat dikait-kaitkan dengan Kylian Mbappe, Eden Hazard, dan Paulo Dybala. Namun, tak satu pun dari mereka yang jadi didatangkan ke Santiago Bernabeu dengan harga selangit. Coach Zidane seolah tak peduli Madrid telah ditinggal Pepe, Fabio Coentrao, Danilo, Alvaro Morata, dan James Rodriguez. Dia tak beranggapan pemain bintang harus digantikan oleh bintang lainnya.

Perubahan filosofi yang terjadi di Barcelona dan Madrid ini sungguh menarik. Apalagi ditambah kian sentralnya peran Isco di timnas Spanyol. Meski demikian, sudah cukupkah itu untuk mengubah persepsi awam bahwa Barcelona adalah klub yang peduli pada pemain muda dan Madrid adalah si serakah yang haus pemain bintang? Entahlah. Namun, yang pasti, saat ini Madrid dan Barcelona sudah bukan yang dulu lagi.


*Penulis adalah jurnalis dan pengamat sepak bola. Tanggapi tulisan ini @seppginz.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya