Liputan6.com, Banjarmasin- Esport menjadi salah satu cabang olahraga yang mendapatkan persepsi yang beragam di masyarakat.Kemenpora melalui Deputi Pembudayaan Olahraga pun menggelar Simposium untuk mengupas segala hal tentang Esport dengan tema "Interpretasi Esport Dalam Wacana Keolahragaan Nasional", Sabtu (7/9/2019).
Simposium Esport merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Hari Olahraga Nasional (Haornas) yang berlangsung di Banjarmasin. Puncak kegiatan sendiri akan digelar pada Minggu besok di ikon kota Banjarmasin, Menara Pandang Siring.
Simposium ini merupakan lanjutan Kajian Lintas Perspektif Esport Dalam Paradigma Keolahragaan Indonesia, yang sebelumnya telah dilakukan FGD di Yogyakarta dan Bekasi dengan mengundang Akdemisi Olahraga, Akademisi Ekonomi, Kesehatan, Industri, Standarisasi Keolahragaan (BSANK), dan Organisasi Esport (IESPA). Simposium dilaksanakan sebagai bentuk respons kemenpora terhadap perkembangan Esport di Indonesia dengan segala pro dan kontranya.
Advertisement
Selain itu, simposium Esport ini akan menjadi bahan telaah terhadap fenomena maupun konsep Esport. Ini nantinya bisa salah satu dasar pertimbangan pengambilan kebijakan terhadap pengembangan keolahragaan.
"Semua harus ada aturannya. Esport sudah menjadi olahraga prestasi. Maka itu lewat forum ini, harus ada standar kompetisi dan standar pembinaan. Tugas pemerintah hanya menggerakkan saja, tergantung hasil di simposium ini," ujar Deputi III Pembudayaan Olahraga Kemenpora, Raden Isnanta.
Sementara itu, atlet Esport Indonesia, Richard Permana tidak membantah ada dampak negatif dari Esport. Meski begitu dia mengaku banyak hal positif lain yang bisa dipetik dari Esport.
"Bagi saya Esport itu memang bikin candu. Tapi dalam hal ini Esport membuat saya candu belajar, belajar dari gamer yang lebih hebat ketimbang saya," katanya yang mengaku sudah 19 tahun berkecimpung di Esport.
Richard juga membantah orang yang memainkan Esport cenderung menjadi agresif. Atlet yang pernah juara di Counter Striker Global Offensive (CSGO) ini mengatakan itu hanya terjadi pada segelintir orang saja.
"Agresif? Saya sudah main Esport selama 19 tahun dan kebanyakan game tembak-tembakan, tapi selama ini saya tidak agresif. Bahkan saya juga tak mau agresif saat berinteraksi di media sosial," ujarnya.
Â
Dua Sesi
Kegiatan Simposium berlangsung dalam 2 (dua) sesi dengan pembahasan yang berbeda. Pada sesi pertama membahas tentang Esport Dalam Perspektif Keolahragaan dan sesi kedua tentang Tantangan dan Peluang Masyarakat Dalam Perkembangan Esport.
Narasumber yang memberikan paparan dari berbagai macam keilmuan yaitu Ilmu Keolahragaan, Sosiologi, Kesehatan, Ekonomi Bisnis, Teknologi, Psikologi, Standarisasi Keolahragaan, dan Esport. Sedangkan Narasumber non Panelis dari unsur Budaya dan Fatwa Agama (MUI).
Peserta yang diundang berasal dari beberapa Kementerian terkait, Organisasi Olahraga, Perguruan Tinggi, Komunitas Games, Pemain Esport, Penyelenggara Turnamen, dan unsur – unsur lainnya. Moderator yang mengarahkan sesi diskusi kegiatan ini adalah Dr. Sony Teguh Trilaksono, MBA dari BSANK dan Aryo Moendanton dari Anak muda.net yang juga eks Direktur Akreditasi INAPGOC.
Diskusi berjalan dalam dua bentuk yaitu diskusi diantara para panelis dan diskusi terbuka dengan peserta, dimana moderator memberi kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan atau komentar guna mendapatkan perspektif yang lebih luas tentang masalah yang dibahas.
Â
Advertisement
Jadi Rumusan
Sesi terakhir dari kegiatan simposium adalah penyampaian rumusan oleh Tim Perumus yang telah dibentuk dan mengikuti FGD sebelumnya.
Output kegiatan simposium adalah dapat merumuskan beberapa hal seperti dasar pemikiran lintas perspektif esport dalam perspektif epistemologi olahraga, merumuskan analisa dampak (positif maupun negatif) yang ditimbulkan dari perkembangan Esport, dan merumuskan bahan referensi dan argumentasi guna menjawab berbagai macam opini di masyarakat terkait Esport.