Liputan6.com, Jakarta - Lilies Handayani, Nurfitriyana Saiman, dan Kusuma Wardhani adalah tiga nama yang tak akan pernah dilupakan pecinta olahraga Indonesia. Trio pemanah perempuan ini berhasil menyumbangkan medali perak di Olimpiade Seoul 1988, sebuah prestasi yang masih jadi kebanggaan hingga kini.
Prestasi trio pemanah perempuan di Olimpiade Seoul 1988 jadi inspirasi atlet Indonesia di berbagai level. Sayangnya, selama 36 tahun hingga kini, panahan Indonesia belum bisa lagi menyumbang medali Olimpiade.
Di Olimpiade Paris 2024, Diananda Choirunisa hampir meraih medali perunggu di nomor recurve putri, namun terhenti di perempat final melawan atlet tuan rumah, Lisa Brabelin. Meskipun tanpa medali, perjuangannya menunjukkan bahwa harapan panahan Indonesia tetap hidup.
Advertisement
Dalam PON 2024 di Aceh-Sumatera Utara, Diananda dari Jawa Timur meraih tiga medali emas di kategori recurve putri, recurve beregu putri, dan recurve beregu campuran. Lilies, pelatih Diananda dan tim panahan Jawa Timur, turut berperan penting dalam kesuksesan ini.
Dalam setiap pertandingan, Lilies berdiri di belakang atlet binaannya dengan teropong, mengawasi dan membimbing mereka dengan penuh dedikasi. Kelahiran Surabaya, 15 April 1965, ia terus menunjukkan semangatnya yang tak pernah pudar untuk panahan.
Lilies dengan cermat mengamati hasil anak panah Diananda melalui teropong di tengah keramaian pertandingan panahan nasional. Meskipun Diananda atau atlet Jawa Timur mencetak angka sempurna, Lilies tetap santai dan tenang, seolah keajaiban tersebut adalah hal biasa baginya.
"Memang itu yang mesti dilakukan seorang atlet," demikian tersirat dari ekspresi wajah Lilies setelah meneropong target.
Indonesia Tidak Bisa Hanya Mengandalkan Diananda
Di tengah sorak-sorai pendukung lawan, Lilies tetap fokus, karena panahan adalah perjuangan melawan diri sendiri. Prestasi Diananda dan Riau Ega Agatha, yang telah berkompetisi di Olimpiade Paris, menunjukkan dedikasi dan pengalaman mereka dalam panahan.
Sebaliknya, bagi Lilies, meraih juara adalah hal yang tidak bisa ditawar. Standar ambisius yang ia tetapkan sudah jadi hal biasa baginya, mengingat ia adalah peraih medali perak di Olimpiade Seoul 1988.
Melihat ekspresi Lilies yang datar, menggiring banyaknya opini dari publik Indonesia yang masih belum bisa move on dari Olimpiade Seoul 1988. Opini tersebut bukan hanya tentang sejarah yang telah berlalu, publik juga menanyakan tentang regenerasi panahan Indonesia kedepannya.
Lilies merendahkan suaranya saat membahas regenerasi atlet panahan, menekankan bahwa untuk melahirkan bintang-bintang baru Indonesia, kita tidak bisa hanya mengandalkan Diananda.
Menurut Lilies, kita memerlukan setidaknya empat atlet setara Diananda untuk meraih medali di Olimpiade Los Angeles 2028, layaknya sebuah tim sepak bola yang butuh lebih dari satu bintang untuk menjuarai liga.
Untuk memulai regenerasi, setidaknya satu atlet putri atau putra harus meraih juara atau medali di 'World Archery Cup' selama tiga tahun berturut-turut. Ini merupakan langkah krusial untuk masa depan panahan Indonesia.
Lilies percaya bahwa kemenangan dalam tiga kejuaraan dunia, mulai dari 'World Archery Cup 2025', akan memperkuat ketahanan mental atlet senior. Jika habitus juara ini tercipta, atlet junior di pelatnas akan terinspirasi dan mampu mengikuti jejak sukses para juara.
Lebih menarik lagi, jika atlet junior dapat bersama-sama dengan seniornya mencapai semifinal 'World Archery Cup', inilah tanda bahwa regenerasi atlet panahan mulai berlangsung.
Advertisement
Arahan Dari Legenda Panahan Indonesia untuk Regenerasi
Lilies menyebutkan lima aspek penting untuk regenerasi atlet panahan: penguasaan teknik, kekuatan fisik, ketahanan mental, kualitas peralatan, dan pemahaman kondisi angin. Kombinasi yang baik dari semua aspek ini akan membantu atlet meraih prestasi gemilang.
Dia menekankan pentingnya program latihan berkelanjutan untuk regenerasi atlet, termasuk pengembangan atlet muda. Saat ini, Pelatnas belum memiliki kepastian mengenai hal ini, dan dukungan dana yang memadai sangat diperlukan.
Pelatnas seharusnya tidak hanya untuk atlet senior, tetapi juga sebagai tempat pembinaan atlet muda berbakat, terutama karena kurangnya atlet lapis kedua yang berkualitas.
Lilies mengungkapkan bahwa atlet muda panahan Indonesia memiliki potensi besar tetapi kurang bimbingan konsisten. Dengan dukungan dana yang stabil dan manajemen yang baik, termasuk pengaturan waktu antara sekolah dan latihan, regenerasi atlet dapat berhasil.