Liputan6.com, Jakarta - Era banjir informasi saat ini sudah seharusnya masyarakat memiliki sikap kritis dan waspada agar tidak termakan informasi negatif atau hoaks. Informasi yang didapat di internet sebaiknya jangan diterima mentah-mentah.
Maka dari itu perlu adanya sikap kritis untuk memahami dan menelaah apakah informasi tersebut benar atau tidak, provokatif atau tidak.
Baca Juga
Beberapa ahli dan sumber juga telah menyampaikan bahwa kemampuan ini dapat ditingkatkan dengan literasi digital, peran lingkungan dan kelompok sosial. Namun, di sisi lain kemampuan ini juga dapat dikembangkan melalui pendidikan.
Advertisement
Nuri Sadida, Psikolog PhD Researcher Universitas Radboud, Belanda, saat dihubungi Liputan 6 (7/3/23) menerangkan pendidikan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan kognitif (pemikiran dan penalaran) dan afektif (emosional) seseorang ketika menemukan informasi hoaks.
Pentingnya Pendidikan untuk Kemampuan Kognitif dan Afektif
Pendidikan membantu mengasah kemampuan penalaran dan berpikir kritis seseorang (kognitif). Akan berpengaruh apabila seseorang yang menempuh pendidikan tersebut terbiasa mengolah informasi, melakukan penalaran dan perenungan untuk menyelesaikan permasalahan.Â
"Sebaliknya jika ia tidak terbiasa melakukan hal tersebut, maka pendidikan yang diperolehnya juga tidak banyak membantu seseorang untuk membedakan informasi salah dan bukan," jelasnya
Begitupun dengan afektifnya, seorang dengan pendidikan lebih tinggi umumnya memiliki kebijaksanaan ketika menghadapi informasi salah atau hoaks. Hal ini karena umumnya jenjang pendidikan memiliki etika dan norma yang dianut.Â
"Namun demikian, banyak juga individu berpendidikan tinggi yang tidak berkomitmen dengan norma dan etika yang dipelajarinya, bisa jadi karena lebih mengutamakan ego dirinya atau kelompoknya," tegas Nuri.
Advertisement
Semua Kembali Ke Kepribadian
Pendidikan yang lebih baik dapat membantu seseorang dalam berpikir kritis, menelaah informasi hoaks, dan memiliki kebijaksanaan.Â
Namun, perlu diperhatikan juga ada faktor lain yang berperan yaitu kebiasaan dalam membaca, mengolah informasi, dan memanfaatkan informasi untuk memecahkan masalah. Nuri menerangkan, jika seseorang tidak terbiasa dengan hal tersebut maka pendidikan yang diperolehnya tidak banyak membantu untuk membedakan informasi hoaks atau bukan
"Kembali lagi apakah individu tersebut berkomitmen menginternalisasikan pengetahuan dan nilai-nilai yang dipelajarinya dari pendidikan formalnya," pungkasnya.