Merti Dusun, Tradisi Bersyukur untuk Sang Maha Pencipta

Tradisi ini adalah salah satu bentuk syukur warga masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan limpahan berkat serta rezeki.

oleh Yulia Lisnawati diperbarui 25 Mei 2014, 12:12 WIB
Diterbitkan 25 Mei 2014, 12:12 WIB
Merti Dusun, Budaya Leluhur Jawa yang harus Dilestarikan
Tradisi ini adalah salah satu bentuk syukur warga masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan limpahan berkat serta rezeki.

Citizen6, Jakarta Masyarakat Pedukuhan Metes, Kelurahan Argorejo, Kecamatan Sedayu Bantul Yogyakarta mengadakan upacara tradisional bersih dusun yang lebih dikenal dengan istilah 'Merti Dusun', dengan berbagai rangkaian acara dimana acara puncaknya adalah Kirab Budaya dan Pagelaran Wayang Kulit pada Sabtu 24 Mei 2014.

Tradisi ini merupakan salah satu bentuk syukur warga masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan limpahan berkat serta rezeki. Salah satu bentuk ucapan syukur tersebut di wujudkan dengan adanya gunungan yang berisi berbagai hasil bumi, seperti sayuran dan buah-buahan yang diarak mengelilingi kampung yang nantinya akan di perebutkan masyarakat.

Seluruh peserta kirab budaya berkumpul di rumah Dukuh Metes yakni Bapak Sutiman pada pukul 13.00 WIB. Acara dibuka dengan sambutan singkat Bapak Sutiman, "Acara merti dusun dan kirab budaya adalah tradisi budaya Jawa warisan leluhur yang harus dilestarikan tanpa meninggalkan keimanan terhadap agama yang dianut".

Sebagai tanda dimulainya acara kirab budaya yang akan berjalan mengelilingi kampung. Maka diserahkan wayang punokawan secara simbolisasi kepada empat peserta kirab dari RT 42 yang juga berdandan ala punokawan, yakni Suradi Hadi Suratno sebagai Petruk, Saniyo sebagai Gareng, Turido sebagai Bagong dan Waldiono sebagai Semar. Setelah wayang punokawan diserahkan, keempat punokawan tersebut berjalan dibarisan paling depan yang kemudian diikuti oleh peserta kirab.

Peserta kirab budaya berusaha menampilkan berbagai kesenian dan kreasi yang terbaik. Barisan prajurit atau bregodo turut memeriahkan kirab budaya ini, lalu ada barisan ibu-ibu berdandan menggunakan kebaya dan berkain jarik sambil meggendong bakul yang berisi hasil bumi. Anak-anak kecil tak kalah bersemangat ,emgikuti acara tersebut.

Setelah peserta kirab budaya sampai di Lapangan Taman Sedayu sebagai titik finish, seluruh gunungan di kumpulkan menjadi satu untuk diperebutkan pada malam harinya sebelum pagelaran wayang dimulai yang disebut dengan Ngalap Berkah Gunungan. Di lapangan tersebut digelar juga pasar murah, pelayanan kesehatan seperti pemeriksaan tensi darah, konsultasi obat, cek asam urat, cek gula darah dan cek kolesterol.

Pada pukul 21.00 wib, acara merti dusun ditutup dengan pagelaran wayang kulit dengan lakon mBangun Bale Puro Kencono yang dibawakan oleh dalang Ki Suwondo Hadiprayitno dari Canden, Jetis, Bantul, Yogyakarta.

Penulis: Elisabeth Sutriningsih

Disclaimer:

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan link postingan terbaru blog Anda atau artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas, kesehatan, keuangan, wisata, kuliner, gaya hidup, sosial media, dan lainnya keCitizen6@liputan6.com.

Mulai Selasa, 9 Mei  2014 sampai dengan 25 Mei 2014, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik dengan tema "Pengalaman Pertama Berinternet". Ada 2 router DLink (DIR-605L) untuk 2 orang pemenang  dan 4 merchandise ekslusif dari Liputan6. com. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.  Program menulis bertopik kali ini disupport oleh @DlinkID 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya