Liputan6.com, Jakarta - Pasca tiga pekan setelah gempa, kini Lombok berusaha secara perlahan memulai kehidupan seperti biasanya. Walaupun keadaan di sejumlah tempat sudah berjalan normal, namun sebagian besar warga masih banyak mendirikan tenda-tenda di ruang terbuka.
Baca Juga
Advertisement
Hal ini terjadi karena rentetan guncangan gempa masih bisa dirasakan sampai kemarin Minggu (20/8/2018). Gempa yang paling berat dengan kerusakan paling parah dirasakan warga NTB terutama wilayah Lombok Utara, yaknipada 5 Agustus 2018 dengan kekuatan mencapai 7 SR.
"Saya merasa seperti kiamat, guncangan gempa pada awal Agustus lalu paling besar dan berlangsung lama dibandingkan gempa-gempa lainnya yang pernah terjadi di Lombok," ujar Tuhjannah, salah satu warga Lombok yang terkena gempa.
Hingga saat ini ia dan keluarga mengaku masih takut untuk tidur di dalam rumah. Walapun tidak seperti warga lainnya yang menggunakan tenda darurat, Tuhjannah tidur di garasi rumah mereka karena takut jika kembali gempa susulan yang lebih kuat.
Â
Karena dibayangi dengan getaran gempa, dampaknya mengakibatkan warga Lombok sangat membutuhkan terpal untuk tinggal di area terbuka atau di luar rumah mereka.
"Terpal menjadi barang bantuan yang paling dibutuhkan, terpal selalu habis," tutur Kepala cabang tim ACT Lombok, Lalu Alfian saat kunjungan serah terima donasi dari Shopee Indonesia pada Senin, (20/8/2018) di Mataram.
Berdasarkan penjelasan Alfian sampai sekarang situasi gempa anomali di Lombok menyebabkan masyarakat takut tinggal di dalam rumah. Itulah yang menyebabkan terpal menjadi barang langka di Lombok. Sekalinyapun ada, hanya tersisa terpal dengan harga yang tak mampu dijangkau oleh para korban.
Â
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Situasi di Dapur Umum
Selain kebutuhan terpal, logistik dan makanan juga harus disupport. Hingga kini ACT telah menyiapkan 97 posko yang tersebar dalam 8 wilayah di Lombok. Tidak hanya tempat penampungan yang menyediakan air bersih, ACT juga menyiapkan 44 dapur umum untuk memberikan kebutuhan makan kepada para korban.
"Selama sehari kami bisa menyiapkan makanan 300-350 porsi untuk sehari sekali. Persiapan masaknya pun mulai dari jam 5 pagi atau jam 6," ujar Ibu Qoriyah, sebagai relawan yang sibuk memasak di dapur umum ACT di yayasan Raudlatusshibyan, Belencong, Gunungsari.
Kebanyakan orang yang memasak di dapur umum merupakan para relawan pemuda dari berbagai daerah di Indonesia dan beberapa di antaranya jugawarga sekitar. Meski mengaku jarang mengalami kekurangan bahan makanan, namun para warga Lombok lainnya juga turut meberikan bantuan logistik dan tenaga mereka untuk membantu sesama.
"Sebelum bantuan dari ACT turun, warga berinisiatif menyediakan peralatan masak dari kompor sampai air untuk kebutuhan dapur umum," kata Qoriyah.
Qoriyah yang juga merupakan guru yayasan mengaku hingga saat ini masih belum bisa untuk mengajar karena sekolah masih di liburkan. Selain itu, para orangtua murid masih takut jika seandainya gempa kembali terjadi.
Di samping sibuknya memasak di dapur umum, para relawan berusaha untuk menghilangkan stres mereka. Kadang memang ada sedikit bercanda tapi fokus waspada juga perlu dilakukan.
Advertisement