NASA Siap Beli Bebatuan dari Permukaan Bulan, Siapa Berminat?

Badan Antariksa dan Ruang Angkasa Amerika Serikat atau NASA sanggup membayar perusahaan mana pun yang mampu memberikan mereka bebatuan dari Bulan.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 14 Sep 2020, 05:01 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2020, 05:01 WIB
Memotret bulan dengan Kamera Zoom di Samsung Galaxy S20 Ultra
Memotret bulan dengan Kamera Zoom di Samsung Galaxy S20 Ultra. Liputan6.com/Mochamad Wahyu Hidayat

Liputan6.com, Jakarta - Penjelajahan luar angkasa saat ini bukan lagi menjadi dominasi negeri adidaya seperti Amerika Serikat dan Rusia. Selain negara-negara Eropa, China hingga Uni Emirat Arab juga sudah memulai penjelajahan luar angkasa, termasuk rencana misi ke Bulan.

Badan Antariksa dan Ruang Angkasa Amerika Serikat atau NASA pun merespons perkembangan terkini. NASA bahkan bersedia membayar perusahaan mana pun yang sanggup memberikan mereka batu-batuan dari Bulan.

NASA menantang perusahaan-perusahaan swasta untuk mengambil sampel kecil batuan dari permukaan Bulan. Hanya saja, perusahaan harus membuktikan mereka sudah mengumpulkan sampel bebatuan Bulan dalam wadah kecil. Selanjutnya, mengirimkan gambar dan datanya kepada NASA.

Bila NASA puas dengan temuan itu, mereka akan membeli dengan harga antara USD 15.000 hingga USD 25.000 atau kisaran Rp 225 juta-Rp 375 juta.

NASA pun menginginkan pertukaran tersebut terjadi sebelum 2024. Tahun itu dijadikan patokan batas waktu pengiriman manusia ke Bulan.

 

Video Pilihan

Uang Muka

Memotret bulan dengan Kamera Zoom di Samsung Galaxy S20 Ultra
Memotret bulan dengan Kamera Zoom di Samsung Galaxy S20 Ultra. Liputan6.com/MochamadWahyu Hidayat

Bagi perusahaan yang bisa memenuhi permintaan ini, NASA akan membayar sebagian kecil dari uang tersebut saat memberikan kontrak, dan selama peluncuran. Sisa dana akan diberikan saat sampel telah sampai ke NASA.

Secara terpisah, NASA menyatakan, kemungkinan akan memberikan banyak penghargaan kepada perusahaan yang berhasil mengambil batu tersebut dari Bulan.

Perjanjian Luar Angkasa Internasional

Ilustrasi supermoon
Muncul fenomena Supermoon terakhir di 2020 pada bulan Ramadan (Foto: unsplash.com/Bryan Goff)

NASA berupaya memperjelas pendiriannya bagi perusahaan. Selama ini terjadi perdebatan internasional mengenai bagaimana menangani hak properti di ruang angkasa.

Sebab, sejak 1967, AS menjadi bagian dari perjanjian internasional Outer Space Treaty yang memberikan pedoman tentang bagaimana negara-negara harus menjelajahi luar angkasa.

Perjanjian ini menyatakan, negara-negara tidak dapat mengklaim kedaulatan di luar angkasa. Dengan demikian, AS tidak bisa mengklaim Bulan sebagai wilayahnya.

Namun karena minat dalam pertambangan sumber daya luar angkasa telah tumbuh dalam beberapa dekade terakhir, AS memegang posisi bahwa siapa pun yang bisa mendapatkan sesuatu dari luar angkasa, benda tersebut adalah jadi hak si pengambil.

Tiongkok dan Rusia Tak Sependapat

Bulan Purnama Penuh
Foto yang diambil pada tanggal 01 Januari 2018 ini menunjukkan "supermoon" yang muncul di langit malam, sebuah fenomena alam yang sudah tidak pernah terlihat lagi dalam 36 tahun. (Boris Horvat/AFP)

"Kami menerapkan kebijakan kami untuk memicu era baru eksplorasi dan penemuan yang akan menguntungkan semua umat manusia," kata administrator NASA Jim Bridenstine dalam unggahan blog.

Tidak hanya AS, negara lain seperti luksemburg pun memegang posisi yang sama. Di mana, perusahaan bisa memiliki sumber daya yang mereka ambil dari luar angkasa.

Sementara itu, Tiongkok dan Rusia mengkritisi ide penggunaan sumber daya angkasa tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya