Liputan6.com, Jakarta - Pada Rabu, 19 Oktober 2022, Netflix baru saja merilis film berjudul The School for Good and Evil. Film ini bergenre drama-fantasi.
The School for Good and Evil disutradarai oleh Paul Feig. Paul Feig sebelumnya telah menggarap beberapa film terkenal, antara lain film komedi-supranatural remake Ghostbusters (2016), film komedi The Heat (2013), dan bahkan film drama I Am David (2003).
Dia juga telah beberapa kali menyutradarai episode serial The Office (2005-2013) versi AS, Mad Men (2007-2015), dan Parks and Recreation (2009-2015).
Advertisement
Selain sebagai sutradara, Paul Feig juga pernah terlibat dalam posisi produser. Beberapa film yang diproduserinya antara lain ada film animasi The Peanuts Movie (2015) dan film drama Holler (2020).
Dalam film, biasanya Paul Feig sering menggandeng aktris komedi Melissa McCarthy.
Film The School for Good and Evil dibintagi beberapa nama besar. Salah satunya adalah Charlize Theron. Kalian mungkin lebih mengenalnya sebagai Furiosa dalam film Mad Max: Fury Road (2015).
Atau kalau kalian ingat, Charlize Theron juga sempat muncul sebagai cameo dalam film Doctor Strange in the Multiverse of Madness (2022). Wanita kelahiran 7 Agustus 1975 itu muncul di bagian post-credits scene, sebagai Clea.
Selain, Charlize Theron, film The School for Good and Evil juga dibintangi Cate Blanchett (trilogi The Lord of the Rings, Thor: Ragnarok). Di film berdursi 147 menit ini, dia bertugas sebagai narator.
Nah, penasaran bagaimana sinopsis The School for Good and Evil? Berikut ulasannya.
Sinopsis
Film The School for Good and Evil bercerita mengenai dua orang sahabat. Mereka bernama Sophie (Sophia Anne Caruso) dan Agatha (Sofia Wylie).
Saat mendatangi sebuah toko buku cerita, kedua wanita muda ini bertemu seorang penjaga toko. Keduanya diceritakan tentang sekolah untuk Kkebaikan dan kejahatan (The School for Good and Evil/SGE) dan kisah-kisah kuno mengenai kejahatan melawan kebaikan di sekolah itu.
Karena suatu kejadian, mereka berada di sekolah yang diceritakan itu. Di sana, mereka mengetahui takdir besar masing-masing yang sudah menunggu di masa depan.
Tidak disangka, mereka berada di sisi yang berlawanan dari pertempuran yang sudah diramal bertahun-tahun. Ternyata, dua orang sahabat ini memiliki takdir yang sangat berbeda.
Salah satu berada di sisi kebaikan, sedangkan satunya berada di sisi kejahatan. Apakah takdir akan menang dan membuat mereka menjadi musuh? Atau malah ikatan persahabatan yang kuat di antara keduanya berhasil mengganti takdir masing-masing?
Advertisement
Adaptasi Novel
Film The School for Good and Evil diadaptasi dari novel berjudul sama karya Soman Chainani. Novel ini dirilis pada tahun 2013.
Perlu diketahui bahwa The School for Good and Evil merupakan bagian dari seri novel. Secara keseluruhan, seri novel ini terdiri dari 6 buku.
Pada April tahun 2014, sekuel novel itu berjudul A World Without Princes diterbitkan. Lalu pada Juli tahun berikutnya, buku ketiga berjudul The Last Ever After diterbitkan.
Buku keempat berjudul Quests for Glory diterbitkan pada September 2017. Dan lalu buku kelima dan keenam, A Crystal of Time dan One True King, secara berurutan diterbitkan pada Maret 2019 dan Juni 2020.
Seri novel ini akan diadaptasi Netflix secara keseluruhan, bila memang film adaptasi dari novel pertama, The School for Good and Evil, sukses. Bila berhasil sukses, seri ini mungkin bisa menyamai Harry Potter atau seri fantasi terkenal lainnya.
Review
Sejauh ini, film The School for Good and Evil mendapat respons yang kurang baik. Di situs IMDb misalnya, fim ini mendapatkan skor 5.7 dari 1.400 orang. Lalu di Rotten Tomattoes, para kritikus memberikan skor 32 persen. Namun untuk skor audience, film ini mendapatkan skor yang cukup baik, yakni 75 persen dari 250 lebih orang.
Nilai-nilai skor ini tentu dapat berubah, mengingat film ini baru ditayangkan Rabu,19 Oktober 2022. Entah skornya menjadi naik atau bahkan bisa turun.
Di situs The Guardian, film ini mendapatkan nilai satu bintang dari total lima bintang. Bahkan menyebutnya, "Netflix’s Harry Potter rip-off is a disaster."
Lebih rinci, The Guardian menyebut film ini "terlalu panjang, hambar, dan sama sekali terasa tidak memiliki sihir."
Lalu hal yang sama juga disampaikan oleh Variety. Variety menyebut film ini sangat baik dalam meng-handle kostum dan desain set, namun "segala sesuatu (aspek) yang lain tampaknya telah didaur ulang dari waralaba sekolah sihir unggulan J.K. Rowling (Harry Potter)."
Namun di situs IGN, film ini mendapatkan ulasan yang cukup baik. "Ada keseimbangan yang baik di antara seluruh bagian (aspek), tetapi hati yang sebenarnya berfokus pada persahabatan antara Sophie dan Agatha."
Tertarik untuk menontonnya?
Advertisement