Liputan6.com, Jakarta - Baik bagi para nelayan, pengunjung, hingga masyarat, prinsip menjaga pantai dan lingkungan yang bebas sampah harus selalu ditekankan demi menjaga keasrian dan kebersihan pantai.
Tak pelak, hal tersebut merupakan prinsip yang Chandra Asri coba galangkan. Perusahaan yang bergerak di bidang petrokimia ini bertindak secara nyata, menjadi perpanjangan tangan dari komunitas Banten dalam memilah dan mengelola sampah.
Baca Juga
Bukan rahasia lagi kalau sampah, terutama sampah plastik, menjadi permasalahan yang tak kunjung usai. Oleh karenanya, Chandra Asri merangkul secara terpadu, dua RW yang bertempat di Kecamatan Purwakarta, Kelurahan Kotabumi, Banten.
Advertisement
Namun tak hanya merangkul, mereka juga turut memberikan kontribusi balik kepada masyarakat melalui hasil olah yang bernilai guna. Sebut saja contohnya bensin, solar, hingga minyak tanah. Chandra Asri berhasil mengubah limbah plastik menjadi bahan bakar yang berguna bagi warga sekitar.
“Ini akan diubah menjadi bbm plus, yang kita coba kontribusikan kepada masyarakat sekitar. Bensin untuk nelayan melaut dan mesin pemotong rumput, solar sudah digunakan untuk mesin pencacah dan mobil, serta minyak tanah sudah dikontribusikan kepada UMKM sebagai bahan bakar,” tutur Spesialis Ekonomi Sirkular PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, Muhammad Choirul Anam, melalui hasil kunjungan Liputan6.com, Jumat (9/12/2022).
Menariknya, bensin yang dihasilkan diberikan kembali kepada nelayan yang melaut, dan para nelayan kemudian mengumpulkan sampah plastik yang ditemukan di pesisir Anyer.
Pemilihan Sampah Plastik
Jangkauan masyarakat yang dirangkul pun mencakup lingkungan sekolah, rumah tangga sekitar, UMKM, industri, hingga nelayan di daerah Anyer.
Plastik yang telah dikumpulkan kemudian akan diserahkan kepada IPST APSARI, fasilitas pengelolaan sampah terpadu binaan Chandra Asri, dan melalui proses pemilahan lebih lanjut bagi material tertentu.
“Plastik botol akan dimasukkan ke industri daur ulang, sementara yang benar-benar diproses di sini adalah yang tidak laku didaur ulang,” ucap Anam.
Di sisi lain, sampah plastik yang diproses adalah yang memiliki nilai rendah di mata para pengelola industri daur ulang.
Sampah plastik yang bernilai rendah berupa kresek, kemasan kopi instan yang memiliki layer alumunium, kemasan mi bungkus, dan bungkus sampo.
Namun, siapa sangka meskipun bentuknya terlihat “plastik” saja, di dalamnya terdapat tertimbun lapisan dan material yang beragam.
“Di sini kita coba proses yang tidak laku terjual itu untuk menjadi barang yang bisa kita pakai dan berubah menjadi barang yang memiliki added value,” jelasnya.
Advertisement
Proses Perubahan Plastik Menjadi Bahan Bakar
Plastik yang bernilai rendah akan dilanjutkan ke tahap pencacahan, setelah itu berlanjut diolah melalui alat pirolisis yang mengubah plastik menjadi bahan bakar. Ada pun dalam prosesnya, alat pirolisis memanaskan plastik secara tidak langsung yang melelehkan plastik, menguap, dan mendinginkannya (kondensasi) sebelum berubah menjadi wujud cair berupa bahan bakar.
Sampah plastik yang telah dipilah akan dilanjutkan ke proses pencacahan yang memotong-motong plastik menjadi serpihan kecil. Sementara itu, alat cacah yang digunakan menariknya juga dijalankan dengan bahan bakar solar yang diproduksi sendiri.
“Fungsi pencacahan ini dilakukan untuk menyesuaikan ukuran dengan alat cacah, sekaligus menghilangkan kotoran yang terhimpun,” ujar Anam.
Untuk proses pirolisis yang mengolah plastik tidak multimaterial dan tidak mengandung alumunium foil, tidak terdapat limbah yang dihasilkan dari sang mesin.
Merangkul dengan Sosialisasi
Sementara itu, sosialisasi yang diberikan kepada masyarakat diawali dengan cakupan area yang dilakukan melalui percontohan yang memberikan gambaran berjalannya program. Setelah itu, scale-up pun dilakukan untuk memperluas area masyarakat dalam melakukan pemilahan dan pengumpulan sampah.
“Tentunya kami berdiskusi dengan warga sekitar dan setuju untuk mengumpulkan sampah anorganik ke sini,” ucapnya.
Sampah yang telah dipilah dan diberikan oleh masyarakat kemudian akan dipilah kembali oleh IPST Apsari.
“Jadi kan kita dapat sampah dari warga itu setelah hasil dari sosialisasi yang memberitahu mereka mengenai sampah yang bisa didaur ulang, berupa kardus logam, dll,” tambahnya.
Sementara itu, untuk sampah rumah tangga organik warga tidak turut dikumpulkan karena mengelola sampah organik di tengah lingkungan warga memiliki risiko bau yang mengganggu.
Advertisement