Liputan6.com, Jakarta Siapa di antara Anda yang sering berbicara dengan diri sendiri? Baik itu di depan cermin atau saat mempersiapkan presentasi untuk diskusi keesokan harinya. Meskipun banyak yang menganggap berbicara dengan diri sendiri atau self-talk tampak aneh atau bahkan 'gila', kenyataannya, kebiasaan ini cukup normal dan bisa bermanfaat, lho!
“Penelitian menunjukkan bahwa berbicara dengan diri sendiri bukanlah tanda kegilaan, melainkan perilaku manusia yang sangat normal,” ujar psikolog klinis Carla Marie Manly, Ph.D., dalam wawancaranya dengan Hella Health.
Advertisement
Baca Juga
“Kita sering berbicara dengan diri sendiri dalam pikiran, namun kadang kala kita merasa bahwa jika hal ini diungkapkan secara lisan, itu akan terlihat aneh atau gila. Padahal, berbicara dengan keras memungkinkan kita untuk memproses pikiran kita dengan cara yang lebih sadar,” tambah Manly.
Advertisement
Menurutnya, saat kita mengungkapkan pikiran dan perasaan secara verbal, kita menjadi lebih sadar akan apa yang sedang terjadi di dalam pikiran. Proses berbicara keras ini memberi kesempatan bagi kita untuk memperlambat proses pemikiran kita, yang memungkinkan kita untuk mengakses pusat bahasa di otak dengan lebih baik.
“Dengan cara ini, kita menjadi lebih sadar terhadap arus pikiran kita dan bisa lebih sengaja dalam memilih apa yang ingin kita pikirkan atau lakukan,” jelas psikolog tersebut.
Tak hanya itu, ada beberapa teori ilmiah yang berusaha menjelaskan mengapa berbicara dengan diri sendiri bisa menjadi hal yang menyenangkan dan bermanfaat untuk kesehatan mental. Jika Anda merasa khawatir dengan kebiasaan ini, yuk simak penjelasannya lebih lengkap!
Alasan Kenapa Seseorang Suka Bicara Sendirian
Untuk mengatasi kesepian
The Social Isolation Theory yang ditulis oleh Thomas M. Brinthaupt pada tahun 2019, menunjukkan bahwa individu terlibat dalam self talk sebagai cara untuk mengkompensasi kurangnya interaksi sosial. Ketika orang menemukan diri mereka terisolasi atau kurang persahabatan, berbicara dengan diri sendiri menjadi sarana untuk memenuhi kebutuhan akan hubungan sosial dan ekspresi emosional.
Dalam upaya mengatur pikiran sendiri
Teori lain adalah Cognitive Disruption Theory, yang mengusulkan bahwa berbicara dengan diri sendiri membantu individu mengatur perhatian dan fokus mereka. Dengan mengungkapkan pemikiran mereka, orang dapat mengatur informasi dengan lebih baik, memecahkan masalah, dan meningkatkan proses kognitif mereka.
Jadi, bisa diartikan bahwa berbicara dengan diri sendiri dianggap sebagai bantuan eksternal, yang memungkinkan individu mempertahankan konsentrasi dan kejernihan mental, terutama saat menghadapi tugas yang kompleks atau menantang.
Penelitian ada di pihak Manly, sebuah studi tahun 2011 yang dicetak dalam Quarterly Journal of Experimental Psychology meneliti manfaat berbicara kepada diri sendiri dengan menugaskan 20 peserta untuk menemukan objek tertentu di supermarket.
Selama satu percobaan, tidak ada yang diizinkan berbicara saat mereka mencari barang belanjaan yang diberikan. Namun, pada uji coba kedua, peserta diberi tahu bahwa mereka dapat mengulangi nama objek dengan lantang saat mencarinya.
Pada uji coba kedua, lebih mudah bagi subjek untuk menemukan barang. Berbicara kepada diri mereka sendiri dengan keras memicu ingatan mereka dan menciptakan hubungan yang lebih kuat antara target bahasa dan visual.
Advertisement
Agar memotivasi diri kita sendiri
Selanjutnya, Self-Reinforcement Theory menunjukkan bahwa orang berbicara kepada diri mereka sendiri sebagai bentuk motivasi dan dorongan diri. Dengan memberikan afirmasi positif atau memberikan instruksi pada diri sendiri, individu dapat meningkatkan rasa percaya diri, mengatur perilaku, dan meningkatkan kinerjanya dalam berbagai aktivitas.
Sebuah studi lain yang diterbitkan di Procedia, Ilmu Sosial dan Perilaku meneliti bagaimana motivasi self-talk memengaruhi pemain bola basket selama latihan. Para ilmuwan menemukan bahwa ketika para pemain mengucapkan kata-kata yang menyemangati diri mereka sendiri dengan lantang, mereka akhirnya mengoper bola lebih cepat.
Memproses emosi negatif
The Psychodynamic Theory memandang berbicara dengan diri sendiri sebagai ekspresi konflik batin atau emosi yang belum terselesaikan. Dalam perspektif ini, dialog diri berfungsi sebagai cara untuk memproses dan mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan keinginan yang mungkin tidak mudah diekspresikan dalam interaksi sosial eksternal.
Penelitian telah menemukan, bahwa dialog internal membantu mengatasi tekanan sosial terkait berbicara di depan umum dan memberi kesan positif pada orang lain. Penelitian lain menemukan bahwa individu yang terlibat dalam self-talk jarak jauh (mengacu pada diri sendiri sebagai orang ketiga) sambil merenungkan pengalaman negatif mengalami penurunan tekanan emosional dan menunjukkan peningkatan pemrosesan kognitif dari ingatan.
Ini menunjukkan bahwa self-talk dapat membantu individu memproses dan mengintegrasikan emosi yang belum terselesaikan terkait dengan pengalaman masa lalu.
Kondisi yang Harus Dikhawatirkan
Walaupun berbicara dengan diri sendiri memiliki banyak manfaat, tapi ada juga beberapa hal yang harus menjadi perhatian. Terlebih memang tidak ada alasan untuk percaya bahwa ada yang salah dengan Anda jika Anda sering mengobrol dengan diri sendiri. Jika ada, self-talk eksternal membuat seseorang lebih waspada, sadar, dan mampu memproses perasaannya.
Namun, selalu ada pengecualian terhadap norma dan, seperti yang ditulis Jeffrey S. Nevid Ph.D., ABPP di Psychology Today, “Orang yang menderita gangguan mental serius, seperti skizofrenia, juga terlibat dalam dialog diri, dan mereka mungkin diamati melakukan percakapan dengan suara-suara di dalam kepala mereka."
Menurut Nevid, perbedaannya di sini adalah bahwa bentuk ucapan diri ini mengarahkan kepemilikan ucapan batin kepada orang atau kekuatan lain di luar diri sendiri.
Selanjutnya, jika Anda menemukan diri Anda terlibat dalam self-talk yang melibatkan angka, frasa, atau mantra yang berulang dan menjadi mengganggu atau sulit dihentikan, ini bisa menjadi masalah emosional yang perlu ditelusuri dengan profesional medis yang berkualifikasi.
Advertisement