Liputan6.com, Jakarta Tak banyak yang tahu, sebagai salah satu pulau terluar di Indonesia, Pulau Natuna memiliki banyak keanekaragaman hayati yang berbeda, atau bahkan tak dapat ditemukan di daerah lain di Indonesia.Â
Salah satunya adalah Kekah Natuna (Presbytis natunae), primata endemik yang hanya dapat ditemui di Pulau Natuna, tepatnya Bunguran Besar. Di pulau ini, Kekah Natuna dapat ditemukan di hutan, kebun karet tua, daerah riparian, bahkan di hutan mangrove dan kebun campuran.
Baca Juga
Meski menjadi hewan endemik, sayangnya keberadaan Kekah di Natuna sudah mulai langka. Dalam daftar status kelangkaan suatu spesies atau International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) Red List, Kekah termasuk dalam status Venurable atau dalam risiko kepunahan.Â
Advertisement
Tingginya angka perburuan untuk dipelihara adalah salah satu alasan semakin sedikitnya jumlah Kekah di alam liar. Tambahan lagi, di kepulauan tersebut belum adanya kawasan perlindungan atau konservasi untuk Kekah itu sendiri.
Ahdiani, seorang penduduk asli Natuna, telah lama mengupayakan langkah konservasi untuk mencegah kepunahan Kekah. Ia mengakui, meski merupakan hewan endemik yang terancam punah dan dijadikan ikon, sayangnya tak ada upaya pelestarian terhadap hewan tersebut.
"Nah, kami mencoba untuk hadir, mempelajari perilakunya, memberi edukasi, serta mengajak pihak-pihak lain untuk terlibat dalam upaya konservasi supaya Kekah tetap ada," ungkap dia saat ditemui di sebuah warung kopi di Ranai, Natuna pada Senin (13/5/2024).
Ia bersama teman-teman kemudian mendirikan komunitas pemerhati primata Natuna bernama Mantau Kekah. Salah satu kegiatannya adalah Kekah Watching.Â
"Ini merupakan kegiatan mengamati, mempelajari, atau hanya mengagumi mereka di habitatnya. Kita jadikan Kekah sebagai objek atraksi wisata dengan harapan akan dibangun konservasi untuk mereka."
Â
Melakukan edukasi pada warga
Tak hanya itu, Mantau Kekah juga melakukan edukasi kepada para pemuda dan anak-anak di Natuna, membangun komunikasi agar semua lembaga juga terlibat.
"Karena upaya konservasi akan terlaksana kalau semua pihak melakukan upaya yang sama," tukasnya.
Ahdiani menjelaskan selama ini masih banyak penangkapan terhadap Kekah karena rupanya yang unik amat menarik untuk dipelihara.Â
Kekah dewasa memiliki rambut berwarna abu-abu gelap atau hitam serta putih di beberapa bagian. Yang membuat mereka tampak unik adalah bagian wajah mereka yang seperti berkacamata. Sementara Kekah kecil memiliki rambut yang mayoritas putih.
"Selain ditangkap, selama ini masih ada konflik dengan masyarakat. Warga sini, khususnya petani, banyak yang menganggap hewan ini sebagai hama," ujar Ahdiani.
Â
Advertisement
Jumlah Kekah yang makin menyusut
Hal ini terjadi karena Kekah kerap memakan buah-buahan di kebun atau lahan yang dimiliki warga. Padahal, perubahan status lahan juga lah yang membuat Kekah melakukan hal tersebut.Â
Ini membuat jumlah Kekah di alam liar semakin menyusut. Riset terakhir pada tahun 2003 oleh Lamertink mencatat populasi hewan ini yang kurang dari 10 ribu ekor dan belum ada data terbaru. Diduga, jumlah mereka saat ini sudah berkurang drastis.
"Karena itu, kami juga melakukan edukasi dan literasi ekologi ke masyarakat. Bahwa Kekah ini memiliki peran penting di ekosistemnya. Ketika Kekah punah, pasti akan ada dampak pada ekosistem ini."
Â
Butuh adanya konservasi
Ahdiani mengaku, apa yang ia lakukan bersama teman-teman Mantau Kekah belum lah cukup. Butuh keterlibatan berbagai pihak agar upaya konservasi primata langka ini dapat tercipta.Â
"Harapan kita adalah semua pihak, lokal atau luar, harus punya pemahaman yang sama bahwa Kekah ini harus dilestarikan. Agar bisa dinikmati oleh generasi berikutnya," pungkas dia.
Advertisement