Liputan6.com, Jakarta Dispraksia adalah kondisi medis yang mempengaruhi koordinasi gerakan tubuh. Anak yang mengalami dispraksia mungkin kesulitan melakukan aktivitas fisik seperti anak-anak lainnya, yang dapat menghambat perkembangan mereka dalam menjalani kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengenali tanda-tanda awal dispraksia agar bisa memberikan penanganan yang tepat.
Kondisi ini lebih sering dialami oleh anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Meskipun dispraksia tidak mempengaruhi kecerdasan anak, gangguan ini dapat menyebabkan kesulitan dalam berbagai aspek kehidupan anak, seperti keseimbangan, koordinasi, dan keterampilan motorik. Mengenali gejala dispraksia sejak dini sangat penting untuk memberikan intervensi yang diperlukan.
Baca Juga
Gejala dispraksia sering muncul sejak usia dini, namun sering kali sulit terdeteksi karena setiap anak berkembang pada kecepatan yang berbeda-beda. Beberapa gejala umum pada anak dengan dispraksia meliputi gangguan keseimbangan dan keterlambatan bicara. Berikut adalah informasi lengkap mengenai gejala, diagnosis, penanganan, serta dukungan yang bisa diberikan oleh orang tua.
Advertisement
Tanda Klinis Dispraksia pada Anak
Anak dengan dispraksia biasanya mengalami gangguan keseimbangan dan keterlambatan dalam perkembangan motorik mereka. Gejala ini dapat terlihat dari kesulitan anak dalam mempelajari teknik baru, mengingat informasi, serta mempraktikkan kemampuan dasar sehari-hari seperti makan, berpakaian, atau mengikat tali sepatu. Selain itu, anak-anak ini juga sering kali kesulitan dalam menulis, menggambar, dan menggenggam benda kecil.
Selain gangguan fisik, dispraksia juga mempengaruhi kemampuan anak dalam memahami situasi sosial dan mengelola emosi mereka. Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam manajemen waktu, perencanaan, dan mengatur sesuatu yang berantakan. Pada bayi, tanda-tanda dispraksia bisa terlihat dari waktu yang lebih lama untuk duduk, merangkak, dan berjalan dibandingkan dengan anak-anak lain pada umumnya.
Advertisement
Diagnosis dan Penanganan Dispraksia
Ketika orang tua mencurigai adanya gejala dispraksia pada anak mereka, langkah pertama yang harus dilakukan adalah konsultasi dengan dokter. Dokter akan melakukan pemeriksaan kondisi saraf anak untuk memastikan apakah gejala yang muncul disebabkan oleh dispraksia. Jika diagnosis dispraksia ditegakkan, dokter akan merencanakan sejumlah langkah penanganan untuk membantu anak dalam aktivitas sehari-hari.
Terapi okupasi merupakan salah satu penanganan yang sering digunakan untuk membantu anak melakukan aktivitas harian seperti makan, mandi, atau menulis. Selain itu, terapi wicara juga penting untuk melatih kemampuan anak berkomunikasi dengan lebih jelas. Terapi motorik perseptual juga diberikan untuk meningkatkan kemampuan bahasa, visual, gerak, serta pemahaman anak terhadap lingkungan sekitarnya.
Dukungan Orang Tua dalam Mengatasi Dispraksia
Peran orang tua sangat penting dalam membantu anak mengatasi tantangan yang dihadapi akibat dispraksia. Beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk mendukung anak mereka antara lain mengajak anak berolahraga ringan guna mendorong koordinasi gerak aktif. Olahraga ringan seperti berjalan, berlari, atau bermain bola dapat membantu meningkatkan koordinasi dan keseimbangan anak.
Selain itu, mengajak anak bermain puzzle juga bisa membantu kemampuan visual dan pemahaman anak. Melatih anak untuk menulis atau menggambar dengan alat tulis, serta bermain lempar bola untuk membantu koordinasi gerak mata dengan tangan, juga bisa menjadi kegiatan yang bermanfaat. Dukungan yang konsisten dan penuh kasih sayang dari orang tua sangat diperlukan untuk membantu anak mengatasi dispraksia.
Advertisement
Faktor Risiko Dispraksia
Dispraksia terjadi ketika saraf dan bagian otak yang menangani koordinasi gerak tubuh mengalami gangguan. Penyebab pasti dari kondisi ini belum jelas, tetapi beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan anak mengalami dispraksia termasuk kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, riwayat keluarga dengan dispraksia, serta ibu yang mengonsumsi alkohol selama kehamilan.
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang lahir prematur atau dengan berat badan di bawah rata-rata memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami dispraksia. Selain itu, riwayat keluarga dengan dispraksia juga dapat menjadi faktor risiko yang signifikan. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk memperhatikan tanda-tanda awal dispraksia dan segera berkonsultasi dengan dokter jika mencurigai adanya gejala pada anak mereka.
Apakah dispraksia mempengaruhi kecerdasan anak?
Tidak, dispraksia tidak mempengaruhi kecerdasan anak.
Advertisement
Kapan tanda-tanda dispraksia biasanya muncul?
Tanda-tanda dispraksia biasanya muncul sejak usia dini, tapi sering sulit terdeteksi.
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)