Tanpa Kaki dan Satu Tangan, Seorang Biksu Berhasil Bangun Kuil Budha

Disabilitas bukan alasan untuk berhenti berkarya. Seorang biksu Budha asal Korea Selatan memegang teguh perkataannya itu.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 11 Jan 2020, 19:08 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2020, 19:08 WIB
Para Biksu Nepal Doa Bersama Demi Perdamaian Dunia
Seorang biksu memanjatkan doa selama festvial Budha yang merupakan rangkain Monlam di Kathmandu, Nepal (7/1/2020). Monlam adalah acara tahunan di mana para biksu berdoa untuk perdamaian dunia. (AP Photo/Niranjan Shrestha)

Liputan6.com, Jakarta Disabilitas bukan alasan untuk berhenti berkarya. Seorang biksu Budha asal Korea Selatan memegang teguh perkataannya itu.

Ia adalah pria tua yang berhasil membangun sebuah kuil Budha di suatu desa di selatan Korea. Dalam keadaan tanpa tangan kanan dan dua kaki, ia tetap menjalani hidup dengan bahagia.

Seperti dilansir dari tayangan SBS ‘What On Earth’,  keadaan ini dimulai sejak usia 25 tahun. Kala itu, cita-citanya adalah menjadi seorang insinyur konstruksi. Cita-cita itu seketika musnah setelah kecelakaan kereta merenggut kaki dan salah satu tangannya.

"Saya bangun setelah tiga hari dan ketika saya membuka mata, saya kehilangan segalanya. Semua anggota tubuh saya diamputasi bagaimana saya bisa hidup?” katanya kepada SBS ‘What On Eart’.

Sebagai anak muda, kehilangan tangan dan kaki seolah kehilangan segalanya. Putus asa menyerang perasaan, bahkan ia sempat melakukan percobaan bunuh diri sebanyak tiga kali.

"Lalu saya berpikir bahwa dunia membutuhkan saya, itu sebabnya tidak akan membiarkan saya mati,"

Biksu yang memiliki keahlian membetulkan perangkat listrik ini akhirnya bertekad untuk bangkit. Tangan kiri yang masih dimiliki adalah tangan emas baginya.

“Saya bertanya, apa yang ingin dibangun. Ternyata ia membangun kuil Budha selama 18 tahun dan hidup dengan baik sejak saat itu,” ujar seorang tetangga.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Mengenyam Pendidikan di Usia Tua

Biksu Difabel
Foto: SBS 'What On Earth'

Keseharian sang biksu dihabiskan dengan beribadah, mengurus kebun, memanen cabai, bahkan memotong kayu. Dua lempeng kardus digunakan untuk alas berjalan secara bergantian.

"Jika seseorang mau, mereka bisa melakukan apa saja. Jika Anda mengatakan sesuatu tidak akan berhasil, itu karena Anda tidak pernah mencoba,” ujar sang Biksu.

Keterbatasan yang dimiliki ternyata menghambat pada kehidupan pendidikannya. Namun, seolah tak patah semangat, biksu ini tetap melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi.

Pada 2014 sampai 2015 ia lulus ujian kualifikasi untuk kelulusan sekolah menengah. Setelah lulus SMA, pada 2016 ia berkuliah di salah satu universitas dan menjadi mahasiswa tertua di sana.

"Saya sempat memikirkan, apa saya lanjut pendidikan atau tidak. Tapi saya menginginkannya dan saya tidak bisa menggunakan kecacatan sebagai alasan,” pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya