Terjang Rintangan Mobilitas, Mahasiswa Difabel Ini Berhasil Lulus S2 dengan Predikat Cumlaude

Kisah Ida Mujtahidah, penyandang disabilitas fisik yang berhasil sabet gelar S2 di UGM.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 11 Feb 2025, 09:00 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2025, 09:00 WIB
Terjang Rintangan Mobilitas, Mahasiswa Difabel Ini Berhasil Lulus S2 dengan Predikat Cumlaude
Terjang Rintangan Mobilitas, Mahasiswa Difabel Ini Berhasil Lulus S2 dengan Predikat Cumlaude. Foto dibuat oleh AI.... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Ida Mujtahidah adalah penyandang disabilitas fisik yang baru-baru ini berhasil lulus S2 dengan predikat cumlaude dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.

Perempuan yang akrab disapa Ida menjadi salah satu dari 841 lulusan Program Magister, Spesialis, Subspesialis, dan Doktor yang diwisuda pada Program Pascasarjana di Grha Sabha Pramana UGM pada akhir Januari.

Dia berhasil menyelesaikan studi tepat waktu di Program Studi S2 Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) dengan semangat dan dedikasi yang konsisten. Bahkan ia tercatat lulus dengan predikat cumlaude karena memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,9.

Ida berkisah, keluarganya memiliki peran yang sangat besar dalam perjalanan kuliahnya. Baginya, keluarga selalu menjadi sumber dukungan moral, emosional, dan logistik yang dibutuhkan termasuk fasilitas kursi roda listrik.

Meski begitu, Ida mengaku sempat mengalami mental breakdown ketika menjalani masa kuliah. Beruntung, sesama Awardee LPDP turut membantunya mengatasi masa sulit tersebut dengan memastikan dirinya merasa aman, mendukung agar ia tetap percaya diri, serta mendampingi Ida selepas konsultasi rutin dengan psikolog.

“Tentu saja masih ada ruang perbaikan untuk meningkatkan awareness serta membangun budaya yang lebih inklusif di UGM,” tuturnya mengutip laman UGM, Senin (10/2/2025).

Tantangan Terbesar Selama Kuliah

Ida Mujtahidah
Ida Mujtahidah adalah penyandang disabilitas fisik yang baru-baru ini berhasil lulus S2 dengan predikat cumlaude dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Foto: UGM.... Selengkapnya

Sebagai penyandang disabilitas, Ida menjelaskan tantangan terbesar yang harus dihadapi saat menjalankan perkuliahan adalah menjaga stamina fisik dan menghadapi keterbatasan mobilitas.

Meski begitu, jadwal yang terorganisir, dukungan keluarga, serta semangat untuk segera lulus kuliah, menjadi sumber semangat untuk melewati berbagai rintangan dan tetap fokus pada tujuan.

Di sisi lain, pihak kampus juga memberi dukungan berupa fasilitas yang ramah disabilitas. Dukungan layanan aksesibilitas yang disediakan Fisipol dan UGM secara umum seperti lift yang aktif untuk seluruh lantai, adanya ruangan khusus untuk pengunjung disabilitas di Perpustakaan dan Arsip, serta tambahan jalur landai di FISIPoint.

Bahkan sistem pembelajaran hybrid antara daring dan luring dengan pengumpulan tugas yang bisa dilakukan secara daring juga dirasa semakin memudahkan dirinya mengerjakan tugas perkuliahan.

“UGM telah menyediakan berbagai fasilitas ramah disabilitas, seperti ramp, handrail dan layanan pendukung. Namun, peningkatan masih dibutuhkan, misalnya dalam hal penyediaan transportasi kampus yang lebih inklusif dan akses untuk gedung tua,” jelasnya.

Perjalanan Studi Ida

Ida memulai studi sejak 2023. Selama kuliah, ia aktif melakukan advokasi bagi penyandang disabilitas.

Selain itu, ia juga aktif mengikuti berbagai konferensi. Ida sempat terpilih sebagai best paper presenter pada 6th International Conference on Interreligious Studies (ICONIST) yang diselenggarakan oleh UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Dirinya juga terpilih menjadi partisipan dalam Sekolah Riset Advokasi Disabilitas 2024 yang merupakan kolaborasi antara SAPDA (Sentra Advokasi Perempuan, Difabel, dan Anak) dan KONEKSI (Knowledge Partnership Platform Australia – Indonesia).

Ida patut berbangga karena pada program tersebut hanya 21 orang yang dipilih dari ratusan periset disabilitas di seluruh Indonesia. Selain itu, Ida juga diundang sebagai peserta pada Konferensi Internasional Pengetahuan dari Perempuan yang diselenggarakan oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan (Komnas) Perempuan di Universitas Brawijaya pertengahan September 2024 lalu.

Harap Bisa Berkontribusi Lebih dalam Advokasi Penyandang Disabilitas

Usai lulus, Ida berharap bisa berkontribusi lebih luas dalam advokasi penyandang disabilitas, khususnya dalam membangun kebijakan inklusif.

Ia pun berencana untuk melanjutkan studi ke jenjang berikutnya. Menurutnya, pendidikan tinggi memiliki peran penting dalam membuka peluang kerja bagi penyandang disabilitas.

“Kampus tidak hanya memberikan ilmu, tetapi juga membangun kepercayaan diri dan jaringan profesional yang diperlukan untuk bersaing,” ujarnya.

Di sisi lain, imbuhnya, masyarakat juga perlu mendukung para penyandang disabilitas dengan membangun pemahaman tentang kebutuhan mereka, menghapus stigma, dan memberikan kesempatan yang sama di berbagai aspek, termasuk pendidikan dan pekerjaan.

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya