Liputan6.com, Jakarta Andi Nurul, seorang mahasiswi penyandang tuli sadar betul akan pentingnya pendidikan. Kini, mahasiswi jurusan teknik industri ini mengenyam pendidikan di Universitas Brawijaya.
Dalam kesehariannya di kampus, ada beberapa hal yang menyulitkan baginya. Namun, ia tak patah semangat dan terus berjuang memenuhi semua tantangan kampus.
Hal yang menyulitkan bagi Nurul di antaranya komunikasi dengan dosen dan teman. Sesekali ia mendapatkan pendamping. Namun, pendamping tak selamanya memiliki waktu luang yang sama dengan kesibukan Nurul.
Advertisement
“Pendamping bisa bantu buat komunikasi, kalau orang ngomongnya cepat aku bisa tanya ke pendamping, bisa menjadi juru bahasa isyarat untuk kesetaraan komunikasi,” ujar Nurul melalui juru bahasa isyarat dalam diskusi daring Konekin, (27/5/2020).
“Tapi, kadang waktu tidak sesuai dengan pendamping. Misal relawan pendamping tiba-tiba tidak bisa mendampingi di hari-H. Kalau begitu sebaiknya berbicara dari awal agar aku bisa cari pendamping lain.”
Simak Video Berikut Ini:
Mengatasi Masalah
Kalau pendamping tidak bisa mendampingi di saat ia hendak bertemu dosen, solusi yang ia lakukan adalah berbicara langsung kepada dosen.
“Mencoba menjelaskan bahwa saya tuli, meminta dosen agar tidak terlalu cepat menjelaskannya.”
Menjadi terbuka dan memberi pengertian kepada dosen adalah hal penting bagi Nurul. Dengan demikian, ia dapat menangkap materi yang diberikan dengan baik.
Keterbukaan dan usaha sendiri ketika tidak ada pendamping pun sering dilakukan kepada teman-temannya. Ketika, pembagian tugas kelompok, mahasiswi berhijab ini harus aktif bertanya kepada teman-temannya apa ia boleh bergabung dengan kelompok belajar tersebut.
Menurut Nurul, menjadi mahasiswi tuli tak boleh malu-malu atau terlalu sungkan sungkan. Ia juga mengaku senang, pada akhirnya banyak teman yang ingin belajar bahasa isyarat dengannya.
Advertisement