Liputan6.com, Jakarta Memiliki saudara dengan disabilitas intelektual ternyata memiliki dampak yang lebih positif pada empati dan kedekatan seorang anak, daripada anak yang memiliki saudara kandung pada umumnya.
Temuan ini dilaporkan dalam penelitian yang dilakukan Tel Aviv University dan University of Haifa di Israel. Studi yang dirilis pada awal Januari 2020 tersebut dimuat di Research in Development Disabilities.
Baca Juga
Para peneliti melakukan penelitian pada hubungan anak-anak yang berkembang bersama dengan saudara kandungnya, baik dengan atau tanpa disabilitas intelektual, melalui karya seni dan kuesioner.
Advertisement
"Memiliki anak penyandang disabilitas dalam keluarga menempatkan tuntutan unik pada semua anggota keluarga, termasuk saudara kandung yang sedang tumbuh," kata Profesor Anat Zaidman-Zait dari Department of School Counseling and Special Education Tel Aviv University.
"Meskipun ada tantangan, tantangan tersebut sering kali disertai dengan kontribusi positif jangka pendek dan jangka panjang," kata Zaidman-Zait yang merupakan peneliti studi tersebut, seperti dilansir dari Science Daily pada Jumat (16/4/2021).Â
Dalam studinya, Zaidman-Zait mengatakan bahwa mereka menemukan bahwa relasi di antara anak dengan saudara kandung yang memiliki disabilitas intelektual, lebih suportif daripada relasi di antara saudara kandung pada umumnya.
"Secara khusus, kami menemukan anak dengan saudara kandung dengan disabilitas intelektual mendapat skor lebih tinggi pada empati, pengajaran, dan kedekatan serta skor lebih rendah pada konflik dan persaingan dibandingkan saudara kandung yang berkembang biasanya."
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Studi Hubungan Saudara
Para ilmuwan melakukan studi pada sekitar 60 anak usia 8 hingga 11 tahun, di mana setengah dari mereka memiliki saudara kandung dengan disabilitas, melalui gambar dan kuesioner tentang relasi mereka dengan saudaranya.
Ibu dari pasangan saudara peserta juga diminta menjawab kuesioner tentang kualitas hubungan persaudaraan anak-anak mereka.
Dua kelompok anak tersebut lalu diminta menggambarkan diri mereka sendiri dan saudaranya. Terapis seni lalu menggunakan beberapa kriteria yang ditetapkan dalam menilai ilustrasi.
Anak-anak lalu diminta mengisi kuesioner yang menilai perasaan kedekatan, dominasi, konflik, dan persaingan yang mereka rasakan terhadap saudara mereka.
Dari hasil peninjauan ilustrasi dan kuesioner anak dan kuesioner ibu ditemukan, anak dengan saudara kandung disabilitas intelektual memiliki skor yang lebih tinggi secara signifikan dalam empati, pengajaran, dan kedekatan dalam hubungan persaudaraan mereka.
Selain itu, skor konflik dan persaingan dalam hubungan lebih rendah dibandingkan dengan anak yang memiliki saudara pada umumnya.
"Kami berargumen bahwa memiliki anggota keluarga penyandang disabilitas membuat anggota keluarga lainnya, termasuk biasanya anak-anak yang sedang tumbuh, lebih memperhatikan kebutuhan orang lain," kata Zaidman-Zait.
Advertisement