Patut Tahu, Empati dan EQ Bisa Jadi Penentu Kesuksesan Karir

Berikut ini beberapa pemahaman yang lebih dalam seputar empati dan kaitannya dengan kecerdasan emosional (EQ).

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Jan 2021, 06:00 WIB
Diterbitkan 29 Jan 2021, 06:00 WIB
[Fimela] bekerja
ilustrasi bekerja di kantor | unsplash.com/@brookecagle

Liputan6.com, Jakarta Setiap orang pasti memiliki rasa empati. Namun di samping itu, ternyata rasa empati bisa berkurang. Padahal rasa tersebut sangat berpengaruh untuk meningkatkan karir, terutama dalam suatu tim.

Menurut Psychology Today, seorang individu yang menghadapi trauma terus menerus akan membuat keadaan diri sendiri menjadi lelah. Banyak seseorang yang merasakan efek kelelahan karena trauma secara ekstensif.

Terlebih jika ditambah kurangnya perhatian dari orang sekitar. Oleh karena itu, penting adanya rasa empati untuk dimiliki setiap orang.

Sementara itu, banyak orang yang beranggapan bahwa rasa empati merupakan soft skill. Namun, di mata seorang pemimpin sejati, mereka melihat ada kekuatan lebih dalam pemahaman rasa empati tersebut. Karena pada dasarnya, empati adalah hal mengenai pemahaman, di mana dia mampu peduli terhadap seseorang dari sudut pandang lain.

Dalam suatu tim, tanpa adanya rasa empat, tim akan rusak. Seorang pemimpin akan kehilangan rasa hormat atau wibawanya. Anggota lainnya saling tidak mengenali sehingga memungkinkan akan menghasilkan kerja sama yang tidak efektif. Dengan begitu, potensi dalam tim tersebut juga tidak akan terlihat.

Melihat situasi sekarang ini yang masih dalam masa pandemi, rasa empati bisa jadi mulai berkurang. Seperti yang dikatakan sebelumnya, padahal rasa empati tersebut penting khususnya dalam suatu tim. Oleh karena itu, bagaimanakah Anda tetap memiliki dan lebih memahami dari rasa empati yang seharusnya ada dalam suatu tim atau organisasi?

Melansir laman Forbes, Jumat (29/1/2021), berikut ini beberapa pemahaman yang lebih dalam seputar empati dan kaitannya dengan kecerdasan emosional (EQ). Para organisator harus mengetahuinya dan pasti akan membutuhkannya.

1. Empati bukanlah simpati

Simpati ada bagiannya, sedangkan rasa empati adalah hal tentang melihat segala sesuatu sebagaimana adanya tentang orang lain tanpa melibatkan perasaan diri sendiri.

Menjadi seorang pemimpin atau manajer, berempati berarti melihat dan memahami perasaan orang lain. Dalam hal tersebut, kecerdasan emosional (EQ) yang mampu membantu Anda untuk mengatur suasana hati yang sedang dirasakan di tengah-tengah kejadian tersebut.

Sebagai pemimpin, tentu harus bisa membantu orang lain untuk mengatasi keadaan. Untuk itu, betapa pentingnya rasa empati dimiliki oleh setiap pemimpin dan dalam anggota organisasi.

2. Kasih sayang koginitif merupakan keterampilan kepemimpinan

Memiliki rasa empati terkadang diartikan sebagai perasaan lain – yang lebih – yang diberikan kepada seseorang.

Lagi-lagi, kecerdasan emosional yang mampu mengontrolnya. Cognitive Compassion adalah cara lain dari kecerdasa emosional, secara teknis itu adalah ikut merasakan keadaan orang lain tanpa memengaruhi emosional diri sendiri. Kapasitas untuk menyadari emosi adalah inti dari kesuksesan dalam kepemimpinan.

 

Saksikan Video Ini

3. Kecerdasan emosional merupakan bahan utama berkarir

[Fimela] Bekerja di kantor
Tips memprioritaskan pekerjaan | unsplash.com

Memahami keadaaan emosional orang-orang sekitar sangat penting dalam sebuah tim terutama saat menjadi pemimpin.

Anda berperan besar untuk membuat langkah menuju persatuan tim yang kuat. Jika Anda tidak mampu, tentu tidak bisa membawa tim kepada tujuan yang akan diraih sebenarnya. Untuk itu, Anda sebagai pemimpin sangat berpengaruh terhadap anggota lainnya.

Salah satu hal yang bisa dijadikan contoh adalah rasa kepemimpinan tanpa otoritas terkadang muncul dari tempat pelayanan.

Cobalah memposisikan saat Anda bekerja di tempat pelayanan, Anda akan belajar bagaimana dapat memahami bagaimana kondisi orang yang ada di sekitar Anda.

Pada intinya, pemimpin yang memiliki rasa empati dapat membantu keadaan orang lain untuk bangkit dengan cara yang mungkin mereka belum lakukan.

Sebagai pemimpin, kini saatnya untuk berhenti egois, menasihati hanya diri sendiri dan mengerti keadaan pribadi. Akui keberadaan diri Anda dan buat beberapa pilihan yang cerdas untuk terus maju.

 

Reporter: Aprilia Wahyu Melati

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya