Liputan6.com, Jakarta Merupakan pemandangan yang langka melihat wanita berhijab ikut berkompetisi pada rangkaian perlombaan olahraga dunia Olimpiade. Namun, kehadiran wanita menggunakan hijab menjadi warna baru dalam ajang olahraga bergengsi tersebut. Standar atletik internasional juga telah mereka penuhi dan tidak ada larangan bagi mereka yang berbakat untuk mewakili negaranya berjuang di Olimpiade.
Meski masih banyak pro dan kontra tentang keikutsertaan mereka bertanding di kejuaraan dunia, para atlet ini berusaha menampilkan yang terbaik.
Seperti yang dialami Doaa El-Gobashy dan Nada Meawad dari Mesir, yang menjadi wanita muslim pertama bagi negaranya berlaga pada cabang olahraga voli pantai di Olimpiade Rio 2016. Jika biasanya atlet voli berbusana minim, kedua atlet berhijab ini mengenakan seragam yang sederhana ditambah dengan hijab.
Advertisement
"Saya telah mengenakan jilbab ini selama 10 tahun, hal ini tidak menghalangi saya melakukan apa yang saya suka, seperti voli pantai yang merupakan kegemaran saya," ungkap El-Ghobashy seperti yang dilansir dari situs TheNational, Senin (15/8/2016).
Begitu juga dengan Hassiba Boulmerka dari Aljazair, ia berhasil membawa pulang medali emas pertama untuk cabang olahraga lari 1500 m di Olimpiade Barcelona. Namun pencapaiannya ini tidak bisa mengubah pandangan konservatif dari pemerintah di negaranya. Selain berjuang untuk mengharumkan nama bangsa, wanita berhijab ini juga harus bersiap menerima ancaman hukuman mati yang bisa saja dilayangkan saat kembali ke negaranya.
Bagaimanapun sulitnya wanita berhijab memperlihatkan kemampuannya, negara asal mereka masih belum terbuka untuk memberikan kebebasan. Hal ini disebabkan karena negara asal mereka masih mempercayai keyakinan bahwa wanita tidak akan bisa lebih baik dari pria.
Awal dukungan wanita berhijab mengikuti Olimpiade
Berdasarkan sejarah, fenomena sulitnya wanita berhijab memperlihatkan kemampuan diri mulai berubah pada tahun 1984. Hal itu terjadi ketika Nawal El Moutawakel menjadi wanita muslim berhijab pertama yang memenangkan medali di Olimpiade Los Angeles. Gadis 22 tahun ini mengukir sejarah dan membawa negaranya, Maroko mendapatkan medali emas pada cabang olahraga lari rintangan 400 meter.
Kemudian Raja Maroko saat itu, Raja Hassan II berjanji kepadanya memberikan dukungan penuh dan memerintahkan untuk semua gadis yang lahir pada tanggal kemenangannya yaitu 8 Agustus akan diberi nama Nawal.
Semangat Nawal akhirnya dilanjutkan hingga Olimpiade Rio 2016 saat ini. Wanita dari negara-negara konservatif seperti Arab Saudi, Qatar, Bahrain, Yaman, dan UEA bersaing dengan menggunakan hijab mereka.
Zahra Lari, atlet cabang olahraga ski dari UEA juga terlihat memukau dalam balutan seragam dengan hijab. Hijab tidak menghalangi dirinya mengekspresikan diri. Bahkan ia merasa bangga dengan keingintahuan rekan dari negara lain dengan hijab yang ia gunakan.
"Saya merasa bangga ketika orang bertanya kepada saya pertanyaan tentang jilbab dan tentang negara asal saya," tutup gadis 21 tahun ini.