Memahami Arti Weton Jawa: Tradisi, Perhitungan, dan Pengaruhnya

Pelajari arti weton Jawa, cara menghitungnya, serta pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat. Temukan makna di balik tradisi budaya Jawa ini.

oleh Septika Shidqiyyah Diperbarui 08 Mar 2025, 16:30 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2025, 16:30 WIB
arti weton jawa
arti weton jawa ©Ilustrasi Dedy Eka Timbul Prayoga dari Pixabay... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Weton merupakan salah satu warisan budaya Jawa yang masih dipegang teguh oleh sebagian masyarakat hingga saat ini. Tradisi menghitung weton telah ada sejak zaman dahulu dan memiliki peran penting dalam berbagai aspek kehidupan orang Jawa. Meski di era modern ini banyak yang menganggapnya sebagai mitos belaka, namun weton tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari adat istiadat Jawa yang sarat makna filosofis.

Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam tentang arti weton Jawa, cara menghitungnya, serta pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat. Mari kita pelajari lebih lanjut tentang tradisi unik ini dan nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung di dalamnya.

Pengertian dan Sejarah Weton Jawa

Weton dalam bahasa Jawa berarti "keluar" atau "lahir". Secara istilah, weton merujuk pada hari kelahiran seseorang berdasarkan penanggalan Jawa. Weton merupakan gabungan antara hari dalam seminggu (Senin-Minggu) dengan hari pasaran Jawa yang terdiri dari 5 hari (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon).

Sistem penanggalan weton Jawa merupakan perpaduan antara kalender Saka (Hindu) dengan kalender Hijriyah (Islam). Kalender Saka menggunakan sistem 7 hari dalam seminggu, sementara hari pasaran berasal dari tradisi Jawa kuno yang menggunakan siklus 5 hari. Perpaduan kedua sistem ini menghasilkan siklus 35 hari yang disebut selapan.

Sejarah weton sendiri tidak dapat dipisahkan dari perkembangan kebudayaan Jawa. Sejak zaman kerajaan-kerajaan Jawa kuno, perhitungan hari dan tanggal sudah menjadi hal yang penting, terutama untuk menentukan waktu-waktu baik dalam melakukan berbagai kegiatan. Masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Jawa semakin memperkaya sistem penanggalan ini.

Pada masa penyebaran Islam di Jawa, para wali dan ulama tidak menghapus tradisi weton yang sudah mengakar. Sebaliknya, mereka justru mengadopsi dan mengintegrasikannya dengan ajaran Islam. Hal ini terlihat dari penggunaan nama-nama hari dalam bahasa Arab untuk hari-hari dalam seminggu, sementara hari pasaran tetap menggunakan istilah Jawa.

Hingga saat ini, weton masih digunakan oleh sebagian masyarakat Jawa dalam berbagai aspek kehidupan. Mulai dari menentukan hari baik untuk hajatan, mencari kecocokan jodoh, hingga meramal nasib dan karakter seseorang. Meski banyak yang menganggapnya hanya sebagai mitos, namun weton tetap menjadi bagian penting dari kearifan lokal budaya Jawa.

Cara Menghitung Weton Jawa

Untuk memahami arti weton Jawa, kita perlu mengetahui cara menghitungnya terlebih dahulu. Perhitungan weton melibatkan dua komponen utama, yaitu hari dalam seminggu dan hari pasaran. Setiap hari dan pasaran memiliki nilai atau neptu masing-masing yang kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan angka weton.

Berikut adalah langkah-langkah untuk menghitung weton Jawa:

1. Menentukan Neptu Hari

Setiap hari dalam seminggu memiliki nilai neptu sebagai berikut:

  • Minggu: 5
  • Senin: 4
  • Selasa: 3
  • Rabu: 7
  • Kamis: 8
  • Jumat: 6
  • Sabtu: 9

2. Menentukan Neptu Pasaran

Hari pasaran Jawa juga memiliki nilai neptu masing-masing:

  • Legi: 5
  • Pahing: 9
  • Pon: 7
  • Wage: 4
  • Kliwon: 8

3. Menjumlahkan Neptu Hari dan Pasaran

Untuk mendapatkan angka weton, jumlahkan nilai neptu hari dengan nilai neptu pasaran.

Contoh perhitungan:

Jika seseorang lahir pada hari Rabu Kliwon, maka wetonnya adalah:

Neptu Rabu (7) + Neptu Kliwon (8) = 15

Jadi, weton orang tersebut adalah 15.

Penting untuk diingat bahwa siklus weton akan berulang setiap 35 hari sekali. Hal ini karena ada 7 hari dalam seminggu dan 5 hari pasaran, sehingga 7 x 5 = 35 hari.

Dalam tradisi Jawa, angka weton ini kemudian digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari meramal karakter seseorang hingga menentukan kecocokan jodoh. Meski terkesan sederhana, perhitungan weton memiliki makna filosofis yang mendalam bagi masyarakat Jawa.

Arti dan Makna Weton Jawa

Setelah mengetahui cara menghitung weton, mari kita bahas lebih lanjut tentang arti dan makna di balik angka-angka tersebut. Dalam primbon Jawa, setiap angka weton memiliki interpretasi tersendiri yang dipercaya dapat menggambarkan karakter, nasib, dan peruntungan seseorang.

Berikut adalah beberapa penafsiran umum tentang arti weton Jawa berdasarkan jumlah neptu:

1. Weton dengan Neptu 7-12

Orang dengan weton ini umumnya memiliki karakter yang tenang, sabar, dan tekun. Mereka cenderung berpikir matang sebelum bertindak dan tidak mudah terprovokasi. Dalam hal pekerjaan, mereka cocok dengan profesi yang membutuhkan ketelitian dan kesabaran tinggi.

Meski demikian, mereka juga perlu berhati-hati agar tidak terlalu pasif dan mudah dimanfaatkan orang lain. Tantangan bagi pemilik weton ini adalah menemukan keseimbangan antara kehati-hatian dan ketegasan dalam mengambil keputusan.

2. Weton dengan Neptu 13-18

Pemilik weton ini dipercaya memiliki karakter yang kuat, mandiri, dan ambisius. Mereka umumnya orang-orang yang goal-oriented dan tidak takut menghadapi tantangan. Dalam karir, mereka berpotensi menjadi pemimpin atau pengusaha sukses.

Namun, sifat ambisius mereka juga bisa menjadi bumerang jika tidak diimbangi dengan kebijaksanaan. Mereka perlu belajar untuk lebih fleksibel dan mempertimbangkan perasaan orang lain dalam mencapai tujuan mereka.

3. Weton dengan Neptu 19-24

Orang-orang dengan weton ini biasanya memiliki kecerdasan di atas rata-rata dan kemampuan adaptasi yang baik. Mereka cepat dalam mempelajari hal-hal baru dan memiliki bakat dalam bidang kreatif. Dalam pekerjaan, mereka cocok di bidang yang membutuhkan inovasi dan pemikiran out of the box.

Tantangan bagi pemilik weton ini adalah mengendalikan ego dan tidak mudah bosan. Mereka perlu belajar untuk konsisten dan menyelesaikan apa yang sudah dimulai, alih-alih selalu mencari tantangan baru.

4. Weton dengan Neptu 25-30

Weton dengan neptu tinggi ini dipercaya membawa keberuntungan bagi pemiliknya. Mereka umumnya memiliki karisma dan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Dalam kehidupan sosial, mereka sering menjadi pusat perhatian dan memiliki banyak pengikut.

Meski demikian, mereka juga perlu waspada terhadap sifat sombong dan merasa superior. Tantangan bagi pemilik weton ini adalah menggunakan "keberuntungan" mereka untuk kebaikan orang banyak, bukan hanya untuk kepentingan pribadi.

Perlu diingat bahwa interpretasi weton ini bersifat umum dan tidak mutlak. Dalam praktiknya, karakter dan nasib seseorang tidak hanya ditentukan oleh weton, tetapi juga oleh banyak faktor lain seperti pendidikan, lingkungan, dan pilihan hidup masing-masing individu.

Pengaruh Weton dalam Kehidupan Masyarakat Jawa

Meski di era modern ini banyak yang menganggap weton hanya sebagai mitos, namun pengaruhnya masih cukup signifikan dalam kehidupan sebagian masyarakat Jawa. Weton tidak hanya digunakan untuk meramal karakter seseorang, tetapi juga memiliki peran penting dalam berbagai aspek kehidupan.

Berikut adalah beberapa contoh pengaruh weton dalam kehidupan masyarakat Jawa:

1. Penentuan Hari Baik

Salah satu fungsi utama weton adalah untuk menentukan hari baik dalam melakukan berbagai kegiatan penting. Misalnya, dalam menentukan tanggal pernikahan, memulai usaha baru, atau bahkan membangun rumah. Masyarakat Jawa tradisional percaya bahwa dengan memilih hari yang sesuai dengan weton, kegiatan tersebut akan berjalan lancar dan membawa keberuntungan.

Dalam praktiknya, penentuan hari baik ini melibatkan perhitungan yang lebih kompleks dari sekadar menjumlahkan neptu. Ada berbagai faktor lain yang dipertimbangkan, seperti bulan dalam kalender Jawa, arah angin, dan posisi bintang. Biasanya, tugas ini diserahkan kepada sesepuh atau ahli primbon yang dianggap memiliki pengetahuan mendalam tentang hal ini.

2. Kecocokan Jodoh

Weton juga sering digunakan untuk menentukan kecocokan pasangan dalam pernikahan. Dalam tradisi Jawa, sebelum dua orang menikah, weton mereka akan dihitung dan dianalisis untuk melihat apakah mereka cocok atau tidak.

Perhitungan ini melibatkan penjumlahan neptu dari kedua calon pengantin, yang kemudian diinterpretasikan berdasarkan patokan tertentu. Misalnya, jika hasil penjumlahan adalah angka ganjil, ini dianggap sebagai pertanda baik. Sementara jika hasilnya genap, ini bisa dianggap kurang baik dan mungkin memerlukan ritual tertentu untuk "menetralisir" energi negatif.

Meski demikian, penting untuk dicatat bahwa kecocokan weton bukanlah satu-satunya faktor dalam menentukan keberhasilan sebuah pernikahan. Banyak pasangan yang tetap memilih untuk menikah meskipun weton mereka dianggap kurang cocok, dengan keyakinan bahwa cinta dan komitmen lebih penting daripada perhitungan tradisional.

3. Penamaan Anak

Dalam budaya Jawa, weton juga mempengaruhi pemilihan nama untuk anak yang baru lahir. Orang tua sering berkonsultasi dengan sesepuh atau ahli primbon untuk mendapatkan nama yang sesuai dengan weton si anak.

Nama yang dipilih biasanya mengandung makna yang baik dan diyakini dapat membawa keberuntungan bagi si anak di masa depan. Misalnya, anak yang lahir pada weton dengan neptu tinggi mungkin akan diberi nama yang mengandung unsur "cahaya" atau "kemuliaan".

4. Ritual dan Tradisi

Weton juga memiliki peran penting dalam berbagai ritual dan tradisi Jawa. Misalnya, dalam upacara "selapanan" atau peringatan 35 hari kelahiran bayi. Angka 35 ini berkaitan erat dengan siklus weton yang berulang setiap 35 hari.

Selain itu, ada juga tradisi "puasa weton" di mana seseorang berpuasa pada hari yang sama dengan hari kelahirannya. Puasa ini dipercaya dapat membawa keberkahan dan perlindungan dari bahaya.

5. Pemaknaan Filosofis

Di balik perhitungan matematis, weton juga mengandung makna filosofis yang mendalam. Bagi masyarakat Jawa tradisional, weton bukan sekadar angka, tetapi juga cerminan dari hubungan manusia dengan alam semesta.

Konsep weton mengajarkan bahwa setiap orang memiliki tempat dan peran unik dalam tatanan kosmis. Ini sejalan dengan filosofi Jawa "memayu hayuning bawana" atau menjaga keselarasan dunia. Dengan memahami wetonnya, seseorang diharapkan dapat menjalani hidup sesuai dengan "takdir" atau perannya masing-masing.

Meski pengaruh weton dalam kehidupan modern mulai berkurang, namun nilai-nilai filosofis di baliknya tetap relevan. Konsep keselarasan dengan alam dan introspeksi diri yang terkandung dalam tradisi weton masih bisa diterapkan dalam konteks kehidupan saat ini.

Kontroversi dan Kritik terhadap Weton

Meski masih dipegang teguh oleh sebagian masyarakat, penggunaan weton dalam berbagai aspek kehidupan juga menuai kontroversi dan kritik dari berbagai pihak. Beberapa argumen yang sering dilontarkan antara lain:

1. Tidak Ilmiah

Kritik utama terhadap weton adalah bahwa perhitungan dan interpretasinya tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat. Skeptis berpendapat bahwa tidak ada hubungan logis antara hari kelahiran seseorang dengan karakter atau nasibnya di masa depan.

Para ilmuwan dan akademisi umumnya menganggap weton sebagai bentuk pseudosains yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris. Mereka berpendapat bahwa kepribadian dan nasib seseorang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, dan pilihan hidup, bukan oleh tanggal kelahiran.

2. Bertentangan dengan Ajaran Agama

Beberapa pemuka agama, terutama dari kalangan yang lebih puritan, menganggap praktik weton sebagai bentuk syirik atau menyekutukan Tuhan. Mereka berpendapat bahwa hanya Tuhan yang menentukan takdir seseorang, bukan perhitungan manusia.

Meski demikian, ada juga tokoh agama yang lebih moderat yang memandang weton sebagai bagian dari kearifan lokal yang tidak bertentangan dengan ajaran agama, selama tidak dijadikan sebagai dogma mutlak.

3. Membatasi Pilihan Hidup

Kritik lain terhadap weton adalah bahwa praktik ini dapat membatasi pilihan hidup seseorang. Misalnya, ada orang yang menolak pekerjaan atau jodoh yang sebenarnya baik hanya karena dianggap tidak cocok dengan wetonnya.

Hal ini dianggap dapat menghambat kemajuan dan menimbulkan sikap fatalistik di masyarakat. Alih-alih berusaha keras untuk mencapai tujuan, orang mungkin akan cenderung pasrah pada "takdir" yang ditentukan oleh wetonnya.

4. Potensi Diskriminasi

Penggunaan weton dalam berbagai aspek kehidupan juga berpotensi menimbulkan diskriminasi. Misalnya, seseorang mungkin tidak diterima bekerja atau menikah hanya karena wetonnya dianggap kurang baik.

Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip kesetaraan dan hak asasi manusia yang menjadi landasan masyarakat modern.

5. Relevansi di Era Modern

Di tengah arus globalisasi dan kemajuan teknologi, banyak yang mempertanyakan relevansi weton di era modern. Mereka berpendapat bahwa masyarakat seharusnya lebih fokus pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi daripada berpegang pada tradisi kuno yang dianggap tidak rasional.

Meski demikian, ada juga yang berpendapat bahwa weton tetap memiliki nilai sebagai warisan budaya yang perlu dilestarikan, meski tidak harus diikuti secara kaku.

Terlepas dari pro dan kontra, penting untuk memahami weton dalam konteks budayanya. Bagi sebagian masyarakat Jawa, weton bukan sekadar perhitungan matematis, tetapi juga mengandung nilai-nilai filosofis yang mendalam tentang hubungan manusia dengan alam semesta.

Weton dalam Konteks Modern

Meski banyak menuai kritik, tradisi weton tidak serta-merta hilang di era modern. Sebaliknya, ada upaya-upaya untuk mereinterpretasi dan mengadaptasi konsep weton agar lebih relevan dengan konteks kekinian. Beberapa contoh perkembangan weton di era modern antara lain:

1. Digitalisasi Perhitungan Weton

Seiring perkembangan teknologi, muncul berbagai aplikasi dan situs web yang menawarkan layanan perhitungan weton secara digital. Hal ini memudahkan orang untuk mengetahui wetonnya tanpa harus berkonsultasi dengan ahli primbon.

Meski demikian, perlu dicatat bahwa interpretasi weton melalui aplikasi digital ini seringkali bersifat generik dan kurang mendalam dibandingkan dengan analisis dari ahli primbon tradisional.

2. Integrasi dengan Psikologi Modern

Beberapa praktisi mencoba mengintegrasikan konsep weton dengan teori psikologi modern. Mereka berpendapat bahwa meski tidak ada hubungan kausal langsung, ada kemungkinan korelasi antara pola kelahiran dengan perkembangan kepribadian seseorang.

Pendekatan ini mencoba memberikan penjelasan yang lebih rasional terhadap fenomena weton, meski masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan validitasnya.

3. Weton sebagai Alat Introspeksi

Alih-alih melihat weton sebagai ramalan takdir yang kaku, beberapa orang modern menggunakan konsep ini sebagai alat untuk introspeksi diri. Mereka menggunakan interpretasi weton sebagai cermin untuk merefleksikan kekuatan dan kelemahan diri, serta area-area yang perlu dikembangkan.

Pendekatan ini lebih menekankan pada aspek pengembangan diri daripada prediksi masa depan.

4. Weton dalam Industri Kreatif

Konsep weton juga mulai diadaptasi dalam berbagai bentuk karya kreatif modern. Misalnya, ada seniman yang menggunakan perhitungan weton sebagai inspirasi dalam menciptakan karya seni visual atau musik.

Selain itu, weton juga sering muncul sebagai elemen cerita dalam film, novel, atau drama televisi yang mengangkat tema budaya Jawa.

5. Weton sebagai Identitas Budaya

Di tengah arus globalisasi, weton menjadi salah satu elemen yang menegaskan identitas budaya Jawa. Bagi sebagian orang, mengetahui dan memahami weton adalah bagian dari upaya melestarikan warisan leluhur.

Dalam konteks ini, weton tidak lagi dilihat sebagai dogma yang harus diikuti, melainkan sebagai kekayaan budaya yang patut diapresiasi.

Perkembangan weton di era modern menunjukkan bahwa tradisi ini masih memiliki relevansi, meski dalam bentuk dan interpretasi yang berbeda. Tantangan ke depan adalah bagaimana mempertahankan esensi filosofis weton sambil tetap terbuka terhadap perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan.

Kesimpulan

Weton Jawa merupakan warisan budaya yang kaya akan makna filosofis dan nilai-nilai kearifan lokal. Meski banyak menuai kritik dan kontroversi, tradisi ini tetap bertahan dan bahkan berkembang dalam konteks modern. Pemahaman yang lebih mendalam tentang arti weton Jawa dapat membantu kita mengapresiasi kekayaan budaya nusantara, sekaligus merefleksikan hubungan manusia dengan alam semesta.

Terlepas dari percaya atau tidaknya seseorang terhadap perhitungan weton, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya - seperti introspeksi diri, keselarasan dengan alam, dan penghargaan terhadap waktu - tetap relevan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapi tradisi ini secara bijak, tidak terjebak pada dogma yang kaku, namun juga tidak serta-merta menolak warisan budaya leluhur.

Pada akhirnya, weton hanyalah salah satu dari sekian banyak kearifan lokal yang dimiliki bangsa Indonesia. Memahami dan menghargai keberagaman tradisi semacam ini adalah langkah penting dalam membangun masyarakat yang toleran dan berbudaya. Dengan demikian, kita dapat melangkah maju ke masa depan tanpa melupakan akar budaya yang telah membentuk identitas kita sebagai bangsa.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya