UNICEF: 1 dari 10 Anak Perempuan Alami Pelecehan Seksual

"Kekerasan terhadap anak-anak tak memandang batas usia, geografis, agama, etnis, dan tingkat ekonomi."

oleh Liputan6 diperbarui 06 Sep 2014, 10:57 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2014, 10:57 WIB
UNICEF rilis data kekerasan terhadap anak
UNICEF rilis data kekerasan terhadap anak

Liputan6.com, New York - Laporan mengejutkan dirilis Badan PBB untuk Anak-anak, UNICEF. Lembaga itu menguak, 1 dari 10 anak perempuan di dunia mengalami pelecehan seksual.

Sementara, 6 dari 10 anak di seluruh dunia, yang total jumlahnya mencapai 1 miliar, mengalami kekerasan fisik antara usia 2-14 tahun.

Berbekal data dari 190 negara, UNICEF mencatat bahwa seluruh anak-anak di dunia secara terus menerus dilecehkan secara fisik maupun emosional mulai dari pembunuhan, tindakan seksual, bullying, dan penegakkan disiplin yang terlalu kasar.

"Kekerasan terhadap anak-anak tak memandang batas usia, geografis, agama, etnis, dan tingkat ekonomi," kata Anthony Lake selaku direktur eksekutif UNICEF seperti dikutip dari Daily Mail, Sabtu (6/9/2014).

"Kekerasan justru terjadi di rumah mereka, sekolah dan masyarakat di mana seharusnya anak-anak merasa aman. Kekerasan bahkan dilakukan oleh anggota keluarga, guru, tetangga, dan anak-anak lainnya," tambahnya.

Laporan yang bertajuk "Hidden in Plain Sight" itu menunjukkan kasus pembunuhan menjadi penyebab utama kematian anak laki-laki usia 10-19 tahun di beberapa negara seperti di Amerika Tengah dan Selatan yakni Brasil, Panama, Venezuela, El Salvador, dan Guatemala.

Nigeria -- di mana kelompok teroris Boko Haram menculik dan mengancam akan menikahkan 200 anak sekolah pada April lalu -- menjadi negara dengan tingkat pembunuhan anak-anak tertinggi dengan 13.000 kasus pada tahun 2012 disusul Brasil dengan 11.000 kasus. Sedangkan untuk negara Eropa Barat dan Amerika Utara, Amerika Serikat memiliki tingkat pembunuhan anak tertinggi.

Menurut laporan, kekerasan seksual menyebar luas. Satu dari 3 remaja perempuan yang telah menikah -- sekitar 84 juta orang telah menjadi koban kekerasan emosional, fisik atau seksual yang dilakukan oleh suami mereka sendiri. Kekerasan oleh pasangan sendiri paling tinggi terjadi di Kongo dan Guinea.

Lebih dari sepertiga jumlah siswa berusia 13-15 tahun menjadi korban bullying di sekolah. Di Latvia dan Rumania jumlah itu meningkat menjadi 60 persen.

Dampak kekerasan pada anak-anak telah berkembang selama satu dekade terakhir. Laporan tersebut mengungkapkan sejumlah alasan mengapa tindakan ini terus terjadi.

"Kekerasan terhadap anak di beberapa negara dapat diterima secara sosial, hal tersebut dibiarkan dan tidak dilihat sebagai sesuatu yang kasar. Korban menjadi  terlalu takut untuk melaporkan kejahatan yang dialaminya, sistem hukum yang ada juga tidak bisa langsung menanggapi, lembaga perlindungan anak juga sangat sedikit," demikian pernyataan UNICEF.

Ironis menghadapi kenyataan bahwa sebagian besar kekerasan justru dilakukan oleh orang-orang yang seharusnya merawat mereka dengan kasih sayang.

Susan Bissell, kepala unit perlindungan anak UNICEF mengatakan, "kekejaman mengerikan dialami anak di mana-mana setiap harinya di dunia. Semua negara harus didesak untuk menanggulangi masalah serius ini."

Laporan tersebut menyebutkan hanya ada 39 negara di seluruh dunia yang memiliki perlindungan anak-anak secara hukum.

UNICEF menjabarkan 6 langkah untuk mencegah dan menanggapi kekerasan pada anak. Langkah-langkah tersebut termasuk memberikan dukungan kepada keluarga dan pengasuh dengan harapan dapat mengurangi terjadinya kekerasan dalam rumah dan pelecehan seksual. (Imelia Pebreyanti)

Baca juga: `Wasiat` Terlupakan dari Kuburan Arie Hanggara...

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya