Liputan6.com, Washington - Satu hal yang menjadi dasar untuk membedakan perempuan dan laki-laki adalah jenis kelamin. Perempuan memiliki vagina, sedangkan pria mempunyai penis.
Namun, seorang wanita berusia 23 tahun di laporkan menderita sebuah penyakit bawaan lahir yang langka, yang menyebabkan dia tak memiliki vagina.
Baca Juga
Devan Merck baru menyadari keanehan pada tubuhnya saat ia berusia 12 tahun. Seperti dikutip dari News.com.au, Minggu (4/12/2016), dokter mengatakan bahwa perempuan yang kini berusia 23 tahun itu tidak memiliki saluran vagina, seviks, dan leher rahim.
Advertisement
Medis akhirnya mendiagnosa Devan menderita Mayer-Rokitansky-Küster-Hauser syndrome (MRKH Syndrome) -- kondisi di mana seorang wanita terlahir tanpa vagina, serviks, dan leher rahim.
Kelainan itu pertama kali ia rasakan ketika berusia 12 tahun. Kala itu setiap bulannya Devan muda akan mengalami kram menyiksa.
Saat itu dokter hanya mengatakan bahwa rasa sakit itu ditimbulkan akibat proses awal menstruasi.
Tapi pernyataan dari medis itu tidak memuaskan ibu Devan, Gina Sims, yang akhirnya menemukan seorang dokter spesialis.
Ahli itulah kemudian yang menyebutkan bahwa putrinya terkena sindrom langka, yang menyerang satu dari 5 ribu perempuan.
Pada saat berusia 13 tahun, Devan menjalankan operasi pembuangan rahimnya, yang tak terbentuk sempurna.
Ketika Devan menginjak usia 17 tahun, dokter membuatkan vagina buatan. Dengan begitu gadis tersebut dapat berhubungan seks.
"Mereka terpaksa membuatkan saluran vagina untukku. Dengan begitu aku bisa berhubungan intim," kata Devan.
"Aku memiliki lapisan kulit tebal yang menutupi saluran vaginaku. Dokter harus memotongnya dan mengambil kulit dari bokongku yang kemudian ditempelkan di dalam saluran vagina baru," kata Devan.
Perempuan itu juga mengatakan bahwa dokter meletakkan sesuatu yang terbuat dari busa di dalam kelaminnya, untuk mencegah saluran itu tertutup kembali.
Vagina Buatan
Operasinya berjalan dengan lancar. Namun ia tetap mendapatkan perlakukan tak enak dari teman sekolahnya selama bertahun-tahun.
"Mereka memanggilku dengan sebutan yang sangat menyakitkan. Menyakiti perasaanku, tapi aku bisa bertahan karena itu membuatku kuat. Aku tidak menghakimi mereka karena aku yakin mereka tidak mengerti," ujar Devan.
"Aku takut menjadi terbuka dan selalu khawatir tentang apa yang akan dipikirkan oleh pria mengenaiku. Aku tahu aku memiliki 'luka' dan merasa berbeda," kata Devan.
Devan juga mengatakan bahwa akibat kondisinya, beberpa pria tak ingin berhubungan dengannya. Salah satu alasan mereka karena tak bisa berhubungan seks.
"Seharusnya sebuah hubungan tak seperti itu, tapi tak apa," kata dia.
Tak lama setelah menjalani operasinya, Devan memberikan 'keperawanannya' kepada kekasihnya. Namun pria itu mengatakan bahwa kelamin Devan terasa tak 'asli' seperti kebanyakan wanita lainnya.
Tapi semua itu berubah ketika Devan yang baru saja lulus sekolah bertemu dengan Trent yang 5 tahun lebih tua darinya.
Trent yang merupakan anggota militer itu kemudian menikahi Devan, dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
Dengan adanya alat kelamin buatan manusia itu, kini Devan bisa memiliki kehidupan seksual yang sehat dengan suaminya, Trent.
Tidak hanya itu, dokter belakangan mengetahui bahwa Devan memiliki indung telur. Hal tersebut mengartikan bahwa dia dan suaminya dapat memiliki anak bilogis.
Berkaitan dengan hal tersebut, pasangan suami istri itu rencananya akan segera memiliki anak dengan bantuan surrogate mother (ibu pengganti).
"Selama bertahun-tahun aku dibully dan merasa berbeda. Anak-anak akan memanggilku 'laki-laki' dan 'aneh'. Sementara pria akan menjauh ketika tahu aku tak bisa berhubungan seks," ujar Devan.
"Namun semua itu berubah ketika aku bertemu dengan Trent. Baru-baru ini kami juga mendapatkan informasi bahwa aku memiliki kedua ovariumku," sambung Devan.
"Semua yang telah aku jalani membuat aku menjadi kuat dan menurutku aku akan menjadi seorang ibu yang hebat," ujar perempuan itu.
Advertisement
Ibu Pengganti
Devan mengatakan bahwa dia selalu mendambakan menjadi seorang ibu, menjadi wanita seutuhnya.
"Tak ada yang kuinginkan selain memberikan anak kepada suamiku dan memulai kehidupan keluargaku sendiri. Aku mulai melihat harapan itu akan terpenuhi," kata Devan.
Keputusan perempuan 23 tahun itu untuk memiliki anak mendapat dukungan penuh dari suaminya, Trent.
"Aku sangat bangga dengan istriku. Aku tahu tidak mudah menghadapi kondisi ini secara emosional dan aku senang bisa ada di sini untuk mendukungnya," kata Trent.
Trent mengatakan bahwa terkadang istrinya merasa tertekan, namun perempuan itu selalu mencoba positif.
"Mungkin dia merasa sedikit bersalah namun aku tidak mau dia berpikir seperti itu, aku mencintainya apapun kondisi Devan," ujar pria 28 tahun itu.
Sekarang Devan dan Trent telah menemukan ibu pengganti yang berpotensi untuk mengandung anaknya. Calon ibu pengganti itu berasal dari keluarga Devan.
Mereka berharap pada Desember 2017, anak pertama Devan dan Trent akan lahir.
"Aku sangat bangga memiliki anak seperti Devan. Dia tak pernah menyerah dan merupakan lambang cinta," kata Gina, ibu Devan.
"Aku tak sabar menanti kedatangan cucuku dan melihat bagaimana hubungannya dengan ibunya sendiri," ujar perempuan 45 tahun itu.
Kini Devan akan segera mulai melakukan proses IVF (In Vitro Fertilization) atau program bayi tabung.
"Memiliki anak akan mengubah hidupku dan suamiku. Aku tahu bahwa aku memiliki vagina buatan. Tapi aku perempuan seutuhnya," kata Devan.