Aturan Sepatu Hak Tinggi Bagi Pegawai di Inggris Picu Protes

Para wanita itu diwajibkan memakai sepatu hak tinggu 5-10 cm setiap saat ketika sedang bekerja.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 27 Jan 2017, 20:40 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2017, 20:40 WIB
High heels
Meski membuat wanita terlihat lebih indah bentuk tubuhnya, sepatu berhak tinggi ternyata bisa membahayakan kesehatan.

Liputan6.com, London - Para karyawan di Inggris kini diwajibkan memakai sepatu hak tinggi antara 5 sampai 10 cm, setiap saat, ketika sedang bekerja. Juga harus memakai tata rias dan terus memperbaruinya.

Para wanita juga diminta mengenakan stoking, namun bukan yang berwarna gelap.

Itu adalah beberapa aturan berpakaian yang diberlakukan agen tenaga kerja di Inggris terhadap para pekerja perempuan.

Sebelum akhirnya salah satu dari mereka, Nicola Thorp, menolak memakai sepatu hak tinggi suatu pagi dan dipulangkan tanpa bayaran.

Setelah Thorp memulai petisi melawan kewajiban bersepatu hak tinggi di laman parlemen yang menarik 152.420 tanda tangan, pemberontakannya menjadi pembicaraan nasional dan menyebabkan penyelidikan oleh para pembuat undang-undang terhadap aturan berpakaian di tempat kerja di Inggis.

Mereka melaporkan hari Rabu 25 Januari bahwa aturan berpakaian yang seksi itu marak di beberapa industri. Perempuan sering dipaksa memakai sepatu hak tinggi untuk beberapa pekerjaan yang menuntut mereka berdiri sepanjang hari, padahal hal itu menimbulkan rasa sakit dan masalah kesehatan.

"Awalnya mungkin soal sepasang sepatu hak tinggi, tapi hal ini telah mengungkapkan vitalnya diskriminasi di tempat kerja di Inggris," ujar Thorp, berkomentar dalam laporan tersebut.

Berdasarkan undang-undang persamaan Inggris, aturan berpakaian perusahaan harus membuat persyaratan yang sama untuk laki-laki dan perempuan. Namun para pembuat undang-undang mengatakan pelanggaran hukum terjadi secara luas di sektor-sektor termasuk perhotelan, perjalanan, agen tenaga kerja temporer, industri jasa wisata dan ritel.

Laporan itu menyebutkan bahwa perempuan yang menghadapi aturan berpakaian yang diskriminatif cenderung masih muda, dan dalam pekerjaan-pekerjaan bergaji rendah dengan kontrak yang tidak stabil. Hal itu membuat mereka sulit melawan praktik perusahaan.

Masalah ini mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan segera termasuk menaikkan penalti finansial terhadap pemberi kerja yang terbukti melanggar undang-undang, dan kampanye peningkatan kesadaran yang menyasar perusahaan-perusahaan, pegawai dan siswa.

Para pemberi kerja kemudian membentuk forum daring selama satu minggu pada Juni tahun lalu. Sebanyak 730 orang lantas muncul dengan cerita-cerita terkait kasus tersebut.

Meski sepatu hak tinggi merupakan isu paling menonjol, para legislator juga mendengar dari para perempuan bahwa mereka diwajibkan oleh perusahaan untuk mengecat rambut dengan warna pirang atau memakai baju terbuka.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya