Liputan6.com, Washington, DC - Acting Jaksa Agung AS telah mengatakan kepada Departemen Kehakiman bahwa ia tak akan membela Perintah Eksekutif Donald Trump atas larangan 7 negara muslim masuk AS dan imigran.
Sally Yates, Jaksa Agung yang diangkat  Presiden Obama menjelang lengser, mengatakan "dirinya tak yakin perintah eksekutif itu sesuai hukum atau tidak."
Perintah Trump yang melarang masuk warga dari 7 negara muslim ke AS telah membuat sejumlah unjuk rasa di berbagai kota dan bandara di AS.
Advertisement
Dikutip dari BBC, Selasa (31/1/2017), ratusan diplomat mengirim kawat untuk mengkritik secara formal perintah Trump itu.
Pernyataan dari kawat para diplomat itu mengatakan pelarangan imigrasi itu tak akan membuat AS lebih aman lagi, un-American, dan akan mengirim pesan salah bagi Muslim seluruh dunia.
Hakim Federal New York membatalkan deportasi --dampak dari perintah itu. Langkahnya diikuti pengadilan lainnya diri berbagai negara bagian.
Sally Yates kini bertindak sebagai acting Jaksa Agung AS, menunggu penggantinya Jeff Sessions mendapat restu dari senat.
Aksi Yates ini dilakukan setelah kantornya mendapt ratusan surat dari pengadilan terkait hukum atas kebijakan Trump itu.
"Tanggung jawab saya adalah untuk memastikan bahwa posisi Departemen Kehakiman tidak hanya secara hukum melawan, tetapi menginformasikan pandangan terbaik kami dari aspek hukum (atas perintah eksekuti) ," tulisnya.
"Saya bertanggung jawab untuk memastikan bahwa posisi kami di pengadilan tetap konsisten dengan kewajiban khidmat lembaga ini untuk selalu mencari keadilan dan berdiri untuk apa yang benar."
Yates adalah wakil jaksa agung di bawah Loretta Lynch, ketika Presiden Obama memimpin. Dia menjadi acting Jaksa Agung setelah Lynch meninggalkan posisi.
Presiden Trump memintanya untuk tetap sebagai kepala departemen hukum dalam kapasitasnya sampai calon baru secara resmi ditunjuk. Namun demikian, ia memiliki kewenangan untuk menghapus Yates dari jabatannya.
Pernyataan Yates mengikuti komentar dari mantan Presiden Barack Obama yang mengkritik Trump.
"Presiden Obama secara keseluruhan sangat tidak setuju dengan gerakan diskriminasi terhadap individu berdasarkan kepercayaan dan agama," kata Obama lewat pernyataan tertulis yang dibacakan oleh juru bicaranya, Kevin Lewis.
Dikutip dari CNN, Senin (31/1/2017), Lewis menambahkan bahwa para pengunjuk rasa adalah "tepat yang kita harapkan ketika nilai-nilai Amerika terancam."
Di Amerika Serikat, mantan presiden berada di garis tipis politik, antara gelar yang kini mereka pegang dengan situasi yang dihadapi setelah tak lagi menjabat. Sudah menjadi aturan tak tertulis bahwa para mantan presiden tidak mengkritik kebijakan apapun yang dikeluarkan oleh pengganti mereka.
Contohnya saja, Presiden George W.Bush, ia tak pernah berkomentar terkait politik selama 8 tahun pemerintahan Obama.
Namun, hubungan Obama dan Trump jelas berbeda. Obama sebelumnya mengatakan bahwa ia mungkin bertindak jika ia merasa Trump mengancam nilai Amarika.