Liputan6.com, Gaza - Kelompok Hamas merilis sebuah video pada Sabtu (12/4/2025) yang memperlihatkan seorang sandera Israel-Amerika Serikat dalam kondisi hidup.
Sandera itu mengkritik pemerintah Israel karena gagal membebaskannya, dikutip dari laman Japan Today, Minggu (13/4/2025).
Baca Juga
Kelompok kampanye Israel bernama Hostages and Missing Families Forum, mengidentifikasi dia sebagai Edan Alexander, seorang prajurit di unit infanteri elit di perbatasan Gaza ketika ia diculik oleh Hamas selama serangan pada tanggal 7 Oktober 2023 di Israel.
Advertisement
Sayap bersenjata Hamas, Brigade Ezzedine al-Qassam, menerbitkan klip berdurasi lebih dari tiga menit itu, dimana memperlihatkan sandera tersebut duduk di sebuah ruang kecil dan tertutup.
Dalam video tersebut, ia mengatakan bahwa ia ingin kembali ke rumah untuk merayakan hari raya.
Israel saat ini sedang merayakan Paskah, hari raya yang memperingati pembebasan orang Israel dari perbudakan di Mesir menurut Alkitab.
Alexander, yang berusia 21 tahun saat ditawan, lahir di Tel Aviv dan tumbuh besar di negara bagian New Jersey, AS, lalu kembali ke Israel setelah lulus SMA untuk bergabung dengan tentara.
"Saat kami memulai malam liburan di AS, keluarga kami di Israel bersiap untuk duduk di meja Seder," kata keluarga Alexander dalam sebuah pernyataan yang dirilis oleh forum tersebut.
"Edan kami, seorang prajurit tunggal yang berimigrasi ke Israel dan mendaftar di Brigade Golani untuk membela negara dan warganya, masih ditawan oleh Hamas.
"Ketika Anda duduk untuk merayakan Paskah, ingatlah bahwa ini bukanlah hari raya kebebasan selama Edan dan sandera lainnya tidak ada di rumah," imbuh keluarga tersebut.
Keluarga tersebut tidak memberi lampu hijau kepada media untuk menyiarkan rekaman tersebut.
Sandera Dianggap Sedang Tertekan
Alexander tampak berbicara di bawah tekanan dalam video tersebut, sering membuat gerakan tangan saat ia mengkritik pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu karena gagal membebaskannya.
Video tersebut dirilis beberapa jam setelah Menteri Pertahanan Israel Katz mengumumkan kendali militer atas apa yang disebutnya koridor tanah "poros Morag" baru antara kota-kota selatan Rafah dan Khan Yunis.
Katz juga menguraikan rencana untuk memperluas serangan Israel yang sedang berlangsung di sebagian besar wilayah tersebut.
Dalam pernyataan terpisah Sabtu sebelumnya, Hamas mengatakan operasi Israel di Gaza tidak hanya membahayakan warga sipil Palestina tetapi juga para sandera yang tersisa.
Serangan itu tidak hanya "membunuh warga sipil yang tak berdaya tetapi juga membuat nasib para tawanan (sandera) pendudukan menjadi tidak pasti", kata Hamas.
Selama serangan mereka pada 7 Oktober 2023 di Israel yang memicu perang di Jalur Gaza, militan Palestina menyandera 251 orang.
Kini, 58 sandera masih ditawan, termasuk 34 orang yang menurut militer Israel telah tewas.
Selama gencatan senjata baru-baru ini yang berakhir pada 18 Maret ketika Israel melanjutkan serangan udara di Gaza, militan membebaskan 33 sandera, di antaranya delapan mayat.
Serangan Hamas pada Oktober 2023 di Israel mengakibatkan kematian 1.218 orang, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka resmi Israel.
Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan pada hari Sabtu bahwa sedikitnya 1.563 warga Palestina telah tewas sejak 18 Maret ketika gencatan senjata runtuh, sehingga jumlah korban tewas secara keseluruhan sejak perang dimulai menjadi 50.933.
Advertisement
