Liputan6.com, Brasilia - Demonstrasi besar-besaran dan aksi mogok massal melanda Brasil. Para demonstran dari serikat pekerja membakar sejumlah bus, menghanguskan jembatan, memblokir jalan, dan terlibat bentrok dengan polisi. Akibatnya, transportasi di sejumlah kota di Negeri Samba lumpuh.
Mogok massal dilakukan untuk memprotes perubahan besar-besaran pada UU Ketenagakerjaan dan sistem pensiun yang digagas Presiden Michel Temer.
Seperti dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (29/4/2017), pihak demonstran mengklaim, aksi yang mereka gelar pada Jumat 28 April 2017 waktu setempat sukses besar.
Advertisement
Baca Juga
Salah satu parameternya adalah partisipasi jutaan pekerja di sektor-sektor utama, seperti di pabrik mobil, migas, sekolah, kantor pos, dan juga perbankan. Mogok massal melanda 26 negara bagian dan distrik federal di Brasil.
"Penting bagi kami untuk mengirimkan pesan pada pemerintah bahwa semua rakyat memantau apa yang mereka kerjakan, dengan menghapus hak-hak pekerja," kata Marco Clemente, kepala serikat pekerja radio dan TV yang memiliki 4.000 anggota di Brasilia.
Serikat pekerja dan organisasi sayap kiri menyerukan pemogokan massal selama 24 jam, dimulai sejak Jumat, untuk memberi tekanan pada pemerintahan Temer yang berencana melakukan langkah- langkah penghematan -- yang akan melemahkan UU Ketenagakerjaan serta memotong pensiun.
Diwarnai Rusuh
Demonstrasi massal diwarnai bentrokan dengan polisi. Aparat berupaya menghalangi massa memasuki bandara dengan menembakkan gas air mata.
Sao Paulo, kota terpadat di Brasil sekaligus pusat keuangan menjadi terdampak terparah.
Polisi menggunakan gas air mata untuk mengosongkan jalan raya dari para demonstran. Sementara itu layanan bus, komuter, dan kereta berhenti beroperasi. Kota itu pun lumpuh.
Sementara itu di Rio de Janeiro, demonstran membakar sebuah jembatan besar, menghanguskan bus-bus, mengganggu lalu lintas komuter. Polisi menggunakan gas air mata untuk memaksa sekelompok kecil massa keluar dari sebuah stasiun bus.
Namun, situasi kota itu tak separah Sao Paulo. Kafe, restoran, dan toko-toko masih ada yang buka.
Di ibu kota Brasilia dan Belo Horizonte sistem kereta bawah tanah sama sekali macet.
Meski dihujani protes, Presiden Temer dan anggota pemerintahannya mengklaim aksi massa sudah gagal.
Dalam surat elektroniknya, ia hanya menyebut, 'sekelompok kecil orang' telah menghalangi masyarakat menggunakan transportasi publik. Ia juga mengatakan, "pekerjaan memodernisasi UU akan terus berlanjut".
Pemerintahan Temer mengklaim, reformasi ekonomi diperlukan untuk mengentaskan negara dengan perekonomian terbesar di Amerika Latin itu dari resesi terburuknya sepanjang sejarah.
Langkah itu juga diperlukan untuk mengurangi defisit anggaran yang besar, memangkas jumlah pengangguran, dan memodernisasi ekonomi.
Salah satu usulan Temer yang paling kontroversial adalah menaikkan usia pensiun menjadi 65 untuk pria dan 62 untuk wanita -- dari 60 dan 55 yang berlaku saat ini.
Majelis rendah Kongres menyetujui sebuah RUU pekan ini, yang dianggap melemahkan UU Ketenagakerjaan, dengan mengurangi pembatasan outsourcing dan tenaga kontrak sementara -- yang kemudian memicu perlawanan sengit serikat pekerja Brasil.