Amazon Buka 2.000 Lapangan Pekerjaan di Negara Ini

Amazon mengatakan bahwa pihaknya berencana menciptakan 2.000 lapangan pekerjaan baru di tahun 2018 ini. Tertarik?

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Feb 2018, 15:03 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2018, 15:03 WIB
The Spheres, Kantor Baru Amazon
Alex Crook mengambil gambar kantor Amazon bernuansa hutan hujan yang baru, The Spheres, di Seattle, Senin (29/1). Di dalamnya dibuat seperti taman besar dengan ruang-ruang terbuka, sehingga tidak ada ruang konferensi yang tertutup. (AP/Ted S. Warren)

Liputan6.com, Paris - Raksasa belanja online Amerika Serikat, Amazon mengatakan bahwa pihaknya berencana menciptakan 2.000 lapangan pekerjaan di Prancis tahun ini.

Hal tersebut diakibatkan karena semakin banyaknya konsumen melakukan pembelian melalui internet.

"Pekerjaan itu meliputi berbagai tingkat keterampilan meskipun sebagian besar dari pekerjaan itu untuk memenuhi pesanan," kata direktur Amazon di Prancis Frederic Duval, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Sabtu (17/2/2018).

Pekerjaan baru itu akan tersebar di pusat-pusat distribusi Amazon di Prancis dan kantor-kantornya di wilayah Paris, yang membuat jumlah seluruh staf menjadi 7.500.

Amazon mengatakan, melakukan investasi dua setengah miliar dolar di Perancis sejak 2010 dan menciptakan lebih dari 1.500 lapangan pekerjaan di Prancis tahun lalu.

Akan tetapi, Amazon dan perusahaan teknologi Amerika lainnya, juga berselisih dengan pemerintah Prancis mengenai pajak karena mereka merancang struktur penjualan sehingga lewat negara-negara Eropa lainnya di mana tarif pajaknya lebih rendah.

Amazon awal bulan ini mengumumkan pihaknya telah mencapai kesepakatan dengan otoritas pajak Prancis di mana Amazon sekarang akan menggolongkan penjualan di sana di bawah otoritas pajak Prancis.

Amazon Dikritik

The Spheres, Kantor Baru Amazon
Para tamu mendengarkan pendiri Amazon, Jeff Bezos saat pembukaan kantor The Spheres, di Seattle, Senin (29/1). Amazon menginvestasikan dana Rp 49,5 triliun untuk membangun kantor dan infrastruktur dalam kurun waktu 2010 hingga 2017. (AP/Ted S. Warren)

Perusahaan raksasa ini juga sempat dikritik lantaran menjual sebuah self-publish buku (buku yang diproduksi sendiri) yang berisi penyangkalan Holocaust dan propaganda sayap kanan pada Februari tahun lalu.

Beberapa buku dengan judul seperti The Myth of Extermination of the Jews and Holocaust: The Greatest Lie Ever Told bisa dibeli di situs jualan raksasa itu. Berapa di antaranya mendapat empat bintang dari lima yang tertinggi.

Buku berjudul Did Six Million Really Die? oleh anggota kelompok sayap kayan British National Front juga tersedia dalam edisi paperback dan Kindle.

Buku lainnya, The Six Million: Fact of Fiction oleh Peter Winter juga tersedia di Amazon Jerman di mana penyangkalan Holocaust merupakan tindak kriminal. Demikian seperti dikutip dari The Independent.

Buku-buku dengan judul tersebut juga tersedia di Italia dan Prancis. Kedua negara itu memberikan hukuman bagi siapa saja yang menolak fakta sejarah pembunuhan masal. Lebih dari 6 juta warga Yahudi tewas selama Perang Dunia II.

Salah satu buku anti-Semit mengklaim bahwa gerakan Weimar Republik -- sebelum bangkitnya Nazi-- menyebut Jerman saat itu dikendalikan oleh Yahudi dan membandingkan mereka dengan penyembah setan, juga tersedia di situs Amazon.

Buku-buku itu sudah dihapus dari toko online di mana negaranya melarang penyangkalan Holocaust setelah Amazon dikontak oleh The Sunday Times. Namun, terbitan itu masih tersedia di Inggris, di mana tak ada pelarangan terbitan apapun.

Kebanyakan dari buku di situs Amazon Inggris mendapat rating rendah. Banyak komentar mengatakan buku itu kampungan. Namun tak sedikit yang memuji karena dianggap mengungkap kebenaran.

Karen Pollock, chief executive dari Holocaust Educational Trust, mengatakan, keputusan Amazon untuk menjual buku-buku itu "mengejutkan dan salah".

"Holocaust adalah salah satu periode yang paling didokumentasikan dengan baik dan diteliti dalam sejarah, bahkan pada tahun 2017, lebih dari 70 tahun kemudian, masih ada orang yang dengan sengaja menolak, merendahkan dan meremehkan memori Holocaust," katanya.

"Penolakan Holocaust sangat ofensif dan tujuannya adalah anti-Semitisme, murni dan sederhana. Untuk memiliki materi ofensif ini secara luas dapat diakses melalui setiap pengecer adalah mengejutkan dan salah."

Ini kali ketiga Amazon dianggap tidak sensitif dengan barang jualannya. Beberapa minggu lalu, situs ini dikecam karena telah menjual keset bergambar bendera India dan sendal jepit dengan foto Mahatma Gandhi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya