Eks PSK Diundang ke Perayaan Ulang Tahun Ratu Elizabeth II

Seorang mantan pekerja seks asal Selandia Baru mendapat kehormatan dari Kerajaan Inggris.

oleh Afra Augesti diperbarui 05 Jun 2018, 21:00 WIB
Diterbitkan 05 Jun 2018, 21:00 WIB
Pekerja Seks
CATHERINE HEALY. (Facebook)

Liputan6.com, Wellington - Seorang mantan pekerja seks di Selandia Baru, Catherine Healy, mendapatkan kehormatan dari Ratu Elizabeth II. Nama perempuan berusia 62 tahun tersebut masuk dalam Queen's Birthday Honours tahun ini.

Dipilihnya Healy bukan tanpa alasan. Di lingkungan tempat tinggalnya, dia sukses memimpin kampanye untuk mendekriminalisasi prostitusi, yang mana membela dan mendukung penuh hak-hak pekerja seks.

"Kami dipandang sebagai pekerja seks muda dengan cara yang tidak sopan. Kami harus membela hak-hak kami, karena kami ingin dipahami," katanya seperti dikutip dari BBC, Selasa (5/6/2018).

Healy berperan dalam menghasilkan undang-undang baru pada 2003. Undang-undang itu memberikan hak kerja penuh kepada pekerja seks.

Wanita yang pernah berprofesi sebagai guru sekolah dasar ini mengungkapkan, perlindungan di tempat-tempat-tempat prostitusi masih amat minim.

Queen's Birthday Honors adalah -- di beberapa kerajaan Persemakmuran -- peringatan ulang tahun resmi raja penguasa dengan memberikan individu perintah nasional atau dinasti atau pemberian dekorasi dan medali.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Mendirikan Komunitas

Pekerja Seks
Suasana unjuk rasa sejumlah wanita pekerja seks di Skopje, Makedonia (17/12). Para pekerja seks ini memprotes kekerasan yang mereka alami, dan hukuman untuk klien prostitusi. (AFP Photo/Robert Atanasovski)

Pada tahun 1987, Healy membentuk New Zealand Prostitutes Collective (NZPC) yang mengadvokasi hak-hak pekerja seks. Kelompok ini berupaya untuk mendekriminalisasi pekerjaan seks di Selandia Baru.

Mereka berpendapat bahwa dengan adanya NZPC, maka keberadaan para pekerja seks akan lebih aman. NZPC pun turut membantu menyusun Prostitution Reform Act (Undang-undang Reformasi Prostitusi), yang disahkan pada 2003 dan mengizinkan rumah bordil beroperasi sebagai bisnis yang sah.

Selain itu, Undang-undang tersebut juga memberikan akses bagi para pekerja seks untuk mendapat jaminan atas pekerjaan mereka, termasuk kesehatan dan keselamatan kerja.

Meski demikian, bagi Healy, masih banyak pekerjaan lain yang bisa dilakukan oleh wanita-wanita di Selandia Baru, selain menjadi pekerja seks.

"Masih ada stigma negatif mengenai pekerja seks," ucapnya.

"Tapi saya pikir, negara lain harus melihat Selandia Baru. Kita harus memiliki visi, tidak mengucilkan dan tidak menganggap (pekerjaan seks) sebagai sesuatu yang berbahaya."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya