Liputan6.com, Tel Aviv - Israel menyatakan akan menyerang wilayah mana pun di Lebanon jika merasa terancam. Ini disampaikan pada Jumat (28/3/2025), setelah mereka mengebom Beirut untuk pertama kalinya sejak gencatan senjata dengan Hizbullah empat bulan lalu.
Pengeboman Beirut diklaim Israel merupakan tanggapan atas serangan roket dari Lebanon.
Baca Juga
Perdana Menteri Lebanon Nawaf Salam menyebut peristiwa ini sebagai eskalasi berbahaya.
Advertisement
Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan tidak ada korban jiwa dalam serangan di Beirut, namun mereka menyatakan serangan lainnya oleh Israel di selatan Lebanon menewaskan lima orang.
Ini merupakan kali kedua roket diluncurkan dari Lebanon ke Israel sejak gencatan senjata pada November —yang pertama terjadi Sabtu lalu— dan kali kedua pula Hizbullah menyangkal keterlibatannya.
"Situasinya sudah berubah," tegas Perdana Menteri Benjamin Netanyahu seperti dikutip dari CNA. "Kami akan terus menegakkan gencatan senjata dengan kekuatan penuh dan tidak ragu menyerang sasaran mana pun di Lebanon yang mengancam Negara Israel."
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, sebelumnya telah memperingatkan, "Tidak akan ada ketenangan di Beirut jika Israel utara terus terganggu." Peringatan ini terbukti ketika Jumat lalu, Israel melancarkan serangan udara pertama di pinggiran selatan Beirut sejak gencatan senjata dimulai. Sebelumnya, serangan-serangan Israel hanya terbatas di wilayah selatan dan timur Lebanon.
Serangan —yang didahului peringatan evakuasi dari militer Israel— menargetkan sebuah situs penyimpanan drone milik unit udara Hizbullah di kawasan Dahieh, yang dikenal sebagai basis utama Hizbullah dan pernah menjadi sasaran penghancuran besar-besaran oleh Israel dalam perang tahun lalu.
Menanggapi insiden ini, Presiden Lebanon Joseph Aoun dalam konferensi pers bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron di Paris menyatakan, "Meski penyelidikan lebih lanjut masih diperlukan, semua bukti sementara menunjukkan Hizbullah tidak terlibat dalam peluncuran roket yang memicu serangan ini."
Macron mengatakan dia akan membahas serangan Israel dengan Presiden Donald Trump dan Netanyahu.
"Tidak ada aktivitas yang membenarkan serangan seperti itu," kata Macron.
Bantahan Hizbullah
Hizbullah sendiri mengaku menghormati kesepakatan gencatan senjata dan menyangkal segala keterlibatan dalam peluncuran roket dari selatan Lebanon.
Menurut ketentuan gencatan senjata, Israel seharusnya menyelesaikan penarikan pasukannya dari Lebanon pada 18 Februari setelah melewatkan batas waktu Januari, namun mereka masih berada di lima lokasi yang dianggap "strategis".
Kesepakatan juga mewajibkan Hizbullah untuk menarik pasukannya ke utara Sungai Litani (sekitar 30 km dari perbatasan Israel) dan membongkar sisa infrastruktur militer di selatan.
Pasukan Lebanon kemudian dikerahkan seiring penarikan pasukan Israel.
Terkait eskalasi terbaru, PM Salam mendesak panglima militernya untuk bertindak cepat mengungkap pihak di balik peluncuran roket tidak bertanggung jawab yang mengancam stabilitas Lebanon dan menangkap mereka. Kantornya menyatakan Salam telah menghubungi pejabat asing termasuk Wakil Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah Morgan Ortagus.
Amerika Serikat memimpin komite, yang juga melibatkan Prancis, untuk mengawasi gencatan senjata Hizbullah-Israel.
Pasukan Lebanon mengidentifikasi lokasi peluncuran roket ke Israel berada tepat di utara Sungai Litani.
Advertisement
