Liputan6.com, Berlin - Tahukah Anda bahwa jumlah bakteri yang bertebaran di udara dan di permukaan lantai atau tembok kamar mandi jauh lebih tinggi, ketika mesin pengering tangan digunakan --dibandingkan dengan penggunaan kertas tisu.
Alasannya adalah karena orang tidak mencuci tangan mereka dengan benar. Akibatnya, bakteri yang tersisa di tangan mereka tertiup ke udara dan menyebar ke seluruh sudut kamar mandi. Termasuk mengenai pakaian Anda. Demikian seperti dikutip dari Deutsche Welle, Jumat (26/8/2018).
Advertisement
Baca Juga
Dalam penelitian bertahap yang dilakukan pada tahun 2014, para peneliti di University of Leeds, Inggris, menemukan bahwa mesin pengering tangan mampu meniupkan 27 kali lebih banyak bakteri ke udara, daripada kertas tisu.
Para periset kini juga menyatakan, toilet umum yang ada mesin pengering tangannya memiliki konsentrasi bakteri yang jauh lebih tinggi ketimbang yang menggunakan kertas tisu.
Bahkan beberapa kamar mandi yang memakai mesin pengering tangan mempunyai bakteri resisten (kebal) antibiotik. Bakteri ini menjadi masalah yang berkembang di seluruh dunia, terutama di rumah sakit dan panti jompo.
Para ilmuwan percaya bahwa harus ada lebih banyak upaya yang dilakukan untuk melarang penggunaan mesin pengering tangan di ruang publik, seperti rumah sakit.
Kertas tisu, kata ahli, menyerap sebagian besar air dan bakteri yang tersisa di tangan, sehingga kuman tidak dapat menyebar. Selain itu, orang-orang disarankan untuk mencuci tangan dengan benar, menggunakan air dan sabun, setelah keluar dari wc umum.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Jangan Gunakan Pengering Tangan di Toilet Umum
Kebanyakan orang mencuci tangan setelah buang air besar atau kecil di toilet umum adalah tindakan paling dasar untuk menjaga kebersihan diri. Setelah itu, biasanya mereka memanfaatkan mesin pengering tangan untuk mengeringkan tangan dengan cepat.
Akan tetapi, tahukah Anda bahwa mesin pengering tangan bisa menyebarkan lebih banyak kuman atau partikel kotoran ke seluruh ruangan? Selain itu, mengeringkan tangan menggunakan mesin pengering tangan membuat tangan Anda kembali tak steril.
Salah satu bakteri yang ditemukan adalah E coli, yang dapat memicu diare dan muntaber. Saat Anda menyodorkan tangan di bawah mesin pengering -- yang kebanyakan ditempelkan di dinding toilet -- udara panas mesin akan menembakan partikel kotoran yang sangat kecil ke telapak tangan Anda.
"Juga ke seisi kamar mandi dan blok kantor," menurut para ilmuwan dari University of Connecticut, Storrs, Connecticut, Amerika Serikat, seperti dikutip dari News.com.au, Kamis 12 April 2018. Mereka meneliti toilet kampus mereka sendiri, yang hanya dilengkapi dengan tisu toilet. Tak ada mesin pengering tangan.
Setelah menyalakan mesin pengering tangan di tiga toilet berbeda, para ilmuwan menempatkan piringan khusus di bawah pemancar udara panas selama kurang lebih 30 detik. Hasil menunjukkan, ada sekitar 18 hingga 60 koloni bakteri di lempeng tersebut.
"Hasil ini membuktikan bahwa banyak jenis bakteri, termasuk patogen dan spora, yang bisa menempel di tangan Anda. Bakteri-bakteri ini muncul akibat paparan mesin pengering tangan," ujar para peneliti menjelaskan.
"Dan ... spora bisa tersebar ke seluruh ruangan, mendiami telapak tangan Anda selama beberapa saat."
Uji Coba Lainnya
Untuk membandingkan hasil penelitian, tim juga menguji piringan khusus yang terpapar udara toilet melalui kipas angin. Uji coba ini dilakukan selama 20 menit. Hasilnya, ada sekitar 15 hingga 20 koloni kuman jahat.
Sementara itu, piringan yang terkena udara dari embusan kipas angin selama dua menit hanya terkena kurang dari satu koloni.
Peneliti menyarankan agar memasang penyaring HEPA pada mesin pengering tangan di toilet umum, karena bisa mengurangi jumlah bakteri dari udara panas yang dikeluarkannya.
Penelitian ini juga dibuat setelah penelitian lain -- pada tahun lalu -- mengungkap, mencuci tangan menggunakan pembersih antibakteri tidak lebih baik dari sabun. Selain itu, dinyatakan pula bahwa air dingin membunuh lebih banyak kuman seperti air panas.
Studi baru tersebut kini telah diterbitkan dalam jurnal Applied and Environmental Microbiology.
Advertisement