Jelang Dialog Damai, Pertempuran Mematikan di Yaman Kembali Memanas

Setidaknya 10 militan Houthi tewas di Yaman, setelah Arab Saudi yang memerangi kelompok itu melancarkan rangkaian serangan terbaru akhir pekan ini.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 02 Des 2018, 11:00 WIB
Diterbitkan 02 Des 2018, 11:00 WIB
Milisi pro-pemerintah Yaman yang didukung Koalisi Arab Saudi dalam sebuah operasi untuk memasuki Kota Hodeidah (AFP PHOTO)
Milisi pro-pemerintah Yaman yang didukung Koalisi Arab Saudi dalam sebuah operasi untuk memasuki Kota Hodeidah (AFP PHOTO)

Liputan6.com, Hodeidah - Setidaknya 10 militan Houthi tewas di kota pelabuhan penting Yaman, Hodeidah, setelah koalisi Arab Saudi yang memerangi kelompok itu melancarkan rangkaian serangan terbaru pada akhir pekan ini.

Rangkaian pertempuran terbaru terjadi di tengah dorongan PBB untuk pembicaraan damai, demikian seperti dikutip dari The Gulf Times, Minggu (2/12/2018).

Seorang pejabat pro-pemerintah Yaman yang didukung oleh Arab Saudi mengatakan, pertempuran meletus di timur dan selatan kota Hodeidah yang berada di tepi Laut Merah pada Jumat 30 November.

Kelompok pemberontak Houthi di saluran televisi propaganda mereka juga menyebut adanya pertempuran tank antara pasukan mereka dengan tentara pro-pemerintah Yaman yang didukung Saudi.

Bentrokan tersebut terus terjadi hingga hari Sabtu 1 Desember, penduduk Hodeidah mengatakan kepada AFP melalui telepon.

Dalam keterangan lebih lanjut atas ketegangan baru, Arab Saudi mengatakan bahwa sebelumnya, kelompok Houthi meluncurkan "proyektil militer" yang menghantam sebuah rumah di wilayah Negeri Petrodollar.

Dua orang terluka akibat serangan proyektil Yaman yang menyasar ke Samtah, kata kantor berita Saudi SPA. Ini adalah konfirmasi pertama oleh Riyadh tentang serangan roket Yaman seperti itu sejak September 2018.

Kejadian itu diduga memicu Saudi melancarkan serangan balasan ke Hodeidah pada Jumat 30 November.

Kekerasan di Hodeidah terjadi setelah Utusan Khusus PBB untuk Yaman, Martin Griffiths berkunjung ke kota tersebut, untuk mendesak pembicaraan yang ditujukan guna mengakhiri perang yang telah mendorong Yaman ke ambang krisis kemanusiaan dan bencana kelaparan.

Pelabuhan Hodeidah yang saat ini dikuasai oleh Houthi, berfungsi sebagai pintu masuk untuk hampir semua impor dan bantuan kemanusiaan di negara itu. Namun, suplai impor dan bantuan kemanusiaan sangat tersendat, setelah koalisi Saudi memblokade kota tersebut sebagai bagian dari kampanye militer mereka untuk memerangi Houthi.

Sebuah koalisi pimpinan Saudi yang mendukung pemerintah Yaman yang diakui secara internasional, meluncurkan serangan untuk mengambil Hodeidah pada bulan Juni. Tetapi, Houthi telah menangguhkan serangan Saudi di tengah upaya diplomatik yang kuat untuk menuju gencatan senjata atau prospek perdamaian.

 

Simak video pilihan berikut:

Jelang Pembicaraan Damai di Swedia

Potret anak-anak yang terancam kelaparan akut akibat Perang Yaman (AP/Hani Mohamed)
Potret anak-anak yang terancam kelaparan akut akibat Perang Yaman (AP/Hani Mohamed)

Pertempuran terbaru di Hodeidah terjadi hanya beberapa hari sebelum pembicaraan perdamaian yang diusulkan diselenggarakan oleh Swedia, yang didukung oleh koalisi Arab Saudi-Yaman dan kelompok Houthi yang didukung Iran.

Utusan PBB, Martin Griffiths, berharap untuk membawa pemerintah Yaman yang didukung Arab Saudi dan militan Houthi ke Swedia, untuk negosiasi yang dapat dimulai paling awal 3 Desember.

Sekjen PBB Antonio Guterres, bagaimanapun, ragu pembicaraan itu akan membuahkan hasil efektif sesegera mungkin.

"Seperti yang Anda tahu, ada beberapa kemunduran," katanya pada hari Kamis.

Riyadh telah menyatakan keprihatinan atas serangan roket Houthi di wilayah Saudi, sementara para pemberontak mencari jaminan bahwa delegasi mereka akan dapat pergi dengan aman dan kembali ke Yaman.

Pembicaraan damai sebelumnya yang direncanakan pada September di Jenewa gagal dimulai karena delegasi Houthi tidak pernah meninggalkan ibukota Yaman Sanaa, dengan alasan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak dapat menjamin pengembalian mereka yang aman.

Delegasi pemberontak dibiarkan terlantar di Oman selama tiga bulan pada tahun 2016, setelah negosiasi yang diselenggarakan oleh Kuwait ambruk setelah 108 hari.

Jika syarat-syarat dipenuhi, semua pihak pada prinsipnya setuju untuk menghadiri perundingan di Swedia, termasuk pemerintah presiden Yaman yang diakui internasional, Abedrabbo Mansour Hadi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya