Vanuatu Angkat Bicara Merespons Kecaman Keras RI soal Isu Papua

Vanuatu angkat bicara setelah dikritik keras oleh Indonesia yang menyebut bahwa Port Vila 'menyelundupkan' figur separatis Papua ke pertemuan PBB.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 01 Feb 2019, 14:26 WIB
Diterbitkan 01 Feb 2019, 14:26 WIB
Gedung Pancasila dan Ilustrasi Bendera Indonesia (Liputan6.com/Gempur M Surya)
Gedung Pancasila dan Ilustrasi Bendera Indonesia (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Port Vila - Vanuatu angkat bicara setelah dikecam keras oleh Indonesia yang menyebut bahwa Port Vila 'menyelundupkan' figur separatis Papua ke dalam pertemuan badan hak asasi manusia PBB di Jenewa pada 25 Januari 2019 lalu. Negara Pasifik itu menjelaskan bahwa akan terus menyuarakan 'isu dekolonisasi' Papua di PBB.

Sebelumnya, muncul pemberitaan di beberapa media asing bahwa Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda telah menyerahkan petisi dengan 1,8 juta tanda tangan, yang berisi permintaan referendum kemerdekaan kepada Komisioner Tinggi Badan HAM PBB (Kantor KTHAM PBB), Michelle Bachelet pada Jumat 25 Februari 2019.

Dikabarkan bahwa Benny juga berbicara dengan Bachelet "terkait situasi di Nduga" --mereferensi kasus penembakan kelompok bersenjata terhadap puluhan pekerja PT Istaka Karya pada Desember 2018-- dan meminta PBB mengirim tim HAM ke Bumi Cendrawasih.

Namun, aktivitas Benny di badan HAM PBB itu dilakukan dengan 'menumpang' delegasi Vanuatu yang dipanggil oleh Dewan HAM PBB untuk membahas Universal Periodic Review (UPR) situasi HAM di negara Pasifik itu.

Menyikapi Vanuatu, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi pada 31 Januari 2019 mengatakan bahwa Indonesia "telah mengirim nota diplomatik" yang memprotes langkah Vanuatu karena menyelundupkan Benny Wenda ke Dewan HAM PBB dan menyebut negara Pasifik itu "tidak menghormati kedaulatan Republik Indonesia karena mendukung gerakan separatis Papua."

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi (tengah) dalam Debat Terbuka Dewan Keamanan PBB (DK PBB) di New York, 22 Januari 2019 (kredit: Kemlu RI)

Sebelumnya, Wakil Tetap RI untuk PBB di Jenewa, Duta Besar Hasan Kleib juga telah bereaksi dalam pernyataan tertulis:

"Indonesia mengecam keras tindakan Vanuatu yang dengan sengaja telah mengelabui KTHAM dengan melakukan langkah manipulatif melalui penyusupan Benny Wenda ke dalam delegasi Vanuatu," kata Dubes Kleib dalam pernyataan tertulis pada 29 Januari, yang dimuat Liputan6.com pada Rabu (30/1/2019).

"Menurut keterangan Komisioner Tinggi HAM PBB (KTHAM), tanpa sepengetahuan kantor KTHAM, Benny Wenda dimasukkan dalam delegasi Vanuatu yang melakukan kunjungan kehormatan ke kantor KTHAM pada hari Jumat, 25 Januari 2019."

Wakil Tetap RI untuk PBB di Jenewa, Duta Besar Hasan Kleib. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Tapi, "nama Benny Wenda tidak masuk dalam daftar resmi delegasi Vanuatu untuk UPR. Kantor KTHAM bahkan menyatakan pihaknya sangat terkejut mengingat pertemuan semata-mata dimaksudkan untuk membahas UPR Vanuatu," lanjut pernyataan dari Kleib.

"Tindakan Vanuatu tersebut merupakan tindakan yang sangat tidak terpuji dan sangat tidak sesuai dengan prinsip-prinsip fundamental Piagam PBB," ujar Kleib.

"Indonesia tidak akan pernah mundur untuk membela dan mempertahankan kedaulatan wilayah NKRI."

*Selanjutnya: Vanuatu Menjawab Kritik Indonesia soal Papua

 

Simak video pilihan berikut:

 

Vanuatu Menjawab Kritik Indonesia soal Papua

Ketua ULMWP Benny Wenda (kedua dari kiri) dan Komisioner Tinggi HAM PBB Michelle Bachelet (ketiga dari kiri) di kantor badan HAM PBB di Jenewa pada 25 Januari 2019 (kredit: ULMWP)
Ketua ULMWP Benny Wenda (kedua dari kiri) dan Komisioner Tinggi HAM PBB Michelle Bachelet (ketiga dari kiri) di kantor badan HAM PBB di Jenewa pada 25 Januari 2019 (kredit: ULMWP)

Menteri Luar Negeri Vanuatu, Ralph Regenvanu menolak berbagai tuduhan yang dilontarkan oleh Indonesia. Ia lebih lanjut mengonfirmasi bahwa ketua ULMWP, Benny Wenda secara resmi terakreditasi dalam delegasi Vanuatu ke pertemuan PBB di Jenewa pada 25 Januari 2019 lalu.

Regenvanu mengatakan, "Pemerintah Vanuatu selalu mempertahankan pendiriannya dan dukungan di balik penentuan nasib sendiri untuk gerakan Papua Barat," demikian seperti dikutip dari DailyPost.vu, Jumat (1/2/2019).

"Vanuatu baru-baru ini menegaskan kembali komitmennya dan merayakan pembentukan gerakan ULMWP dengan menjadi tuan rumah pertemuan di sini (Port Vila) beberapa tahun yang lalu, serta memberikan tanah untuk kantor ULMWP," kata Regenvanu.

Menteri Luar Negeri menekankan bahwa status posisi pemerintah Vanuatu adalah tetap membantu rakyat Papua Barat dalam perjuangan mereka untuk melakukan dekolonisasi.

Berkenaan dengan komentar yang dibuat oleh pemerintah Indonesia, Menteri Regenvanu mengatakan salah satu cara yang dilakukan Vanuatu untuk mengatasi ini adalah dengan memungkinkan perwakilan dari gerakan ULMWP untuk masuk dan menjadi bagian dari delegasi Vanuatu ketika menghadiri pertemuan PBB, dan terutama di mana Vanuatu mengadakan pertemuan dengan Komisaris HAM PBB.

"Ini adalah kesempatan bagi ULMWP untuk mengangkat masalah Papua Barat dengan PBB, karena pada dasarnya itu adalah urusan yang belum selesai untuk PBB dan ada sangat sedikit jalan yang orang Papua Barat dapat gunakan untuk membawa perjuangan mereka ke perhatian atau terus membawa perjuangan mereka menjadi perhatian Komunitas Internasional sehingga Vanuatu akan terus membantu mereka dalam melakukan ini," kata Regenvanu.

"Vanuatu tidak menganggap gerakan Papua Barat atau ULMWP sebagai gerakan yang berbeda atau sebagai gerakan separatis, yang oleh pihak Indonesia telah dicap dan dianggap sebagai kasus wilayah, yang tidak pernah didekolonisasi dengan baik oleh PBB," tambahnya.

Regenvanu menegaskan bahwa setiap kali Vanuatu memiliki delegasi ke pertemuan PBB, itu adalah proses bagi Vanuatu dan negara-negara lain untuk menyerahkan catatan akreditasi yang mencantumkan semua anggota delegasi yang akan menjadi bagian dari delegasi resmi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya