Melecehkan 276 Anak, Pedofil Kolombia Dipenjara 60 Tahun

Pria paruh baya di Kolombia dipenjara 60 tahun karena melecehkan 276 anak di bawah umur.

oleh Siti Khotimah diperbarui 14 Feb 2019, 14:03 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2019, 14:03 WIB
Banner Infografis pedofil
Ilustrasi pedofilia

Liputan6.com, Bogotá - Pria asal Kolombia dijatuhi hukuman 60 tahun penjara atas tindak pencabulan terhadap 276 anak di bawah umur.

Juan Carlos Sánchez Latorre yang berumur sekitar 30-an tahun, telah mengaku di muka pengadilan bahwa korbannya berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, sebagaimana dikutip dari BBC News pada Kamis (14/2/2019).

Latorre mendekati korban secara daring, namun tidak disebutkan situs atau aplikasi yang digunakan. Setelahnya, pelaku biasa mengajak korban untuk bertemu di pusat perbelanjaan. Ia kemudian menawarkan sejumlah uang dengan imbalan berupa kontak seksual.

Jika korban menolak untuk menerima uang, Latorre tidak segan-segan untuk menyerang dengan kasar.

Ia juga membagikan video serta foto pencabulan secara daring, dengan akun bernama Big Bad Wolf.

Kasus kriminal telah diketahui sejak 2007-2008, namun kemudian ia menghilang dan berstatus buron. Baru pada tahun lalu Latorre ditemukan di Venezuela dan ditahan oleh kepolisian setempat setelah didapati menggunakakan kartu identitas palsu.

Sanchez Latorre ditahan di kota Maracaibo, Venezuela, sebelum akhirnya diekstradisi ke Kolombia pada September 2018 dan dijatuhi hukuman penjara. Polisi mencurigai ia telah melakukan aksi bejat serupa selama melarikan diri di Venezuela.

Tetangga Sanchez Latorre mengatakan tidak mengetahui terkait kelainan pedofilia yang dialami pelaku. Mereka tidak menyangka tindak pencabulan dilakukan olehnya.

 

Simak pula video berikut:

Justin Bieber Palsu Didakwa 931 Kasus Pencabulan Anak

Bendera Australia (iStockphoto via Google Images)
Bendera Australia (iStockphoto via Google Images)

Masih dalam kasus pencabulan dengan korban yang tidak sedikit, pada 2017 publik Australia dihebohkan dengan kasus pencabulan sejumlah anak dengan pelaku 'Justin Bieber' palsu.

Ia mengelabuhi korban dengan mengaku sebagai Justin Bieber di dunia maya.

"Pria 42 tahun itu menyamar sebagai penyanyi Kanada (Justin Bieber) untuk mendapatkan gambar eksplisit dari anak-anak," kata pihak Kepolisian Queensland seperti dikutip dari BBC.

Justin Bieber KW itu didakwa dengan 931 kasus kejahatan seksual, termasuk tiga pemerkosaan, yang melibatkan 157 korban di seluruh dunia.

Inspektur Detektif Jon Rouse menyebut, apa yang dilakukan pelaku sungguh menghebohkan.

Ia lantas memperingatkan kaum muda yang jadi penggemar Justin Bieber dan artis lain untuk berhati-hati. Rouse juga mengimbau para orangtua untuk lebih waspada.

"Faktanya, begitu banyak anak-anak percaya mereka menjalin komunikasi dengan selebritas tertentu," kata Rouse.

"Menjadi kebutuhan mendesak untuk memikirkan kembali secara serius tentang cara masyarakat mendidik anak-anak terkait keamanan online," tegas Rouse.

Polisi Queensland mengonfirmasi, penyelidikan kasus tersebut melibatkan otoritas internasional. Menurut media lokal, mereka menggandeng aparat Jerman dan US Homeland Security.

Lima puluh korban diduga berada di AS, enam lainnya berada di Australia, sementara 101 korban yang tak disebutkan namanya berada dalam daftar polisi negara bagian.

Pria itu sudah menghadapi tuduhan di Queensland atas kepemilikan materi eksploitatif terkait anak-anak. Tuduhan yang diarahkan padanya ditambahkan menjadi 931 pekan ini setelah polisi menggeledah komputernya.

"Dia telah menggunakan multiple platform online termasuk Facebook dan Skype untuk berkomunikasi dengan anak-anak," kata polisi.

Klaim terbaru terkait dakwaan pada 2007, termasuk tiga tuduhan kasus pemerkosaan dan lima kasus terkait pelecehan seksual anak di bawah 12 tahun.

Rouse mengatakan tuduhan terhadap Justin Bieber KW itu menunjukkan, "jangkauan global dan keterampilan pelaku kejahatan seks anak dalam merayu korbannya".

Dia pun mendesak orangtua untuk membantu menjaga keamanan anak-anak di dunia maya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya