AS Gabung Konsulat Palestina dengan Kedutaan di Israel, Ramallah Murka

Amerika Serikat berencana menggabungkan kantor konsulat untuk pelayanan warga Palestina di Yerusalem dengan kedutaan baru AS di Al-Quds.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Mar 2019, 07:30 WIB
Diterbitkan 05 Mar 2019, 07:30 WIB
Ilustrasi Yerusalem (iStock)
Ilustrasi Yerusalem (iStock)

Liputan6.com, Washington DC - Amerika Serikat berencana menggabungkan kantor konsulat untuk pelayanan warga Palestina di Yerusalem dengan kedutaan baru AS di Al-Quds. Rencana itu diumumkan oleh Kementerian Luar Negeri AS pada Senin 4 Maret 2019.

Penggabungan tersebut menuai kemarahan para pemimpin Palestina, demikian seperti dikutip dari Antara, Selasa (5/3/2019).

Keputusan untuk membentuk misi diplomatik tunggal di Yerusalem diumumkan pada Oktober oleh Menteri Luar Negeri Mike Pompeo dan secara luas diprediksikan pada awal Maret. Pengumuman Kementerian Luar Negeri pada Minggu memberikan tanggal resmi untuk langkah tersebut.

Penggabungan itu meningkatkan kekhawatiran warga Palestina bahwa pemerintah Trump mulai mengganggap remeh masalah mereka di kota yang disengketakan Al-Quds, rumah bagi situs-situs suci umat Yahudi, Muslim dan Kristen.

Presiden AS Donald Trump membuat geram dunia Arab dan memicu kecaman internasional atas pengakuan Al-Quds (Yerusalem) sebagai ibu kota Israel pada Desember 2017. Tidak hanya itu, AS juga telah memindahkan Kedutaan Besar mereka dari Tel Aviv ke Al-Quds (Yerusalem) pada Mei lalu.

Para pemimpin Palestina menangguhkan hubungan diplomatik dengan pemerintah AS pascapemindahaan kedutaan dan sejak itu memboikot upaya-upaya AS untuk menyusun rencana perdamaian antara Israel dan Palestina yang telah lama dinanti, menuduh Washignton bias pro-Israel.

Konsulat Jenderal AS di Yerusalem merupakan misi diplomatik utama bagi warga Palestina, yang dengan dukungan luas internasional mengupayakan Al-Quds (Yerusalem) Timur sebagai ibu kota negara yang akan mereka dirikan di Tepi Barat dan Jalur Gaza.

 

Simak video pilihan berikut:

Dalih AS: Demi Efisiensi Operasional

Ilustrasi Bendera Israel dan Yerusalem (AFP)
Ilustrasi Bendera Israel dan Yerusalem (AFP)

Menurut Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Robert Palladino keputusan tersebut didorong oleh efiensi operasional dan akan ada "kelanjutan yang lebih lengkap dari aktivitas diplomatik dan layanan konsuler AS."

"Ini bukan sinyal perubahan kebijakan AS tentang Al-Quds (Yerusalem), Tepi Barat dan Jalur Gaza," katanya dalam satu pernyataan.

"Batas-batas khusus kedaulatan Israel di Al-Quds (Yerusalem) tunduk pada status akhir perundingan antara para pihak."

Ketika Pompeo mengumumkan rencana penggabungan pada musim gugur lalu, pemimpin senior Palestina, Saeb Erekat mengecam keputusan pemindahan konsulat sebagai bukti terbaru bahwa pemerintahan Trump bersekongkol dengan Israel untuk memberlakukan "Israel Hebat" ketimbang solusi dua negara.

Status Al-Quds (Yerusalem) merupakan salah satu sengketa paling rumit antara Israel dan Palestina.

Israel menganggap seluruh kota, termasuk sektor di bagian timur yang dirampasnya dalam perang Timur Tengah pada 1967, sebagai "ibu kota abadi dan tak terpisahkan," namun hal tersebut tidak diakui secara internasional.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya