Liputan6.com, Kolombo - Sekolah-sekolah di Sri Lanka telah diinstruksikan untuk kembali beroperasi seperti sedia kala mulai Senin, 6 Mei 2019. Institusi pendidikan menengah ke atas dibuka hari ini, sedangkan tingkatan yang lebih rendah akan dimulai di kemudian hari.
Meskipun sekolah telah dibuka kembali dengan dijaga ketat petugas keamanan, banyak orangtua masih cemas. Mereka menahan anak-anak untuk tetap berada di rumah, khawatir adanya serangan susulan, demikian sebagaimana dikutip dari Channel News Asia pada Senin (6/5/2019).
Advertisement
Baca Juga
Ketakutan itu berkaitan dengan delapan teror bom yang terjadi pada Minggu Paskah, 21 April 2019 di tiga gereja, empat hotel, dan satu rumah warga. Sebanyak 257 orang tewas dalam kejadian nahas tersebut.
"Saya memutuskan untuk tidak mengirim putra saya ke sekolah hingga keadaan kembali normal," kata Sujeeva Dissanayake, salah seorang warga setempat. "Sampai kami yakin dengan situasi keamanan di luar, kami tidak akan mengirim anak ke sekolah."
Di sejumlah sekolah di Sri Lanka, ruang kelas hampir kosong. Sementara itu, sekolah swasta dan lembaga pendidikan Katolik tetap tutup.
Hal senada juga tampak di Royal College, sekolah negeri elite di Kolombo Sri Lanka. Area parkir yang biasa dipenuhi dengan mobil, praktis kosong.
Pejabat setempat mengatakan hanya sekitar 5 persen dari 6.000 siswa yang kembali belajar di sekolah pada hari ini.
Keadaan Serupa di Batticaloa
Sementara itu di Batticaloa, tempat terjadinya pengeboman gereja pada Minggu Paskah, sebuah sekolah Hindu tampak beroperasi. Para orangtua tampak ikut putra-putri mereka, berada di gerbang masuk.
"Orangtua tidak yakin keselamatan telah kembali normal," kata T. Yasodharan, kepala sekolah Sivananda College. Di sekolah itu, hanya 30 persen siswa yang berani memasuki kelas.
Sementara itu, sejumlah sekolah muslim ditutup untuk liburan terkait Ramadan.
Saat ini, pasukan bersenjata masih bersiaga setelah adanya laporan intelijen yang mengindikasikan adanya potensi serangan sebelum Ramadan tiba.
Advertisement
Warga Asing Termasuk 200 Ulama Diusir
Sementara itu pada hari yang sama ototitas Sri Lanka mengusir lebih dari 600 warga asing. Di antara jumlah tersebut adalah 200 ulama. Hal itu menanggapi serangan teror yang dituduhkan kepada kelompok teroris lokal, namun diklaim oleh ISIS.
Dikutip dari The Straits Times, Menteri Dalam Negeri Sri Lanka Vajira Abeywardena mengatakan para warga asing itu memasuki Negeri Ceylon secara legal, tetapi diketahui tinggal melebihi masa berlaku visa di tengah pengaman ketat pasca-serangan teror bom.
"Mempertimbangkan situasi saat ini di Sri Lanka, kami telah meninjau sistem imigrasi, dan mengambil keputusan untuk memperketat pembatasan visa bagi warga asing," kata Abeywardena.
"Dari seluruh warga asing yang kami deportasi, sekitar 200 orang adalah ulama," lanjutnya menjelaskan.
Serangkaian teror bom terkoordinasi menyerang beberapa gereja dan hotel mewah di ibu kota Kolombo pada peringatan Minggu Paskah, menewaskan 257 orang dan menyebabkan 500 lainnya terluka.
Teror tersebut dipimpin oleh seorang ulama dari wilayah timur Sri Lanka, yang diketahui telah beberapa kali melakukan perjalanan ke India dan Pakistan, untuk melakukan kontak dengan para ekstremis di sana.
Dia tidak mengkonfirmasi apakah polisi akan memberikan amnesti kepada mereka yang menyerahkan senjata selama periode penyerahan dua hari.
Polisi Sri Lanka juga telah menyita ratusan senjata dalam penggeledahan terkait teror bom sejak 21 April.
Seruan datang saat penyelidikan atas pemboman mematikan berlanjut.
Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena mengatakan kepada Reuters pada hari Sabtu bahwa sekitar 25 hingga 30 orang yang terkait dengan pemboman masih buron.
Sirisena juga meyakini bahwa ISIS merupakan dalang serangan.