Liputan6.com, Kolombo - Otoritas Sri Lanka telah mengusir lebih dati 600 warga asing, termasuk di dalamnya sekitar 200 ulama, sejak teror bom terkoordinasi pada peringatan Minggu Paskah, yang dituduhkan kepada kelompok teroris lokal.
Dikutip dari The Straits Times pada Senin (6/5/2019), Menteri Dalam Negeri Sri Lanka Vajira Abeywardena mengatakan para warga asing itu memasuki Negeri Ceylon secara legal, tetapi diketahui tinggal melebihi masa berlaku visa di tengah pengaman ketat pasca-serangan teror bom.
Advertisement
Baca Juga
"Mempertimbangkan situasi saat ini di Sri Lanka, kami telah meninjau sistem imigrasi, dan mengambil keputusan untuk memperketat pembatasan visa bagi warga asing," kata Abeywardena.
"Dari seluruh warga asing yang kami deportasi, sekitar 200 orang adalah ulama," lanjutnya menjelaskan.
Serangkaian teror bom terkoordinasi menyerang beberapa gereja dan hotel mewah di ibu kota Kolombo pada peringatan Minggu Paskah, menewaskan 257 orang dan menyebabkan 500 lainnya terluka.
Teror tersebut dipimpin oleh seorang ulama dari wilayah timur Sri Lanka, yang diketahui telah beberapa kali melakukan perjalanan ke India dan Pakistan, untuk melakukan kontak dengan para ekstremis di sana.
Â
Â
Kebanyakan Berasal dari Asia Selatan
Mendagri Sri Lanka tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang kewarganegaraan dari ratusan warga asing yang diusir. Tetapi, polisi setempat mengatakan banyak dari mereka berasal dari Bangladesh, India, Pakistan, dan Maladewa.
"Ada lembaga-lembaga keagamaan yang telah mendatangkan ulama asing selama beberapa dekade," kata Abeywardena.
"Kami tidak pernah memiliki masalah dengan mereka. Tetapi, beberapa mulai menunjukkan perkembangan yang mengkhawatirkan, dan itu menjadi pantauan utama kami saat ini," lanjutnya.
Abeywardena mengatakan pemerintah Sri Lanka sedang merombak kebijakan visa negara itu, menyusul kekhawatiran bahwa ulama asing dapat meradikalisasi penduduk setempat untuk mengulangi tindakan teror.
Advertisement
Penumpasan Teror Masih Berlangsung
Sri Lanka telah memberlakukan kondisi darurat sejak serangan teror bom terkoordinasi tersebut, serta memberikan wewenang luas kepada polisi dan militer untuk menangkap dan menahan para tersangka dalam waktu yang lama.
Pencarian dari rumah ke rumah sedang dilakukan di seluruh wilayah Sri Lanka untuk mencari bahan peledak dan risiko propaganda ekstrimis lainnya.