Liputan6.com, Jakarta - Asteroid bernama God of Chaos, yang memiliki 65.000 kali kekuatan bom nuklir yang dijatuhkan di Hiroshima, berpeluang besar menabrak Bumi. Para astronom memprediksi, asteroid berukuran 370 meter itu menghantam Bumi pada 2029.
Asteroid ini diberi nama Apophis God of Chaos berdasarkan mitologi Mesir kuno yang berarti dewa jahat, kegelapan, dan kehancuran. Asteroid yang ukurannya lebih besar dari gedung Shard di London itu memiliki dampak besar bila bertumbukan dengan Bumi.
Jika asteroid seberat 27 miliar kilogram itu menghantam Bumi, para ilmuwan menghitungnya akan meninggalkan kawah lebih dari satu mil lebarnya dengan kedalaman 518 meter yang mengejutkan.
Advertisement
Namun, seperti dilansir express.co.uk, Senin (9/9/2019), yang paling mengkhawatirkan dampaknya akan setara dengan 880 juta ton TNT yang diledakkan atau 65.000 kali lebih kuat dari bom nuklir yang dijatuhkan di Hiroshima, Jepang.
Ketika batu ruang angkasa ini pertama kali ditemukan pada 2004, NASA khawatir akan menabrak Bumi pada 2029. NASA menyatakan ada peluang 2,7 persen hantaman asteroid ini berdampak pada planet manusia.
Namun, dengan mempelajari orbitnya dari Matahari, badan antariksa Amerika itu dapat secara efektif mengesampingkan dampak tersebut. Tetapi para ahli di seluruh dunia masih khawatir tentang dampak potensial pada 12 April 2068.
NASA juga memberi asteroid God of Chaos memiliki peluang satu dari 150.000 untuk bertabrakan dengan Bumi pada 2068.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Membelokkan Orbit Asteroid
Mengutip laman resmi ESAÂ (European Space Agency), Badan Antariksa Eropa itu dikabarkan akan bekerja sama dengan NASA untuk menjalankan misi bersama mengalihkan asteroid yang diperkirakan akan menabrak Bumi pada 2027.
Salah satu cara yang dilakukan untuk membelokkan asteroid berukuran jumbo itu dengan menabrakan pesawat antariksa ke permukaan asteroid.
Kedua badan antariksa dunia itu akan mempersiapkan dua unit pesawat ruang angkasa. Salah satunya akan ditabrakkan ke permukaan asteroid, sementara yang lainnya melakukan pengumpulan data terkait dampak tumbukan tersebut.
Misi gabungan untuk membelokkan asteroid melalui tumbukan satu pesawat ruang angkasa dengan analisa dan armada lainnya, dikenal sebagai Asteroid Impact Deflection Assessment (AIDA) atau Penilaian Defleksi Dampak Asteroid.
Pesawat ruang angkasa kedua yang dikerahkan akan mensurvei lokasi kecelakaan dan mengumpulkan data semaksimal mungkin tentang dampak tabrakan ini.
Â
Sementara kontribusi NASA untuk AIDA, Uji Dampak Asteroid Ganda, atau pesawat ruang angkasa DART, sudah dalam tahap konstruksi untuk diluncurkan pada musim panas 2021, untuk ditabrakkan dengan targetnya pada kecepatan 6,6 km / detik pada September 2022.
Miniatur buatan Italia CubeSat bernama LICIACube (Light Italian CubeSat untuk Imaging of Asteroids) akan terbang bersama dengan DART untuk merekam momen tumbukan.
Kemudian tugas ESA menjalankan sebuah misi bernama Hera, untuk survei close-up asteroid pasca-tumbukan, memperoleh pengukuran seperti massa asteroid dan bentuk kawah terperinci. Hera juga akan menggunakan sepasang CubeSats untuk survei asteroid close-up dan penyelidikan kendaraan ruang angkasa radar pertama dari asteroid.
Hasil yang didapat oleh Hera akan memungkinkan para peneliti untuk memodelkan efisiensi tabrakan dengan lebih baik, untuk mengubah percobaan skala besar ini menjadi teknik yang dapat diulang sesuai kebutuhan jika terjadi ancaman nyata.
Advertisement