Liputan6.com, Jakarta - Di balik tragedi 11 September 2001 yang menyisakan momok buruk, tersirat sebuah romansa cinta nan menyentuh.
Mengutip History.com, Rabu (11/9/2019), wanita bernama Deena mengisahkan detik-detik perpisahan dengan sang suami, Thomas Burnett Jr. Kala ia mengucapkan kata-kata terakhir sebelum pesawat yang ia tumpangi dijatuhkan dalam pembajakan 9/11, 18 tahun lalu.
"Aku akan mati. Ada tiga penumpang di sini yang ternyata pembajak, akan mencelakakan pesawat. Aku cinta padamu, sayang," kata Burnett dalam telepon terakhirnya.
Advertisement
Burnett menjadi penumpang pesawat keempat yang dibajak dan dijatuhkan teroris. Sama seperti Burneet, pramugari di pesawat keempat tersebut, Sandy Bradshaw sempat menelepon suaminya, saat pesawat dikuasai pembajak.
"Semua penumpang berlari ke bangku depan, dan saya mau pamit, harus pergi. Selamat tinggal," ujar Sandy, pasrah. Begitu juga sang suami, saat mendengar pesan tersebut, tak bisa berbuat banyak.
Tepat 18 tahun silam, menjadi hari yang sulit dibenamkan dari benak warga Amerika Serikat.
Hari itu, Negeri Paman Sam dilanda teror besar-besaran. Tak tanggung-tanggung, empat pesawat dibajak dan dijatuhkan ke lokasi vital. Dua pesawat dihantamkan gedung kembar Twin Tower World Trade Center yang menjadi pusat bisnis dunia.
Satu pesawat dijatuhkan di Markas Militer AS, Pentagon. Peristiwa 9/11 ini menjadi salah satu tragedi paling mematikan di dunia. Korban jiwa mencapai lebih dari 3.000 orang, termasuk 400 petugas yang tengah mengevakuasi korban, ikut kandas terbenam di lokasi kejadian.
Detik-Detik Tragedi 11 September 2001
Menurut History.com, kejadian mengerikan dimulai pada pukul 08.45 waktu setempat. Pesawat pertama, yakni American Airlines Boeing 767 yang memuat 20 ribu galon bahan bakar dibajak dan dijatuhkan ke menara utara gedung kembar WTC, New York.
Lantai 80 hingga lantai 110 dan puncak menara langsung terbakar seketika. Saat itu, para eksekutif sedang sibuk bekerja.
Ribuan orang di dalamnya langsung tewas seketika. Saat jutaan pasang mata tertuju di menara utara, 18 menit kemudian, pesawat kedua pesawat American Airlines lainnya, Boeing 767 dengan nomor penerbangan 175 muncul dari balik awan, kemudian menghantam lantai 60 menara selatan.
Gedung bagian tengah meledak dahsyat. Situasi makin mencekam. Fokus orang-orang di New York sedikit teralihkan ketika pesawat American Airlines lainnya, dengan nomor penerbangan 77 jatuh menghujam markas Pentagon.
Sekitar 125 prajurit dan warga di dalam Pentagon tewas. Juga termasuk 64 orang yang berada di pesawat yang dibajak tersebut.
Sekali lagi, jantung warga AS dan dunia dibuat berdetak kencang. Ketika 15 menit kemudian, menara utara Gedung WTC ambruk diliputi kepulan asap dan tebu ekstra tebal. Boom, kira-kira begitu bunyinya.
Tak lama, menara utara pun runtuh. Akibatnya hampir 3.000 orang di sekitar Gedung WTC tewas, termasuk 343 petugas pemadam kebakaran dan 23 polisi New York, juga aparat pelabuhan, yang berusaha keras untuk menyelamatkan korban di dalam gedung. Sungguh tragis.
Advertisement
Teroris Berhasil Meruntuhkan Fondasi Gedung, Bukan Fondasi Negara
Presiden AS saat itu, George W Bush berang. Dia menegaskan, "teroris memang berhasil meruntuhkan fondasi gedung terbesar di negeri ini, tapi mereka tidak akan bisa meruntuhkan fondasi negara kami. Mereka bisa menghancurkan baja yang kuat, tapi tidak akan bisa menghancurkan tekad kami."
Menurut laporan media internasional, teror 9/11 ini dilakukan oleh 19 teroris di bawah komando pemimpin Al Qaeda, Osama bin Laden. Dari 19 pembajak, 15 orang di antaranya merupakan warga Arab Saudi. Beberapa pelaku telah tinggal di AS selama lebih daru satu tahun.
Beberapa lainnya menyusup ke Negeri Paman Sam beberapa bulan sebelum kejadian. Dalam aksinya, para pelaku tersebut berhasil menembus pengamanan di tiga bandara di wilayah East Coast dan membawa empat pesawat. Pesawat dipilih karena telah diketahui membawa bahan bakar yang banyak, sehingga bisa dimanfaatkan untuk pembajakan. Sebagai balasan, AS menyergap Osama bin Laden di Abbottabad, Pakistan pada 11 Juni 2011.
Osama dinyatakan tewas dalam penangkapan. Sejarah lain mencatat pada tanggal yang sama, 11 September 2001, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Benghazi, Libya diserang. Duta besar Amerika Serikat, J. Christopher Stevens ikut menjadi korban tewas.