Liputan6.com, Hong Kong - Pemerintah China berencana untuk mengganti pemimpin eksekutif Hong Kong, Carrie Lam pada Rabu (23/10/2019). Namun, alasan pasti pergantian itu tidak diungkap.
Calon pengganti pemimpin Hong Kong kemungkinan akan diajukan pada Maret 2020.Â
Sumber-sumber mengatakan kandidat utama menggantikan Carrie Lam adalah Norman Chan dan Henry Tang, seperti dilansir cnbc.com.Â
Advertisement
Norman Chan merupakan kepala Otoritas Moneter Hong Kong sebelumnya. Sedangkan Henry Tang adalah putra seorang raja tekstil, yang juga menjadi sekretaris keuangan wilayah Hong Kong dan kepala sekretaris administrasi.Â
Terkait alasan pergantian, Kantor Eksekutif Hong Kong mengatakan tidak akan mengomentari spekulasi.
Protes Terus Bergulir
Dikutip dari theguardian.com, Carrie Lam sudah menjadi penangkal petir untuk menyapu protes Hong Kong.Â
Protes itu bergulir atas kekhawatiran Beijing memperketat cengkraman dan membatasi kebebasan Hong Kong.
Wilayah Hong Kong berada di bawah prinsip "satu negara, dua sistem".Â
Protes sudah membawa jutaan orang turun ke jalan-jalan di Hong Kong sejak pertengahan Juni 2019 lalu.
Hal itu merupakan unjuk rasa terhadap rancangan undang-undang yang ditangguhkan. RUU tersebut dapat membuat orang dikirim ke dataran China untuk diadili di pengadilan yang dikontrol partai Komunis China.
Advertisement
Tuduhan Mundur dan Intervensi Tiongkok
Pada bulan September, Carrie Lam memberikan tanggapan terhadap laporan Reuters tentang rekaman Lam yang mengatakan dia akan mundur jika dia bisa, seperti dilansir theguardian.com.Â
Carrie Lam mengatakan dia tidak pernah meminta pemerintah China untuk membiarkannya mengundurkan diri untuk mengakhiri krisis politik kota yang dikuasai Tiongkok itu.
Meskipun RUU ekstradisi akhirnya ditarik, protes terus berlanjut. Mereka menentang keputusan polisi yang melarang mereka berunjuk rasa.
Sementara itu, China sudah membantah tuduhan campur tangan untuk mengikis kebebasan yang diberikan pada tahun 1997.
Negeri Tirai Bambu justru menyalahkan negara-negara asing seperti Amerika Serikat dan Inggris karena menghasut kerusuhan Hong Kong.
Â
Reporter: Hugo Dimas