Studi: Hoaks Bikin Wabah Virus Corona COVID-19 Kian Parah

Munculnya berita palsu termasuk informasi yang salah dan saran yang tidak akurat di media sosial dapat membuat wabah penyakit seperti epidemi Virus Corona COVID-19 kian parah. Ini kata peneliti.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Feb 2020, 14:31 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2020, 14:31 WIB
Ilustrasi Media Sosial
Ilustrasi Media Sosial (iStockphoto)

Liputan6.com, Beijing - Munculnya berita palsu alias hoaks termasuk informasi yang salah dan saran yang tidak akurat di media sosial digadang-gadang dapat memicu krisis yang ada kian memburuk. Dalam kasus ini, dapat membuat wabah penyakit seperti epidemi Virus Corona atau COVID-19 yang menyebar di China kian parah.

Hal ini dinyatakan dalam sebuah studi penelitian yang dipublikasikan pada Jumat (14/2/2020).

Dilansir Channel News Asia, dalam sebuah analisis tentang bagaimana penyebaran informasi yang salah dapat mempengaruhi penyebaran penyakit, para ilmuwan di East Anglia University (UEA) Inggris mengatakan bahwa setiap upaya yang berhasil menghentikan orang membagikan berita palsu dapat membantu menyelamatkan nyawa.

"Ketika berbicara tentang COVID-19, ada banyak spekulasi, informasi yang salah dan berita palsu yang beredar di internet - tentang bagaimana virus itu berasal, apa yang menyebabkannya dan bagaimana penyebarannya," kata Paul Hunter, seorang profesor UEA.

"Informasi yang salah berarti bahwa saran buruk dapat beredar dengan sangat cepat - dan itu dapat mengubah perilaku manusia untuk mengambil risiko yang lebih besar," tambahnya.

Saksikan video berikut ini:

Flu, Monkeypox, dan Norovirus

Khawatir Virus Corona COVID-19, Warga Malaysia Beraktivitas Pakai Masker
Seorang pria menjual masker di tengah kekhawatiran akan penyebaran virus corona COVID-19, di Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis, (13/2/2020). (AFP/Mohd Rasfan)

Dalam penelitian mereka, tim Hunter fokus pada tiga penyakit menular lainnya seperti flu, monkeypox dan norovirus.

Meski begitu, mereka mengatakan temuan mereka juga dapat berguna untuk menangani wabah Virus Corona COVID-19.

"Berita palsu dibuat tanpa menghormati keakuratan, dan seringkali didasarkan pada teori konspirasi," kata Hunter. Dalam studi ini, para peneliti menciptakan simulasi teoritis wabah norovirus, flu dan monkeypox.

Mereka memperhitungkan studi perilaku nyata, bagaimana berbagai penyakit menyebar, masa inkubasi dan waktu pemulihan, dan kecepatan serta frekuensi posting media sosial dalam berbagi informasi kehidupan nyata.

Rendahnya Kepercayaan Publik

Virus Corona Hantui Perayaan Tahun Baru Imlek
Orang-orang yang mengenakan masker berjalan melewati dekorasi perayaan Imlek Tahun Tikus Logam di Hong Kong, 24 Januari 2020. Pemerintah China memutuskan menutup seluruh akses masuk dan keluar Kota Wuhan untuk mencegah penyebaran wabah virus corona. (AP/Kin Cheung)

Mereka juga memperhitungkan bagaimana rendahnya kepercayaan publik pada pihak berwenang terkait dengan kecenderungan untuk percaya teori konspirasi, dan bagaimana orang berinteraksi dalam gelembung informasi online.

“Yang mengkhawatirkan, orang lebih cenderung untuk berbagi saran buruk di media sosial daripada saran yang baik dari sumber tepercaya,” kata Hunter.

Para peneliti menemukan bahwa pengurangan 10 persen dalam jumlah postingan saran berbahaya yang diedarkan memiliki dampak meringankan pada tingkat keparahan wabah.

 

 

Reporter: Deslita Krissanta Sibuea

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya