Kisah Mendebarkan WNI dari Jakarta ke Australia Saat Pandemi Corona COVID-19

Ini pengalaman WNI asal Bandung, Jawa Barat bepergian ke Australia dari Jakarta di tengah Pandemi Virus Corona COVID-19. Mendebarkan!

diperbarui 12 Jun 2020, 10:36 WIB
Diterbitkan 05 Jun 2020, 12:27 WIB
Rika dan Thomas Shears yang sebelumnya tinggal di Bandung kini sudah berada di Melbourne dengan selamat. (Koleksi pribadi)
Rika dan Thomas Shears yang sebelumnya tinggal di Bandung kini sudah berada di Melbourne dengan selamat. (Koleksi pribadi)

Jakarta - WNI bernama Rika Shears, asal Jawa Barat, dan suaminya Thomas Shears dari negara bagian Victoria memutuskan pulang ke Australia pada akhir pekan lalu.

Sejak awal pandemi Virus Corona COVID-19, Pemerintah Australia sudah melarang warga asing masuk ke negaranya, dan sebaliknya mengimbau warganya yang masih ada di luar negeri untuk pulang.

Tak mau dipisahkan dari Thomas, Rika memilih ikut suaminya untuk pulang ke Victoria, negara bagian dengan ibu kota Melbourne.

Setelah tiba dengan selamat di Australia dan kini sedang menjalani karantina di salah satu hotel, Rika dan Thomas menceritakan pengalaman seru mereka berangkat dari Bandung.

Perbatasan Australia masih ditutup dan hanya warga Australia, penduduk tetap atau permanent resident (PR), beserta anggota keluarga dekatnya yang bisa datang ke Australia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Kebingungan Menuju Jakarta

Pesawat penumpang yang kosong dan hanya mengangkat kurang dari 20 orang dari Jakarta ke Melbourne. (Koleksi pribadi)
Pesawat penumpang yang kosong dan hanya mengangkat kurang dari 20 orang dari Jakarta ke Melbourne. (Koleksi pribadi)

Rika mengaku, perjalanan dari Bandung ke Jakarta adalah bagian yang "paling ribet" dari semua rangkaian perjalanan ke Australia di tengah pandemi Virus Corona COVID-19.

"Karena ada aturan PSBB yang aturannya berubah-ubah terus," kata Rika saat dihubungi lewat telepon oleh Erwin Renaldi dari ABC Indonesia yang dikutip Jumat (5/6/2020).

Salah satu yang membuat keduanya "stres" sebelum berangkat adalah aturan soal Surat Izin Keluar Masuk DKI Jakarta.

"Aturannya memang tertulis jelas, bahkan ada website-nya, tapi tidak jelas bagi mereka yang ingin melintasi DKI Jakarta," jelas Rika.

Sebelum berangkat sudah beberapa kali Rika mencoba menghubungi 'call centre' tetapi nomor tersebut tidak aktif, belum lagi situsnya juga 'down' atau tidak bisa diakses.

Berangkat dari Bandung dengan menggunakan 'shuttle bus' menuju bandara udara Soekarno Hatta di Tangerang, Rika mengaku melewati dua titik pemeriksaan di Karawang dan Bekasi.

"Ada perasaan deg-deg-an karena kami tidak bisa mendapat surat itu, takut kalau disuruh putar balik ke Bandung," jelasnya. Namun, karena mereka memilih menggunakan 'shuttle bus', jalur yang mereka lewati berbeda dengan lokasi titik pemeriksaan.

Kabin yang Kosong

Suasana bandar udara di Melbourne yang jauh sangat sepi dibandingkan biasanya, karena masih ditutupnya perbatasan internasional. (Koleksi pribadi)
Suasana bandar udara di Melbourne yang jauh sangat sepi dibandingkan biasanya, karena masih ditutupnya perbatasan internasional. (Koleksi pribadi)

Tiba di bandara Soekarno-Hatta, Rika dan Thomas mengaku mengatakan melihat pemandangan yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.

"Sepi banget, tapi serem sepinya, enggak ada siapa-siapa," kata Thomas Shears yang fasih berbahasa Indonesia kepada ABC.

Ia menjelaskan tiket pesawat tujuan Melbourne masih tersedia, meski dengan frekuensi terbang hanya sekali seminggu.

"Booking gampang, cuma mahal saja," jelasnya, "sekali jalan itu sekitar Rp 7,5 juta … bukan return [pulang pergi] karena tidak boleh".

Ketika masuk ke dalam pesawat, keduanya mengatakan "rasanya luar biasa", karena jalur ke Melbourne sebelumnya selalu ramai oleh penumpang.

"Rasanya juga lebih aman … karena pesawatnya kosong, tidak harus duduk samping orang lain," ujar Thomas.

Di kabin mereka hanya ada tiga orang dari total penumpang yang terbang saat itu berjumlah kurang dari 20 orang.

Sejak mendarat, pasangan Shears beserta penumpang lainnya sudah diberitahu jika mereka harus menjalani karantina Corona COVID-19 wajib selama 14 hari.

Proses menuju imigrasi diakui oleh keduanya berjalan lancar, termasuk saat pengambilan barang-barang.

"Semuanya proses cepat banget dan semuanya profesional banget," kata Thomas."Mulai turun pesawat disambut orang Department of Health, ada perawat banyak, mereka memastikan penumpang tidak ada gejala COVID-19," tambahnya.

Usai melewati semua proses keluar bandara udara, mereka dibawa menuju bis 'Skybus' untuk dibawa ke hotel tempat mereka akan dikarantina, yang lokasinya tidak jauh dari bandara.

Biaya Karantina Ditanggung Pemerintah

Makanan disajikan dan dikirim langsung ke kamar hotel tiga kali sehari untuk Rika dan Thomas. (Koleksi pribadi)
Makanan disajikan dan dikirim langsung ke kamar hotel tiga kali sehari untuk Rika dan Thomas. (Koleksi pribadi)

Di negara bagian Victoria, biaya karantina bagi mereka yang pulang ke Australia ditanggung oleh pemerintah.

Tidak hanya kamar hotel, tapi juga makanan, seperti yang diceritakan oleh Thomas.

"Makanan tiga kali sehari diantar ke kamar," jelas Thomas, yang juga mengatakan mereka bisa memilih makanan sesuai kebutuhannya.

Sebagai Muslim mereka hanya memilih makanan yang halal dan tambahan bagi Rika yang hanya mengkonsumsi daging ayam saja.

Makanan yang disediakan juga mengikuti kebutuhan diet tiap-tiap individu, termasuk daging halal. (Koleksi pribadi)

Mereka menjelaskan selama karantina mereka tidak boleh keluar kamar, kecuali diminta atau diberikan kesempatan untuk keluar.

"Misalnya hari ini kita boleh keluar untuk berjalan kaki di tempat parkir bandara selama 25 menit tapi itu pun dijaga oleh delapan orang," jelas Rika.

Ancaman Denda hingga Rp 200 Juta

Uang pecahan 50 dolar Australia. (ABC.net.au)
Uang pecahan 50 dolar Australia. (ABC.net.au)

Mereka juga tidak bisa bermain-main dengan aturan karantina, karena bisa mendapat ancaman denda hingga AU$20.000, atau hampir Rp 200 juta.

"Di lantai kami ada yang menjaga di depan pintu, 24 jam secara bergantian, mereka adalah private security [bukan polisi]," kata Tom.

Pasangan Shears mengatakan fasilitas yang disediakan lainnya adalah tes Virus Corona COVID-19 gratis dengan metode 'swab' yang dilakukan di hari ketiga dan hari kesebelas.

Dari perhitungan mereka, diperkirakan biaya yang ditanggung oleh pemerintah untuk mereka berdua selama karantina bisa mencapai AU$6.000 atau lebih dari Rp 60 juta.

"Kami juga ditelepon ke kamar setiap hari untuk ditanya kondisi kesehatan, jika ada kebutuhan atau makanan yang kurang," jelas Rika.Sebelum ke Melbourne, pasangan Shears mengaku sudah menjalani isolasi mandiri selama tiga bulan dengan diam di rumah mereka di Bandung.

"Jadi ini sama saja seperti di rumah, bedanya kami dilayani … justru lebih baik daripada isolasi mandiri di rumah," kata Rika.

Keduanya kini mengaku lega karena sudah berada di Melbourne dengan selamat, meski harus menjalani karantina sebelum bertemu keluarga Thomas.

"Lega namun tetap khawatir dengan keluarga saya yang berada di Indonesia, mengingat masih tingginya kasus di sana," ujar Rika.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya