Normalisasi Hubungan dengan Israel, Serbia Bakal Buka Kedutaan Besar di Yerusalem

Serbia dilaporkan akan membuka Kedutaan Besar untuk Israel di Yerusalem, menyusul kesepakan normalisasi yang ditengahi oleh AS.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 07 Sep 2020, 15:54 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2020, 15:54 WIB
Menikmati Buka Puasa dengan Latar Masjid al-Aqsa
Masjid Dome of the Rock, di kompleks masjid Al-Aqsa, selama bulan suci Ramadan terlihat saat matahari terbenam selama krisis pandemi coronavirus di Kota Tua Yerusalem (19/5/2020). (AFP/Ahmad Gharabli)

Liputan6.com, Jakarta- Serbia dilaporkan akan membuka Kedutaan Besar untuk Israel di Yerusalem. Hal itu dilakukan menyusul kesepakan normalisasi yang ditengahi Amerika Serikat. 

Dikutip dari Associated Press, Senin (7/9/2020), kesepakatan itu dibuat dalam dua hari pertemuan antara Presiden AS Donald Trump, Presiden Serbia Aleksandar Vucic dan Perdana Menteri Kosovo Avdullah Hoti. Persetujuan tersebut mencakup pengakuan timbal balik antara Israel dan Serbia dan kerja sama di bidang ekonomi, yang termasuk upaya menarik investasi hingga pembukaan lapangan kerja. 

Pengumuman normalisasi hubungan tersebut juga dinilai menjadi keunggulan Trump di bidang politik diplomasi untuk memperkuat posisi Israel secara Internasional, menjelang pemilu AS pada November 2020. 

Trump menyatakan dalam jumpa pers di Ruang Oval, Gedung Putih, "Saya senang mengumumkan kesepakatan yang bersejarah," Serbia dan Kosovo masing-masing telah berkomitmen melakukan normalisasi ekonomi.

"Setelah masa yang penuh kekerasan dan tragis serta negosiasi yang gagal selama bertahun-tahum, pemerintahan saya mengusulkan jalan baru untuk menjembatani kedua negara. Dengan fokus pada penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi, kedua negara akan mampu mencapai terobosan besar," ujar Trump. 

Tak hanya itu, Trump juga mengatakan, Serbia telah membuka kantor dagang di Yerusalem pada bulan September ini, dan akan memindahkan kedutaan besarnya ke kota tersebut pada Juli 2021.

Sebelumnya, AS telah mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel pada akhir 2017 dan memindahkan kedutaan besar mereka ke kota tersebut pada Mei 2018.

Keputusan itu pun menuai kritik dari warga Palestina dan negara-negara Eropa, dengan konflik Israel-Palestina yang hingga kini belum terpecahkan. 

Hingga saat ini, diketahui ada empat negara termasuk AS dan Guatemala yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, sementara Palestina mengklaim wilayah Yerusalem timur, yang diduduki oleh Israel dalam perang Timur Tengah pada 1967, sebagai ibu kota mereka jika merdeka nantinya.

Saksikan Video Berikut Ini:

Sambutan PM Israel

Menikmati Buka Puasa dengan Latar Masjid al-Aqsa
Warga Palestina berkumpul untuk berbuka puasa selama bulan suci Ramadan dengan latar belakang Kota Tua Yerusalem dan kompleks Masjid al-Aqsa yang ditutup selama krisis pandemi coronavirus di Bukit Zaitun (19/5/2020). (AFP/Ahmad Gharabli)

Dalam pernyataan terpisah, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, menyampaikan terima kasihnya kepada Presiden Serbia karena telah memindahkan kedutaan besar ke Yerusalem.

PM Netanyahu juga mengumumkan bahwa Israel dan Kosovo akan menjalin hubungan diplomatik dan menyatakan Pristina juga akan membuka kedutaan besarnya di Yerusalem.

"Kosovo akan menjadi negara mayoritas Muslim pertama yang membuka kedutaan besar di Yerusalem. Seperti yang saya katakan dalam beberapa hari terakhir, upaya perdamaian dan pengakuan terhadap Israel semakin meluas dan diharapkan dapat bertambah ke negara lainnya," tutur PM Netanyahu.

AS sebelumnya juga telah menengahi kesepakatan normalisasi antara Uni Emirat Arab dan Israel beberapa waktu lalu. 

Tidak hanya UEA, sejumlah negara Arab lainnya, yang terdiri dari Sudan, Bahrain, dan Oman juga disebut dapat mencapai kemungkinan untuk menormalisasi hubungan dengan Israel.

Pada tahun 2008, parlemen Kosovo mendeklarasikan kemerdekaan dari Serbia, yang terjadi sembilan tahun setelah NATO melakukan serangan udara selama 78 hari terhadap Serbia untuk menghentikan tindakan keras terhadap etnis Albania di Kosovo.

Tetapi, sampai saat ini Serbia dan sekutunya, Rusia dan China belum mengakuit kemerdekaan Kosovo.

Kendati demikian, hal tersebut membuat hubungan kedua pemerintah tegang di kawasan Balkan selama tahun 1990-an.

"Ini adalah pembicaraan yang sulit bagi kami, tetapi saya puas," ungkap Vucic kepada wartawan Serbia di Washington D.C.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya