Liputan6.com, Khartoum - Perdana Menteri Sudan, Abdalla Hamdok, memilih mindur usai diangkat oleh militer. Sebelumnya, militer melancarkan kudeta di Sudan pada Oktober 2020.
Militer meminta adanya pembagian kekuasaan dengan Abdallah Hamdok. Akan tetapi, elemen masyarakat sipil menolak kehadiran militer di kekuasaan.
Advertisement
Baca Juga
Menurut laporan BBC, Senin (3/1/2022), Abdalla Hamdok menyebut negaranya berada di titik yang berbahaya. Ia mengaku sudah berusaha keras mencegah negaranya jatuh ke dalam bencana. Namun, usahanya belum berhasil untuk meraih kesepakatan.
"Saya memutuskan untuk mengembalikan tanggung jawab saya dan mengumumkan mundurnya saya sebagai perdana menteri, dan memberikan kesempatan bagi laki-laki atau perempuan lain dari negara terhormat ini," ujar Hamdok.
Ia berharap sosok pemimpin itu bisa memandu negaranya melewati periode transisi agar bisa menjadi negara sipil yang berdemokrasi.
Hamdok pertama kali berkuasa pada 2019. Ia dulunya aktif di kementerian keuangan di Sudan, serta sempat diajukan sebagai menteri keuangan oleh Presiden Omar Al-Bashir tetapi menolaknya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Berbagi Kekuasaan
Pemimpin kudeta Sudan adalah Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan. Kini, ia menjadi presiden Sudan.
Ia berdalih kudeta itu memiliki tujuan positif demi mencegah perang saudara. Pada November lalu, ia sepakat dengan Hamdok untuk melakukan pembagian kekuasaan, dan Hamdok kembali menjadi perdana menteri.
Mundurnya Hamdok memicu protes massal di Sudan.
Sebenarnya, Al-Burhan juga merupakan tokoh transisi di Afsel.
Al-Burhan pernah dikecam oleh Human Rights Watch (HRW) karena memutuskan akses internet di Sudan pada 2019. Ia beralasan karena ada masalah keamanan nasional.
Advertisement