Liputan6.com, Beijing - Investasi dan perdagangan China —dan mungkin undangan ke KTT G20 di Bali musim gugur ini— diperkirakan ada di meja pembicaraan hari Selasa (26/7/2022) antara Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dan pemimpin China Xi Jinping. Demikian seperti dilaporkan Associated Press (AP).
Jokowi dilaporkan tiba di Beijing pada Senin 25 Juli malam sebagai pemberhentian pertama dari kunjungan kerjanya ke Asia Timur. Setelah China, ia akan bertolak ke Jepang dan Korea Selatan akhir pekan ini.
Perdagangan, investasi, dan perikanan akan menjadi isu penting dalam pertemuan dengan para pemimpin ketiga negara tersebut, kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi pekan lalu.
Advertisement
Di Beijing, kedua belah pihak diperkirakan akan membahas investasi China di bidang infrastruktur dan sumber daya alam, termasuk proyek yang tertunda untuk membangun jalur kereta api berkecepatan tinggi dari ibu kota Indonesia Jakarta ke kota Bandung.
Sementara itu, Jokowi dijadwalkan juga bertemu dengan pemimpin nomor 2 China, Perdana Menteri Li Keqiang, yang bertanggung jawab atas kebijakan ekonomi.
Presiden Indonesia adalah salah satu dari sedikit pemimpin asing yang melakukan perjalanan ke China, yang membatasi pengunjung asing karena pandemi COVID-19. Sebagian besar pembicaraan Xi dengan para pemimpin lain dilakukan melalui sambungan telepon atau video selama lebih dari dua tahun.
Xi belum meninggalkan China sejak awal 2020 tetapi mungkin melakukannya untuk KTT G20 yang akan diselenggarakan Widodo pada pertengahan November dan pertemuan tahunan forum Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik di Bangkok segera setelahnya.
G20 adalah kelompok yang berharga bagi China, kata para analis, karena G20 tidak hanya mencakup negara-negara kaya di Barat tetapi juga suara negara-negara berpenghasilan menengah utama seperti China, India dan Brasil.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Jokowi-Xi Jinping Bertemu, Pengamat: China Ingin Pegang Indonesia
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah tiba di Beijing China pada 25 Juli 2022. Kedatangannya untuk bertemu Presiden Xi Jinping menjelang KTT G20 di Bali akhir tahun ini.
Lawatan ke Asia Timur ini kemudian akan dilanjutkan ke Jepang dan Korea Selatan.
Presiden RI Joko Widodo menjadi kepala negara pertama yang akan melaksanakan pertemuan bilateral dengan Presiden China Xi Jinping,yang dijadwalkan berlangsung di Beijing, China, pada Selasa (26/7).
Presiden Xi Jinping diketahui tidak menerima kunjungan kenegaraan secara resmi sejak pecahnya pandemi COVID-19, kecuali dalam perhelatan Olimpiade Musim Dingin Beijing pada awal tahun 2022.
Kerjasama dalam berbagai sektor akan menjadi fokus pembahasan pertemuan Jokowi dengan Xi nantinya. Terlebih China merupakan salah satu negara yang dipandang sebagai mitra terpenting ASEAN serta forum G20.
China saat ini merupakan mitra dagang Indonesia terbesar, dengan nilai total perdagangan mencapai US$110 Miliar. Serta investor ketiga terbesar dengan nilai investasi mencapai US$3,2 miliar pada tahun 2021 silam.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Dorong Pemenuhan Kepentingan Nasional
Pakar Hubungan Internasional Universitas Katolik Parahyangan Aknolt Kristian Pakpahan menyoroti secara khusus pertemuan Presiden Jokowi dengan Presiden Xi kali ini, yang sarat akan percepatan pemenuhan kepentingan nasional masing-masing negara.
Menurut Kristian, Indonesia memanfaatkan momentum pertemuan ini demi memastikan proyek ekonomi China yang ada di Indonesia, bisa terus berjalan di tengah kondisi ekonomi global yang sedang menghadapi krisis. "Jangan lupa, selain kita berbicara situasi COVID-19, krisis pangan dan energi akibat konflik Rusia-Ukraina, kita juga masih mempunyai tantangan besar ke depan bagaimana menghadapi perubahan yang terjadi akibat revolusi 4.0", kata Kristian.
Sementara China juga berupaya membuka diri terhadap Indonesia, guna memastikan Indonesia tetap berada di posisi netral dalam isu-isu yang melibatkan negara Tirai Bambu tersebut.
"Dalam konteks ASEAN, Indonesia dilihat sebagai salah satu negara besar, negara penting yang harus "dipegang” oleh China agar tetap netral," tambahnya.
Isu ekonomi di atas HAM
China selama beberapa tahun terakhir, terus mendapat sorotan global terkait dugaan pelanggaran HAM terhadap etnis muslim Uighur di Xinjiang.
Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sejauh ini tak banyak bersikap kritis terkait tema ini. "Pasalnya, masih ada misi ekonomi Indonesia dengan China yang lebih krusial. Dalam konteks hubungan luar negeri, semua negara rasanya memegang prinsip tidak mencampuri urusan domestik. Jadi, isu-isu ini tidak akan dibahas", kata Kristian.
"Bayangkan, misalnya China dalam melakukan hubungan ekonomi dengan Indonesia, membahas apa yang dilakukan di wilayah Indonesia, adanya pelanggaran HAM. Papua, misalnya. Bayangkan kalau misalnya kita diajak diskusi hal-hal seperti itu. Betul kita negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, tapi kita tidak bisa men-judge China melakukan pelanggaran HAM terhadap kaum minoritas. Rasanya itu bukan langkah diplomasi yang baik kalau kita mengangkat isu-isu seperti itu“, ujar Kristian lebih lanjut.
“Kembali lagi tujuannya apa kita melakukan lawatan ke Asia Timur. Kita ingin membuka kerja sama ekonomi yang lebih luas, kok. Kalau kita ingin membuka kerja sama ekonomi yang lebih luas, masa kemudian membicarakan isu-isu yang “sensitif” kemudian negara yang mau dilakukan kerja sama merasa tersinggung. Jadi rasanya kita tidak akan membahas isu-isu seperti itu”, pungkas pakar hubungan internasional Universitas Katolik Parahyangan itu.
Advertisement
