Liputan6.com, Tel Aviv - Raja Hussein dari Yordania melakukan kunjungan publik pertamanya ke kota terbesar Israel, Tel Aviv, tepat hari ini 27 tahun silam.
Kunjungannya dilakukan sebagai indikasi terbaru dari kehangatan baru antara kedua negara.
Baca Juga
Raja -- seorang pilot berpengalaman -- menerbangkan helikopter tentara Yordania ke pangkalan udara Sde Dov dekat Tel Aviv, di mana dia bertemu dengan Perdana Menteri Israel Shimon Peres.
Advertisement
Dikutip dari BBC, Selasa (10/1/2023), di sebuah upacara untuk menghormati kepala negosiator yang menengahi pembicaraan perdamaian Israel-Yordania tahun 1994, Peres mengatakan: "Kami masih menghadapi segala macam tantangan: seperti tidak membiarkan adanya perdamaian yang cepat."
“Saya ingin mengatakan, betapa bahagianya kami memiliki kesempatan untuk bersama teman-teman kami, mitra kami dalam membangun dan meletakkan dasar bagi perdamaian menyeluruh di kawasan ini,” jawab Raja.
Perjanjian Damai
Israel dan Yordania mengakhiri 46 tahun perang dengan perjanjian damai pada tahun 1994 yang didukung oleh Presiden AS Bill Clinton. Kesepakatan itu menuai kecaman dari warga Palestina Yordania, yang merupakan 60% dari populasi.
Pejabat PLO mengecam kunjungan Raja hari itu, dengan mengatakan bahwa dia seharusnya mengunjungi tanah di bawah pemerintahan Palestina terlebih dahulu.
Ada pengamanan yang sangat ketat saat iring-iringan mobil Raja Hussein melewati Tel Aviv, Israel.
6 Ribu Polisi Dikerahkan
Sekitar 6.000 petugas polisi dikerahkan untuk melindunginya, dan pusat Tel Aviv lumpuh karena polisi menutup jalan dan mengalihkan lalu lintas.
Ribuan orang Israel menontonnya lewat, menyambutnya dengan antusias dengan bendera dan spanduk Yordania yang menyambut Raja dalam bahasa Arab.
Raja Hussein memang mengadakan pembicaraan dengan Peres, tetapi para diplomat menekankan bahwa tujuan utama kunjungan itu lebih bersifat simbolis daripada politis.
Diplomasi Ulang-alik
Kemudian, dia terbang ke Beit Gavriel di tepi Laut Galilea untuk berbicara dengan Peres dan Menteri Luar Negeri AS Warren Christopher.
Diplomasi ulang-aliknya di wilayah tersebut berlanjut keesokan hari dengan kunjungan ke ibu kota Suriah, Damaskus.
Yordania sebagian besar terisolasi secara diplomatis sejak mengambil sikap netral dalam Perang Teluk 1991.
Namun, perjanjian damai dengan Israel dan peningkatan penentangan Raja Hussein terhadap pemimpin Irak, Saddam Hussein, telah membawa negara itu kembali ke dunia internasional.
Advertisement
Israel-UEA-Bahrain Teken Perjanjian Perdamaian Dimediasi AS
Sementara itu, di masa kini, upaya pengesahan perjanjian damai Israel dengan Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA) terjadi pada September 2020. Normalisasi hubungan itu dimediasi oleh Amerika Serikat.
Dalam acara penandatanganan perdamaian itu di Gedung Putih Selasa 15 September 2020, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan kesepakatan serupa yang ditengahi Amerika akan segera dilakukan antara negara Yahudi itu dan "lima atau enam" negara Arab lain.
Presiden Donald Trump di Gedung Putih hari Selasa menjadi tuan rumah upacara penandatanganan normalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara Arab: Uni Emirat Arab dan Bahrain.
"Para pemimpin yang berpandangan ke depan ini akan menandatangani dua kesepakatan perdamaian antara Israel dan negara Arab. Ini perdamaian pertama dalam lebih dari 25 tahun. Sepanjang sejarah Israel hanya ada dua perjanjian seperti itu. Kini, kita mencapai dua perjanjian dalam satu bulan," ujar Trump seperti dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (16/9/2020).
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab Abdullah bin Zayed dan Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif bin Rashid al Zayani menandatangani perjanjian yang disebut "Abraham Accords" itu di Halaman Selatan Gedung Putih.
Benjamin Netanyahu mengatakan, "Perdamaian ini pada akhirnya akan meluas, mencakup negara-negara Arab lain, dan pada akhirnya akan mengakhiri konflik Arab-Israel, untuk selamanya."
Kesepakatan dengan UEA Sejak 13 Agustus
Kesepakatan Israel-Uni Emirat Arab (UEA) dicapai pada 13 Agustus 2022.
Bahrain mengumumkan bahwa mereka juga akan secara resmi mengakui negara Yahudi itu. Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif bin Rashid al Zayani menyebut perjanjian normalisasi sebagai “langkah penting pertama”.
“Kini menjadi kewajiban mendesak kita untuk bekerja secara aktif demi mewujudkan perdamaian dan keamanan yang abadi yang layak dirasakan rakyat kita. Solusi dua negara yang adil, komprehensif, dan langgeng bagi konflik Palestina-Israel akan menjadi landasan, fondasi perdamaian semacam itu,” kata al Zayani.
Advertisement