Pengetahuan Bahaya Rokok Harus Dimasukkan dalam Kurikulum SD

Pemerintah diminta mempertimbangkan memasukkan pengetahuan bahaya rokok dalam kurikulum pendidikan.

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 31 Mei 2014, 17:09 WIB
Diterbitkan 31 Mei 2014, 17:09 WIB
Ilustrasi Rokok 1(Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi Rokok 1(Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta Kesadaran bahaya merokok harus ditanamkan sejak dini. Dalam Deklarasi Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH) 2014, sebanyak 392 delegasi meminta Pemerintah untuk mempertimbangkan agar memasukkan pengetahuan tentang bahaya buruk merokok terhadap kesehatan ke dalam kurikulum pendidikan anak sedini mungkin.

Dr Kartono Mohamad dari Indonesian Tobacco Control Network mengatakan, saat ini sudah banyak anak-anak sudah terbuai akan iklan rokok yang sebenarnya sangat membahayakan, justru dipandang keren oleh mereka. Tak ingin ini terus terjadi maka permintaan itu tak ada salahnya untuk direalisasikan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Republik Indonesia.

"Anak-anak itu tidak tahu merokok itu berbahaya. Pendidikan ini diberikan, supaya mereka tidak mudah terbuai oleh iklan rokok," kata Kartono kepada Health Liputan6.com di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Sabtu (31/5/2014)

Untuk penerapannya, Kartono menyerahkan sepenuhnya oleh Kemendikbud. Apakah materi ini akan dimasukkan ke dalam satu mata pelajaran tertentu atau justru membuat satu pelajaran sendiri untuk membahas segala bahaya yang akan didapatkan bila anak-anak itu merokok.

"Bisa dimulai di kelas 1 SD, jangan di TK. Anak-anak ini masih sulit untuk menangkapnya. Mau di mata pelajaran apa saja, terserah Mendikbud," kata dia menambahkan.

Pada umumnya melalui pendidikan sangat efektif untuk menghentikan mata rantai perokok ini. "Kalau seorang anak diberitahu bahwa listrik membahayakan dan menyetrum, maka dia tidak akan berani main listrik sejak kecil," kata Kartono menerangkan.

Dengan begitu, Kartono berharap anak-anak itu nantinya dapat mendidik orang yang ada di sekitarnya. Termasuk orangtuanya yang mungkin perokok aktif. Jadi, ini dilakukan untuk juga memberikan pendidikan pada orangtua melalui anak.

"Ketika anak pulang ke rumah, dia bisa bilang ke bapaknya `Pak, menurut Pak Guru rokok itu tidak baik dan membahayakan`. Ke depannya juga diharapkan, anak-anak dapat melarang orang di sekitarnya untuk tidak merokok di dekatnya," kata Kartono lagi.

Iklan dan promosi rokok yang merajalela di Indonesia berdampak buruk pada peningkatan prevalensi perokok anak usia 5 sampai 9 tahun sebesar 400 persen. Pun dengan anak usia 10 sampai 14 tahun prevalensinya mengalami peningkatan sebesar 40 persen. Dan hampir 80 perokok mulai merokok sebelum mencapai usia 19 tahun.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya