UGM Terus Teliti Penyebaran DBD di Daerah Istimewa Yogyakarta

Fakultas Kedokteran (FK) UGM telah mengembangkan sejumlah riset pengendalian DBD, yaitu melalui EDP dan IDAMS.

oleh Yanuar H diperbarui 16 Jun 2015, 21:30 WIB
Diterbitkan 16 Jun 2015, 21:30 WIB
Ilustrasi Demam Berdarah
Ilustrasi Demam Berdarah (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Yogyakarta Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi persoalan yang menyulitkan pemerintah Indonesia karena tingginya angka jumlah terinfeksi. Diperkirakan 390 juta orang terinfeksi Demam Berdarah Dengue (DBD) di seluruh dunia. Untuk wilayah Asia Pasifik, hampir 75 persen penderitanya berada di wilayah ASEAN.

Fakultas Kedokteran (FK) UGM telah mengembangkan sejumlah riset pengendalian DBD, yaitu melalui Eliminate Dengue Project (EDP) dan International Reserach Consortium on Dengue Risk Assesment, Management and Surveillance (IDAMS).

Peneliti utama IDAMS,  Ida Safitri Laksanawati, mengatakan saat ini IDAMS telah bekerjasama dengan beberapa rumah sakit dan puskesmas di Kota Yogyakarta. Kerjasama ini di antaranya dengan mengumpulkan 500 sampel darah pasien yang didiagnosis DBD untuk diperiksa. Sampai bulan ini setidaknya telah direkrut lebih dari 300 pasien anak dan dewasa. Dari hasil analisis serotype virus menunjukkan bahwa keempat serotype virus bersirkulasi di Yogyakarta.

“Harapannya sampai dengan akhir 2015 ini riset sudah membuahkan hasil,” ujar Ida, Senin (15/6) di UGM.

Ida menjelaskan IDAMS telah melakukan penelitian sejak 2012 dan bertujuan untuk memberikan deteksi klinis dan laboratoris yang lebih cepat, dalam kurun waktu 72 jam. Ia berharap deteksi gejala klinis dan laboratoris yang cepat dapat mencegah kematian pasien akibat DBD.

“Meskipun kematian akibat DBD bisa terus ditekan, namun angka kesakitannya masih cukup tinggi,”imbuhnya.

Sementara itu Warsito Tantowijoyo, entomolog EDP menegaskan bahwa program ini bertujuan untuk menekan infeksi dengue dengan menggunakan Wolbachia yang disuntikkan ke dalam tubuh nyamuk Aedes-Aegypti. EDP sendiri sampai saat ini telah menyebarkan Wolbachia dengan cara melepas nyamuk Aedes Aegypti ber-Wolbachia ke beberapa wilayah penelitian di Sleman, Bantul dan Kota Jogja.

“Nyamuk ini diharapkan akan kawin dengan nyamuk setempat dan menghasilkan keturunan yang mengandung Wolbachia yang akhirnya akan mampu menekan penyebaran virus Dengue pada manusia,”kata Warsito.

Khusus di Kota Yogyakarta, EDP telah memulai program sejak Februari 2015 lalu dengan memberikan data awal terkait jumlah dan jenis nyamuk serta situasi masyarakat terkait DBD. Kegiatan ini untuk pemantauan populasi nyamuk menggunakan perangkap nyamuk, studi aktivitas harian anak-anak dan studi riwayat infeksi Dengue pada anak-anak usia 1-10 tahun.

“Di Hari Dengue 2015 ini, selama bulan Juni kita juga adakan festival lingkungan bersih nyamuk bersama anak-anak di empat kecamatan, yaitu Danurejan, Umbulharjo, Mantrijeron dan Kraton,” katanya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya